Menuju konten utama

Kader Golkar Dukung Prabowo Membuka Konflik Lama di Internal Partai

Saat Jokowi jadi presiden, kepengurusan Ical di Golkar tak disahkan Menkum HAM. Kini, ical meminta kader kritisi Jokowi.

Kader Golkar Dukung Prabowo Membuka Konflik Lama di Internal Partai
ketua umum partai golkar aburizal bakrie (kiri), ketua dewan pembina partai gerindra prabowo subianto (tengah) dan presiden pks mohamad sohibul iman (kanan) memberikan keterangan pers seusai pertemuan tertutup di kantor dpp pks, jakarta selatan, kamis (31/3) malam. pertemuan para petinggi koalisi merah putih (kmp) tersebut membahas berbagai isu aktual negara. antara foto/sigid kurniawan/pras/16.

tirto.id - Ketua Dewan Pembina Partai Golkar, Aburizal Bakrie menyerukan kader Golkar yang tidak masuk ke dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin tak ikut mengampanyekan pasangan ini. Pria yang akrab disapa Ical ini menyarankan mereka fokus di pemilu legislatif.

Pernyataan itu disampaikan Ical melalui keterangan tertulisnya yang diterima Tirto, Senin (24/9/2018). Selain itu, ia meminta kader Golkar tetap mengkritisi sejumlah kebijakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara objektif, terutama perihal kondisi ekonomi saat ini.

Gayung bersambut. Seruan Ical diikuti sejumlah calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Golkar yang mendeklarasikan dukungan terhadap pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Mereka menamakan diri Goprabu. Akronim dari Golkar Prabowo-Uno.

Koordinator Nasional Forum Caleg Partai Golkar Cupli Risman menyampaikan, dukungan itu diberikan lantaran Jokowi tak memilih Ketua Umum DPP Partai Golkar Airlangga Hartanto sebagai cawapresnya pada Pilpres 2019.

“Kan kami merespons situasi yang berkembang, baik di tingkat elite maupun gras root. Di tingkat elite situasinya di luar perencanaan awal karena sejak awal kami hitung Jokowi akan berpasangan dengan Airlangga. Kami bisa total main kan karena ada elektoral efeknya ke Golkar,” kata Cupli, Senin (24/9/2018).

Alasan ini berbanding lurus dengan pernyataan anggota Dewan Pembina Partai Golkar, Fadel Muhammad pada 21 Agustus 2018. Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan ini menyatakan pemilihan Ma'ruf Amin sebagai cawapres Jokowi tak memberi efek elektoral kepada Golkar. Ia pun mengungkap peluang sejumlah kader beringin membelot dari pasangan petahana.

Tak Puas dengan Keputusan Partai

Saat dihubungi reporter Tirto, pada Selasa (25/9/2018), mantan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Partai Golkar, Mahyudin membenarkan pernyataan Fadel.

“Memang harus kami akui dari awal ada kader-kader yang tidak sejalan dengan keputusan partai [mendukung Jokowi-Ma'ruf]. Akhirnya mereka menyeberang,” kata Mahyudin yang kini menjadi calon independen Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.

Menurut Mahyudin, banyak pihak yang belum sepakat saat pengambilan keputusan mendukung Jokowi waktu Munas Golkar Bali 2016. Akan tetapi, kata dia, karena keputusan mayoritas menyatakan dukungan ke Jokowi, Munas Golkar memutuskan demikian.

"Saya kira dinamika dalam berpartai, ya semacam itu,” kata Mahyudin.

Kondisi ini ditambah dengan keputusan Jokowi yang akhirnya tidak memilih Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto sebagai cawapres. Mahyudin mengulang pernyataan Fadel, bahwa keputusan Jokowi menggandeng Ma'ruf dinilai tidak menguntungkan Golkar secara elektoral.

Wakil Ketua MPR RI ini pun mengakui dirinya termasuk salah satu orang yang kurang sepakat dengan keputusan Partai Golkar mendukung Jokowi-Ma'ruf. Ini pula yang mendasari dirinya keluar dari Golkar dan menjadi caleg DPD RI di pemilu mendatang.

"Tapi saya pikir buat mereka yang masih tidak sepakat lebih baik tidak menjadi duri dalam partai. Kalau mau sekalian independen saja seperti saya," kata Mahyudin.

Soal posisi Ical, Mahyudin menyatakan, mantan Ketua Umum Golkar itu belum menyatakan dukungan kepada kandidat tertentu di Pilpres 2019. "Pak Ical kan tidak di timses, saya kira beliau memang lebih fokus untuk Golkar," kata Mahyudin.

Hanya saja, Mahyudin tak melihat seruan Ical berkorelasi langsung dengan dukungan caleg Golkar ke Prabowo-Sandiaga. Ia pun tak menganggap Ical masih memendam dendam karena gagal memimpin Golkar lagi pada Munas 2014 yang berakhir dualisme dengan Agung Laksono.

Pada 2014, Munas Golkar terbelah dua. Munas Bali memenangkan Ical, sementara Munas Jakarta memenangkan Agung. Dari dua itu, sebenarnya yang resmi adalah versi Ical. Namun, pemerintah tak kunjung memberikan surat keputusan kepada kubu Ical ini.

Munas rekonsiliasi akhirnya digelar di Bali pada 2016. Setya Novanto akhirnya terpilih sebagai ketua umum. Kemenangan Novanto pun disebut sebagai campur tangan Jokowi untuk mengarahkan dukungan kepadanya di Pilpres 2019 dan memang akhirnya keputusan menyatakan begitu.

"Saya pikir ARB negarawan ya," kata Mahyudin.

Ketidakpuasan kader terhadap keputusan Golkar mendukung Jokowi-Ma'ruf juga disampaikan Ahmadi Noor Supit, politikus Golkar lainnya. Berbeda dengan Mahyudin, Supit berpandangan Airlangga masih belum bisa sepenuhnya menyatukan pemikiran elite-elite partai.

"Makanya di tengah tekanan yang bertubi-tubi ini banyak kader berbeda sikap dari partai," kata Ahmadi kepada reporter Tirto.

Supit berharap Airlangga segera mengambil sikap tegas mengajak seluruh kader dan stakeholder Golkar satu pandangan dan sikap untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. “Kalau pecah-pecah begini, Golkar malah enggak dapat apa-apa. Kalau tidak mau elektoral hanya buat PDIP, ya harus jelas sikapnya," kata Ahmadi.

Golkar Harus Tegas

Peneliti politik dari SMRC, Sirojudin Abbas menilai ketidakpuasan di antara kader Golkar adalah wajar. Menurutnya, perpecahan antara kubu Ical dan Agung Laksono pada 2014 memang menjadi awal dualisme berkelanjutan di tubuh Golkar.

"Kalau dilihat, yang mendukung sikap Ical adalah para loyalisnya dan orang-orang yang tidak sepakat dengan kepemimpinan Airlangga, seperti Fadel dan Mahyudin," kata Sirojudin kepada reporter Tirto.

Sirojudin menilai sudah terlambat bagi Golkar untuk mengadakan forum rekonsiliasi saat ini, karena tahapan pilpres sudah berjalan. Satu-satunya yang bisa dilakukan adalah DPP Golkar harus berani bersikap tegas kepada kader-kadernya yang berpeluang membelot dari Jokowi-Ma'ruf. Salah satunya dengan menjatuhkan sanksi.

“Golkar tidak bisa bersikap pragmatis seperti Demokrat. Kekuatan Ical dan orang-orang itu berpengaruh di grass root," kata Sirojudin.

Selain itu, kata Sirojudin, elite DPP Golkar juga harus aktif menguatkan kader-kader mereka di level bawah untuk mendukung Jokowi-Ma'ruf. Terutama kepada kader-kader yang berada di basis pemilih Prabowo-Sandiaga.

Dengan begitu, menurut Sirojudin, peluang tekanan dan iming-iming dari kubu Prabowo-Sandiaga untuk membelot bisa ditangkal. Begitu juga, upaya kader Golkar di akar rumput menggaet konstituen bisa tetap terlaksana.

Menanggapi ini, Ketua DPP Golkar, TB Ace Hasan Syadzily menyatakan partainya tetap solid mendukung Jokowi-Ma'ruf. Ia pun menyatakan, kepada kader-kader yang membelot, seperti caleg-caleg yang mendeklarasikan Goprabu akan dipanggil majelis etik partai.

"Majelis etik telah mempersiapkan sistem yang membuat para caleg yang tidak mematuhi keputusan partai Golkar," kata Ace, di Kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (25/9/2018).

Menurut Ace, tak menutup kemungkinan caleg tersebut bahkan bisa ditarik dari pencalonannya. “Kami lihat kajian hukumnya. Kalau sudah terdaftar DCT, apakah dimungkinkan atau tidak dihapus. Karena setahu saya bagaimana pun kan partai memiliki otoritas [terhadap] setiap kader," kata Ace.

Baca juga artikel terkait PILPRES 2019 atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Politik
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Abdul Aziz