Menuju konten utama

Kakek-Cucu Memang Harus Akrab, seperti JK dan Jamila

Ada banyak manfaat dari hubungan kakek-nenek dan cucu yang terjalin erat.

JK joget bersama cucu yang sedang menggunakan aplikasi Tiktok. FOTO/Istimewa

tirto.id - Jika Anda bermain media sosial beberapa waktu lalu, Anda mungkin menemukan video seorang anak perempuan berambut sebahu menari diiringi musik hiphop. Dibalut kaos berwarna putih dan celana panjang jeans, ia bergerak dengan lincah mengikuti tempo lagu di sebuah kamar yang luas serta berdinding terang. Mulanya anak itu menari sendirian tapi beberapa saat kemudian seorang kakek datang lalu ikutan berjoget. Ia menggerakkan tangan juga kakinya yang membuat anak perempuan tersebut tertawa.

Seperti dilaporkan Antara, anak perempuan dan kakek yang ada di video tersebut adalah Jusuf Kalla dan cucunya, Jamila. Mereka menari dalam aplikasi Tik Tok dan Kalla terlihat spontan mengikuti gerakan Jamila yang kini berusia 12 tahun tersebut.

“Ini anak memang aktif. Dia [jadi] ketua kelas, ketua seni di sekolahnya SD. Ia suka olahraga, saat itu kebetulan datang ke rumah tidur di kamar saya itu, main-main di kamar saya, saya datang, menari dia rekam sendiri untuk dirinya, ikut saja kita,” kata Kalla, seperti dikutip Antara.

Jusuf Kalla mengatakan bahwa mulanya video itu disebar di kalangan internal keluarga. Tapi, salah satu dari mereka mengirimkan ke orang lain yang mengakibatkan video tersebut viral di media sosial.

Hubungan Erat Kakek dan Cucu

Kespontanan Kalla ikut menari dengan Jamila bisa jadi menambah keakraban hubungan antara keduanya. Apabila relasi itu terus terjalin seiring berjalannya waktu maka tak menutup kemungkinan kakek dan cucu tersebut mendapatkan keuntungan dari hubungan mereka yang erat.

Menurut Sara M. Moorman dan Jeffrey E. Stokes, keakraban yang terjalin antara kakek atau nenek dengan sang cucu bisa mendatangkan sejumlah manfaat. Hal ini mereka simpulkan setelah memantau kesehatan mental 376 kakek juga nenek dan 356 cucu dari tahun 1985 hingga 2004 lewat penelitian yang bertajuk “Solidarity in the Grandparent-Adult Grandchild Relationship and Trajectories of Deppresive Syndrom”. Dengan menggunakan model multilevel growth curve, mereka menganalisis subjek penelitian yang rata-rata berumur 77 tahun dan 31 tahun pada pertengahan 1994.

Ada tiga hal yang menjadi tolak ukur Moorman dan Stokes untuk mengetahui pengaruh dari akrabnya hubungan kakek atau nenek dan cucu. Pertama, mereka menyelidiki soal afinitas yang berhubungan dengan kedekatan emosional dan konsensus opini. Kedua, variabel struktur kesempatan meliputi kondisi yang diperlukan untuk berperilaku timbal balik diamati oleh Moorman dan dan Stokes. Terakhir, mereka meneliti soal pertukaran fungsional berupa penyediaan dan penerimaan bantuan.

Moorman dan Stokes lantas menemukan bahwa kedekatan emosional antara kakek atau nenek dan cucu dapat mengurangi tingkat depresi. Mereka mengatakan bahwa efek positif ini dirasakan baik oleh cucu maupun kakek dan nenek. Hal ini menurut mereka sejalan dengan beberapa penelitian yang membahas soal manfaat hubungan akrab dengan nenek atau kakek untuk gejala depresi pada cucu remaja atau dewasa.

Lebih lanjut, Moorman dan Stokes juga menjelaskan bahwa kakek atau nenek yang bisa memberikan nasihat atau membelikan hadiah pada sang cucu mempunyai gejala depresi lebih sedikit. Sebaliknya, mereka yang hanya menerima bantuan tanpa ada kemampuan untuk membalas mengalami peningkatan gejala depresi.

Moorman dan Stokes pun menggarisbawahi pentingnya peran cucu untuk tetap membuat kakek dan nenek mereka independen. Selain itu, usaha menjaga relasi dua arah yang mendukung pun perlu dilakukan untuk menangkal efek buruk penuaan pada kesehatan mental dan emosional.

“Semua orang merasa untung jika dibutuhkan dan dianggap mandiri. Makanya, biarkan kakek Anda memberikan uang ketika anda ulang tahun meskipun anda sudah bekerja bertahun-tahun,” kata Moorman seperti dikutip Livescience.

src="//mmc.tirto.id/image/2018/10/01/satu-dua-tiga-sayang-kakek-nenek--mild--nadya.jpg" width="860" alt="infografik satu dua tiga sayang kakek nenek" /

Moorman juga mengatakan kepada Boston Globe bahwa hubungan dengan cucu membuat kakek dan nenek terpapar bermacam-macam gagasan. Bagi sang cucu, kakek dan nenek dapat mengajari nilai-nilai kehidupan yang nantinya bisa mereka praktikkan ketika masuk ke fase kehidupan selanjutnya. Mereka juga bisa memberikan perspektif sejarah dari orang pertama yang memperkaya kehidupan dan pemahaman akan masa lalu.

“Kakek dan nenek mempunyai pengalaman yang kaya. Mereka sering bercerita tentang hidup dan bagaimana hal-hal bekerja saat mereka muda dan ketika si cucu beranjak dewasa mereka bisa memaksimalkan pelajaran tersebut,” kata Moore.

Apa yang dikatakan Moorman tersebut sesuai dengan kisah Yudhapratama. Kepada Tirto, laki-laki asal Semarang tersebut menceritakan bahwa kakeknya mengajari ia menabung saat dirinya masih kecil.

“Eyangku hidup dan dekat sama aku di masa-masa aku masih TK sampai SD. Ia orang pertama yang ngajarin nabung dengan ngasih aku celengan. Dan duitnya berguna buat aku eksis selama SMP dan SMA,” katanya.

Tak hanya Yudhapratama, Dimas Syibli pun mengatakan bahwa ia memperoleh pelajaran dari sang kakek yang dekat dengannya sejak ia masih kecil. Cara kakeknya yang ikhlas menerima penyakit yang telah diderita selama delapan tahun menginspirasi laki-laki berusia 24 tahun tersebut.

“Dia sakit enggak pernah ngeluh. Nerimo, sakit ya sakit. Dan [saat] sakit itu dia malah puasa agar tak menyulitkan orang membersihkan kotorannya,” katanya saat dihubungi Tirto.

Selain itu, Dimas juga bercerita bahwa sang kakek adalah sosok yang sopan. Setiap orang lain selesai memandikan atau membersihkan badannya ketika sakit, ia selalu mengucapkan terima kasih. Nilai sopan santun ini menurut Dimas masih ia pegang hingga saat ini.

Baca juga artikel terkait PSIKOLOGI atau tulisan lainnya dari Nindias Nur Khalika

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Nindias Nur Khalika
Editor: Maulida Sri Handayani