Menuju konten utama

Jutaan Orang Bahkan Tidak Menyadari Situs Binomo Dianggap Ilegal

Kemenkominfo memblokir laman situs Binomo karena dianggap ilegal oleh Bappebti.

Jutaan Orang Bahkan Tidak Menyadari Situs Binomo Dianggap Ilegal
Iklan Binomo Indonesia di youtube. screenshot/youtube/Iklan Binomo Indonesia

tirto.id - Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) memblokir laman situs Binomo (Binomo.com).

Pemblokiran dilakukan berdasarkan permintaan Badan Arbitrase Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) per Mei 2019.

"Diajukan Bappebti tanggal 17 Mei 2019. Jadi sudah kami lakukan pemblokiran," kata Plt Kabiro Humas Ferdinandus Setu saat dihubungi reporter Tirto, Rabu (20/11/2019).

Situs Binomo ramai diperbincangkan setelah iklan mereka viral di media sosial. Dalam iklan tersebut, seorang pria bernama Budi Setiawan mengklaim, bisa meraih 1000 dolar tanpa keluar rumah.

Tokoh laki-laki tersebut juga mengklaim meraih kekayaan dalam waktu satu tahun. Kalimat andalannya adalah: “Jutaan orang bahkan tidak menyadari bahwa mereka bisa menghasilkan 1000 USD sehari tanpa meninggalkan rumah."

Selain Binomo, Nando menerangkan bahwa Bappebti menerima 15 laporan laman yang diduga melanggar ketentuan tentang perdagangan berjangka, termasuk Binomo.

Sebanyak 14 situs lainnya itu, di antaranya: www.forexocta.com, www.instaforexia.fom, www.forextime-id.com, www.idn-fbs.com, www.xmglobal.com, www.etxcapital.com, www.24option.com, www.cfdglobal.com, www.easymarkets.com, www.accentraforex.com, www.activtrades.com, www.adss.com, www.advancedmarketsfx.com, dan www.ag-markets.com.

Nando menjelaskan, Bappebti memblokir kelima belas laman tersebut karena dikhawatirkan merugikan masyarakat.

"Situsi internet tersebut melakukan penawaran kontrak berjangka tanpa memiliki izin dari Bappebti. Kegiatan yang dilakukan situs-situs tersebut berpotensi dapat merugikan masyarakat mengingat dana margin yang dihimpun disetorkanke rekening di luar negeri," kata Nando.

Bappebti secara rutin melakukan pemantauan dan pengawasan baik secara online maupun atas laporan masyarakat terhadap entitas ilegal yang melakukan penawaran Kontrak Berjangka tanpa memiliki izin dari Bappebti yang berpotensi merugikan masyarakat.

Kementerian Perdagangan melalui Bappebti pada bulan Oktober 2019 blokir 58 domain situs entitas ilegal di bidang perdagangan berjangka komoditi.

Sehingga sepanjang tahun 2019 sebanyal 199 domain telah diblokir oleh Bappebti.

"Entitas-entitas tersebut biasanya menawarkan investasi berkedok forex dengan menjanjikan keuntungan tetap atau fixed income di luar kewajaran dalam bentuk paket-paket investasi seperti Paket silver, gold, platinum dan sebagainya untuk menarik calon korbannya," terang Kepala Bappebti Tjahya Widayanti dalam keterangan tertulis yang diterima Tirto.

Selain itu juga terdapat entitas yang melakukan kegiatan selayaknya Pialang Berjangka dengan menjadi Introducing Broker (IB) dari Pialang Luar Negeri.

Entitas-entitas yang menawarkan paket-paket investasi berkedok Forex beraktifitas dengan menduplikasi atau mendompleng Pialang Berjangka yang memiliki izin usaha dari Bappebti, bahkan tanpa malu-malu mencantumkan legalitas dari Bappebti maupun instansi pemerintah lainnya di situsnya.

Dengan biaya murah dan proses pendaftaran domain yang mudah tanpa memerlukan KTP sebagai persyaratan, entitas-entitas tersebut menjamur di dunia maya.

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan dan Penindakan M. Syist menegaskan, Bappebti akan terus memblokir situs-situs tersebut untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan berjangka.

"Mengingat identitas pemilik situs tersebut umumnya palsu, masyarkat berpotensi tertipu oleh oknum tersebut. Pada bulan Oktober 2019 Bappebti telah memblokir situs dalam kategori ini sebanyak 9 domain, sementara situs dari IB Pialang Luar Negeri sebanyak 49 domain," imbuhnya.

Baca juga artikel terkait KEMENKOMINFO atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Hendra Friana