Menuju konten utama

Kala Hewan Pengerat Kapibara Menjadi "Che Guevara"

Di Argentina, kapibara dipakai sebagai simbol untuk melawan invasi pemilik modal terhadap alam.

Kala Hewan Pengerat Kapibara Menjadi
Kapibara. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Capybara? Capybara! Coconut doggy. Oh my gosh!

Warganet mungkin familier dengan kapibara dalam meme dengan rangkaian kata di atas dalam format gambar atau video, atau dalam meme “Ok I Pull Up”, atau konten biasa yang beredar di internet. Kerap ditemukan foto-foto dan video di mana kapibara tampak bersantai bersama hewan-hewan lain, termasuk predator alami mereka seperti kaiman.

Kapibara biasa ditemukan di daerah berhutan lebat dekat badan air seperti danau, sungai, dan rawa di bagian selatan Benua Amerika. Orang-orang Amerika Latin menyebutnya dengan berbagai nama. Capivara, Capiguara, Carpincho.

Kapibara (Hydrochoerus hydrochaeris) dan subspesiesnya yang lebih kecil, lesser capybara (Hydrochoerus isthmius), merupakan hewan pengerat terbesar di dunia. Panjang tubuhnya mencapai 4,6 kaki (1,4 meter), beratnya berkisar 77-143 pound (35-65 kg). Populasinya stabil dan status IUCN-nya saat ini adalah least concern (risiko kepunahan rendah).

Kapibara berada dalam famili caviidae bersama guinea pig, hewan pengerat yang lebih kecil dan terlebih dulu populer. Proporsi tubuhnya menyerupai guinea pig raksasa atau kuda nil kecil. Mamalia semiakuatik ini hidup dalam kelompok yang berisi sekitar 20 ekor.

Di habitat alaminya, kapibara hidup berdampingan dengan kaiman, aligator, rusa rawa, dan berbagai spesies lain. Koeksistensi antara manusia dan kapibara juga umum ditemukan di lingkungan perdesaan atau semiperkotaan di Amerika Selatan.

Kapibara adalah spesies yang umumnya kalem, bahkan kerap disebut “memancarkan kedamaian” yang sejatinya tidak takut pada manusia. Mata kecil sayunya yang konstan seolah menyiratkan ketidakpedulian dengan segala hal. Tidak mengherankan bila kapibara dianggap sebagai ikon untuk hidup yang selaras.

Perjumpaan pertama dan satu-satunya saya dengan hewan pengerat ini terjadi sekitar tiga tahun silam di Kebun Binatang Ragunan. Sayangnya, sepertinya mengunjungi bonbin adalah satu-satunya cara untuk melihat langsung aktivitas kapibara di sini. Hasil pengamatan singkat saya saat itu tidak banyak: bahwa kegiatan mereka hanya duduk-duduk, mengunyah daun, sesekali terkejut kala guntur menggelegar.

Saya mencari tempat berteduh kala hujan akhirnya menerpa. Ketika kembali untuk melihat makhluk ini lagi, beberapa kapibara tak bergeming, masih di posisi yang sama dengan bulu yang kini basah dan masih mengunyah.

Sesuai dengan foto-foto yang beredar di internet, kapibara tampak tidak terlalu peduli dengan sekitarnya. Di internet pula, cukup lazim terpampang video-video kapibara sebagai hewan peliharaan; tenang berenang di kolam karet.

Berbeda dengan rekan-rekannya di Ragunan, kebun-kebun binatang lain, atau yang jadi hewan peliharaan, sebagian kapibara di tempat asalnya harus “berjuang” demi habitat sendiri. Di Argentina, kapibara bahkan "melawan" balik.

Menjadi Simbol

Distrik Nordelta di Buenos Aires, Argentina, merupakan gated community (permukiman tertutup) yang dibangun di atas lahan basah Paraná, sungai terpanjang kedua di Amerika Selatan setelah Amazon. Lahan basah Paraná terbentang dari utara Argentina hingga Rio de la Plata (River Plate) dan Samudra Atlantik.

Proyek di lahan basah seperti Nordelta mencegah tanah menyerap air sehingga hujan yang ekstrem menyebabkan banjir di lingkungan terdekat yang lebih miskin. Seperti ditulis The Guardian, lahan ini diterjang pembangunan kota yang masif serta ekstensi pertanian yang ikut bertanggung jawab atas kebakaran hutan yang yang luas.

“Pengembang real estat kaya dengan dukungan pemerintah harus menghancurkan alam untuk menjual impian hidup di alam liar kepada klien–karena orang yang membeli rumah-rumah itu menginginkan alam, tetapi tanpa nyamuk, ular, atau kapibara,” kata ekologis Enrique Viale.

Pertama kalinya saya melihat kapibara memasuki permukiman manusia adalah berkat video unggahan The Sun baru-baru ini. Namun menurut media Brasil Olhar Digital, “invasi” kapibara ke permukiman manusia sudah terjadi sejak 2015.

Pada musim dingin 2021 di Argentina, kapibara berbondong-bondong menyerbu Nordelta. Tak hanya memamah rumput, dilaporkan juga terjadi duel antara si pengerat raksasa dan hewan-hewan domestik. Belum lagi problem lain seperti feses mereka yang dibuang sekenanya (tentu saja!), yang dikhawatirkan bisa menyebarkan penyakit.

Berkat “aksi” tersebut, kapibara menjadi semacam simbol sayap kiri di Argentina. Warganet mengiaskan “invasi” hewan pengerat ini sebagai “perjuangan kelas” atau bahkan “perang kelas”. Tentu bukan kapibara yang sesungguhnya menginvasi lahan orang-orang kaya. “Sebaliknya: Nordelta yang menginvasi ekosistem kapibara,” ujar Enrique Viale, salah satu di antara mereka yang selama ini menuntut Argentina mengeluarkan undang-undang untuk melindungi wilayah lahan basah dari pembangunan.

Nordelta adalah pengembangan real estat yang berdiri di lahan basah alami, habitat untuk kapibara, ular, dan banyak spesies lain. Demi menghindari konflik semacam ini terus terjadi, tindakan pencegahan harus diambil, yaitu perencanaan kota yang tidak mengancam ekosistem hewan-hewan yang mendiami lahan semacam itu.

Surat kabar Argentina La Nacion menulis: “Mengingat bangunan sudah ada dan ada orang yang tinggal di sana, penting bagi penduduk Nordelta untuk memahami bahwa mereka berada di lingkungan yang telah terdegradasi, tetapi tetap memiliki komponen ekosistem asli, seperti sebagai kapibara.”

“Perjuangan” kapibara merebut kembali habitat bahkan diabadikan ke dalam mural layaknya relief-relief monumen perang. Kapibara juga digambarkan berbadan Che Guevara atau Subcomandante Marcos. Kadang wajah sayu dan penuh ketidakacuhan itu digambarkan sedang membaca karya-karya Karl Marx.

Infografik Kapibara

Infografik Kapibara. tirto.id/Quita

Kapibara tentu tidak peduli mereka dijadikan simbol apa pun oleh manusia yang melawan kerusakan lingkungan. Mereka juga barangkali tidak bakal menjadi hewan yang jadi simbol perlawanan lain di Amerika Selatan seperti Negro Matapacos atau hewan-hewan lain yang turut serta dalam aksi pemberontakan manusia.

Kapibara hanya tahu bahwa rerumputan ada di sana, di balik pagar yang menghalangi dari tempat tinggal sendiri. Mereka mungkin hanya ingin mengunyah rumput agar giginya tidak terus tumbuh; hanya ingin bersantai dan buang kotoran dengan damai.

Namun, bagaimanapun, aksi mereka pantas jadi peringatan akan keserakahan manusia. Tentu ada yang keliru jika hewan yang lebih pantas menjadi simbol koeksistensi, hidup yang rukun antarspesies, sampai harus menjadi simbol perlawanan.

Capybara? Capybara! Symbol of rebellion. Oh my gosh!

Baca juga artikel terkait PROTES atau tulisan lainnya dari R. A. Benjamin

tirto.id - Politik
Penulis: R. A. Benjamin
Editor: Rio Apinino