Menuju konten utama
77 Tahun Indonesia Merdeka

Jokowi saat Acara Zikir & Doa Kebangsaan Singgung Kelangkaan Gandum

Setelah dua tahun menghadapi efek pandemi COVID, kini muncul perang Ukraina-Rusia yang memicu masalah ketahanan pangan dan energi.

Jokowi saat Acara Zikir & Doa Kebangsaan Singgung Kelangkaan Gandum
Presiden Joko Widodo (kanan) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin (ketiga kanan) berjalan menuju halaman Istana Merdeka untuk mengikuti zikir dan doa kebangsaan 77 tahun Indonesia merdeka di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (1/8/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.

tirto.id - Presiden Joko Widodo mengajak seluruh warga berdoa agar Indonesia tidak mengalami kekurangan pangan dan energi di masa depan. Hal ini diungkapkan Jokowi dalam acara “Zikir dan Doa Kebangsaan 77 Tahun Indonesia Merdeka” di halaman depan Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin malam (1/8/2022).

“Marilah kita berdoa bersama, berzikir bersama memohon kepada Allah SWT agar negara kita selalu dilimpahi oleh pangan dan energi dan kita tidak kekurangan akan hal itu,” kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan alasan doa agar tidak krisis pangan dan energi tersebut penting. Saat ini, kata Jokowi, dunia tengah berada pada posisi yang tidak baik. Setelah dua tahun menghadapi efek pandemi COVID-19, kini muncul perang Ukraina-Rusia yang memicu masalah ketahanan pangan dan energi.

Di sisi energi, negara-negara tengah mengalami kesulitan karena harga bahan bakar minyak tembus Rp31-32 ribu per liter. Sementara itu, harga BBM di Indonesia sekitar Rp7.650 per liter. Pemerintah memberi subsidi dari angka Rp170 triliun menjadi Rp502 triliun.

“Negara mana pun enggak akan kuat menyangga subsidi sebesar itu. Tapi sekali lagi, alhamdulillah kita masih kuat menahannya sampai sekarang ini. Ini yang patut kita syukuri bersama-sama,” kata Jokowi.

Sementara itu, krisis pangan terjadi akibat kelangkaan gandum. Saat ini, harga pangan naik dari 30-50 persen di berbagai negara.

“Pangan di negara lain sudah naik 30 persen, 40 persen, 50 persen naik. Karena apa? Mereka yang makan gandum, baik yang di Asia, baik yang di Afrika, baik yang di Eropa apalagi yang makanan hariannya adalah gandum, sekarang ini betul-betul berada pada posisi yang sangat, sangat, sangat sulit sekali. Sudah harganya mahal, barangnya tidak ada," kata Jokowi.

Jokowi menjelaskan, barang tersebut tidak ada karena tertahan di negara Rusia dan Ukraina. Mantan Wali Kota Solo itu pun bercerita, setidaknya ada 77 juta ton gandum di Ukraina yang tidak bisa terdistribusi ke dunia. 77 juta ton tersebut terdiri atas 22 juta ton gandum stok dan 55 juta ton gandum siap panen. Fakta ini ia dapat saat berkunjung ke Ukraina beberapa waktu lalu.

“Pindah ke Moskow ketemu Presiden Putin. Dia cerita juga kepada saya, ada stok gandum di Rusia itu 130 juta ton. Berarti Ukraina plus Rusia jumlah stok gandumnya ada 207 juta ton. Bukan 207 ton loh ya, 207 juta ton. Inilah yang sekarang ini menyebabkan 330 juta orang kelaparan. Dan mungkin enam bulan lagi bisa 800 juta orang akan kelaparan dan kekurangan makan akut karena tidak ada yang dimakan," kata Jokowi.

Jokowi menyebut, kelangkaan pangan dan energi memicu krisis baru, yakni krisis ekonomi. Ia bercerita ada negara yang ambruk akibat tidak bisa membeli pangan dan energi.

“Beberapa negara yang tidak kuat, ambruk karena sudah tidak memiliki uang kes, baik untuk membeli energi (bensin dan gas) atau membeli pangan,” kata Jokowi.

Jokowi mengaku bersyukur Indonesia bisa menghadapi krisis pangan dan krisis energi. Indonesia masih bisa bertahan dari krisis pangan karena harga beras di Indonesia tidak berubah. Hal itu tidak lepas dari peran serta masyarakat.

Selain berdoa untuk negara sendiri, Jokowi berharap limpahan rezeki Indonesia bisa digunakan untuk membantu negara lain. “Kita berusaha berikhtiar bersama-sama agar kita justru melimpah dan bisa membantu negara-negara lain yang sedang kesulitan saat ini," kata Jokowi.

Baca juga artikel terkait PANGAN atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz