Menuju konten utama

Joshua Kimmich, Senjata atau Malapetaka Liverpool vs Munchen?

Kemampuan Joshua Kimmich menyerang memang sangat mengagumkan, tapi tak selalu menguntungkan bagi Bayern Munchen.

Joshua Kimmich, Senjata atau Malapetaka Liverpool vs Munchen?
Gelandang Bayern Joshua Kimmich di Allianz Arena di Munich, Jerman, Selasa, 2 Oktober 2018. Kerstin Joensson / AP

tirto.id - Daftar pencetak assist terbanyak di liga top Eropa musim ini bisa membuktikan bahwa Joshua Kimmich, tak kalah kreatif daripada Lionel Messi maupun Eden Hazard. Kimmich sudah mencatatkan 10 assist, sama dengan jumlah assist Messi dan Hazard, meskipun berposisi sebagai full-back kanan dan bukan penyerang atau gelandang.

Jika dilihat lebih jauh lagi, kualitas peluang yang diciptakan Kimmich ternyata lebih bagus daripada Messi maupun Hazard, padahal ia rata-rata hanya mengirimkan 2,3 kali umpan kunci dalam setiap laga. Sementara Hazard mengirimkan 2,7 umpan kunci, Messi rata-rata mencatatkan 3,2 kali umpan kunci dalam setiap laga.

Tanpa kemampuan menyerang yang mumpuni, Kimmich jelas tidak akan mampu mencatatkan assist sebanyak itu. Di sisi kanan permainan Bayern Munchen, ia terbiasa naik ke depan untuk menambah opsi serangan timnya. Kemampuan menyerangnya sama baiknya saat menyisir sisi lapangan maupun saat masuk ke area half-space: membuat lawan bingung untuk menghentikannya. Dari pergerakannya itulah jumlah assist-nya kemudian terus bertambah.

Sayangnya, kemampuan itu ternyata tak selalu melegakan. Saat Kimmich menyerang, sisi kanan Bayern Munchen juga sangat rentan terhadap serangan balik lawan. Singkat kata, setiap kali tim lawan menyerang balik, Kimmich hampir selalu menjadi sasaran tembak. Karenanya, Niko Kovac, pelatih Bayern Munchen, tak selalu senang dengan kemampuan menyerang yang dimiliki Kimmich tersebut.

Apa yang terjadi saat Bayern mengalahkan Stuttgart 4-1 pada 30 Januari 2019, bisa menjadi contoh. Pada menit ke-26, melalui serangan balik, Stuttgart mampu mencetak gol setelah Kimmich kehilangan bola. Menurut laporan AZ, karena kesal dengan Kimmich, Kovac sempat menyuruh Rafinha, full-back kanan cadangan Bayern, untuk melakukan pemanasan. Tujuannya jelas: ia ingin mengganti Kimmich. Namun, Kovac akhirnya urung melakukannya.

“Kovac merasa bahwa Kimmich terlalu jauh maju ke depan setelah Bayern mencetak gol pertama, memaksa beberapa rekannya untuk melakukan track-back guna menutup ruang yang ditinggalkannya. Thomas Muller, misalnya. Ia beberapa kali harus turun ke belakang untuk membantu Kimmich dalam bertahan,” tulis SB Nation, menyoal permainan menyerang Kimmich.

Memaksa Pelatih Ubah Strategi

Yang menarik, Kovac ternyata tetap mengandalkan Kimmich setelah kejadian itu. Daripada membatasi Kimmich menyerang, ia memilih untuk menyesuaikan diri. Caranya: ia menerapkan tactical foul. Saat Bayern kehilangan bola, untuk menghindari serangan balik lawan, mereka akan melakukan pelanggaran.

Bagi Kovac, cara itu bukanlah barang baru. Menurut Jack Fenner, penulis di SB Nations, tactical foul sudah diterapkan Kovac saat pelatih asal Kroasia itu masih melatih Eintracht Frankfurt. Selama dua musim di bawah asuhan Kovac, pada musim 2016-2017 dan 2017-2018, Frankfurt melakukan 525 pelanggaran, menjadi salah satu yang tim yang paling banyak melakukan pelanggaran di Bundesliga.

Masalahnya, cara itu ternyata belum efektif diterapkan di Bayern. Saat menghadapi Augsburg, Jumat (15/2/2019), Bayern yang mencatatkan 13 pelanggaran dalam pertandingan tersebut, masih kebobolan dua gol.

Dan sekali lagi, Kimmich ternyata menjadi sorotan: menurut Abel Meszaros, pengamat Bundesliga, dua gol Augsburg dalam pertandingan itu terjadi karena kesalahan Kimmich dalam melakukan postioning.

Sebelum Augsburg mencetak gol pertama, Kimmich sempat terpancing pergerakan Philipp Max, wing-back kiri Augsburg. Ia lantas terlalu melebar dalam bertahan, sehingga menciptakan ruang bagi Konstantinos Stafylidis, gelandang Augsburg, untuk mengirimkan umpan terobosan. Gol kedua Augsburg pun kejadiannya hampir mirip: Kimmich terlalu melebar, membuat Max bisa secara leluasa muncul dari belakangnya.

Kelemahan Kimmich dalam bertahan itu tentu membuat kepala Kovac pening. Pemain berusia 24 tahun tersebut seperti pedang bermata dua bagi timnya. Pada satu sisi, kemampuan menyerangnya dibutuhkan, tapi kemampuan bertahannya yang buruk juga bisa membuat repot rekan-rekannya.

Lantas, apakah ia akan tetap diandalkan saat Bayern menghadapi Liverpool dalam gelaran Liga Champions Eropa Rabu (20/2/2019) dini nanti?

Kovac mungkin akan tetap mengandalkannya, tapi dengan beberapa penyesuaian. Ini karena Liverpool punya segalanya untuk mengeksploitasi kelemahan Kimmich dalam bertahan. Anak asuh Jurgen Klopp lincah melancarkan serangan balik, serta mempunyai Andrew Robertson dan Sadio Mane, dua pemain yang bisa meledak dalam sekejap di sisi kanan pertahanan Bayern. Sementara Mane sejauh ini sudah mencetak 12 gol di liga, Robertson sudah mencatatkan 6 assist.

Kovac jelas paham bahwa membiarkan Kimmich bermain terlalu menyerang di Anfield sama saja dengan melakukan misi bunuh diri.

Baca juga artikel terkait LIGA CHAMPIONS atau tulisan lainnya dari Renalto Setiawan

tirto.id - Olahraga
Penulis: Renalto Setiawan
Editor: Mufti Sholih