Menuju konten utama

Jokowi Tak Singgung GBHN di Pidatonya, Karding: Itu Wilayah MPR

Menurut Karding tak patut memang bila Jokowi membawa masalah amandemen terbatas ini di forum lembaga legislatif, padahal ia berada di posisi eksekutif.

Jokowi Tak Singgung GBHN di Pidatonya, Karding: Itu Wilayah MPR
Abdul Kadir Karding, wakil ketua timses Jokowi-Ma'ruf Amin berkunjung ke kantor media tirto.id. tirto.id/Bhaga

tirto.id -

Presiden Joko Widodo sama sekali tak menyinggung soal amandemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 yang menekankan munculnya kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Padahal, wacana amandemen terbatas UUD 1945 sedang ramai dibicarakan MPR-RI dan politisi-politisi, terutama PDIP yang menjadikan ini sebagai rekomendasi pada Kongres ke-V PDIP.

Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Kadir Karding menilai sikap tersebut menunjukan Jokowi memahami posisinya sebagai pemerintah. Menurut Karding tak patut memang bila Jokowi membawa masalah amandemen terbatas ini di forum lembaga legislatif, padahal ia berada di posisi eksekutif.

"Ya itu kan wilayah MPR ya, kalau soal amandemen itu soal MPR. Jadi memang tidak patut kalau disinggung di pemerintah, tidak patut," ujar Karding di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (16/8/2019).

Karding melihat Jokowi memang berhati-hati bila mengungkit persoalan amandemen terbatas dan GBHN pada pidato kenegaraannya pada tiga sidang di Gedung DPR/MPR. Apalagi Jokowi sempat mengisyaratkan menolak adanya amandemen terbatas ini.

Menurut Karding, Jokowi khawatir tak akan ada pihak yang mau bertanggungjawab bila GBHN dimunculkan lagi namun tak sesuai dengan tujuannya.

"Itu yang harus dipikirkan Pak Jokowi. Jadi harus hati-hati betul," jelasnya.

Apalagi, Jokowi khawatir adanya GBHN dapat bermuara kepada perubahan sistem pemilihan presiden secara langsung di masa depan, yakni kembali dipilih melalui MPR.

Karding yang mengaku sempat ikut membahas GBHN di MPR RI ini mengatakan masih ada tanda tanya, terutama terkait dengan MPR yang kemungkinan bisa lagi menjadi lembaga tertinggi negara.

"Apakah dia [MPR] tertinggi negara, lalu kalau tertinggi seperti apa, bolehkah dia memecat presiden dalam artian kalau tidak tercapai kinerja termasuk dengan GBHN, atau kah apa, lalu model pertanggungjawabannya seperti apa, sementara dia dipilih oleh rakyat, ya kan atau cuma dikontrol oleh DPR," pungkasnya.

Wacana amendemen UUD 1945 kembali mencuat usai Kongres V PDIP yang berakhir pada 11 Agustus lalu. Salah satu rekomendasi kongres partai utama pendukung Jokowi tersebut adalah mendorong MPR periode 2019-2024 mengamendemen UUD 1945 untuk menetapkan GBHN.

Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Zulkifli Hasan mengatakan perlunya amandemen terbatas UUD 1945 untuk kembali memunculkan GBHN. Zulkifli mengatakan MPR periode saat ini sudah membuat rekomendasi kepada MPR periode berikutnya agar amandemen UUD 1945 terutama soal GBHN terus dibahas.

"Sudah jadi rekomendasi bukan setuju lagi. Udah semuanya. Nanti bahan-bahan itu yang sudah jadi akan kita rekomendasi untuk MPR yang akan datang," jelas Zulkifli.

Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu mengatakan rekomendasi ini akan dibacakan pada penutupan sidang MPR/DPR periode 2014-2019 dilaksanakan pada 27 September mendatang.

"Itulah yang akan kami ketok palu menjadi rekomendasi untuk DPR periode yang akan datang, sudah ada bahannya, ada bukunya, sehingga bisa maju sedikit dari yang lalu," ungkap Zulkifli.

Baca juga artikel terkait GBHN atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Nur Hidayah Perwitasari