Menuju konten utama

Jokowi Minta Para Menteri Tindak Lanjuti Temuan BPK

Para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah diminta menindaklanjuti temuan BPK terkait Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020.

Jokowi Minta Para Menteri Tindak Lanjuti Temuan BPK
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna (kiri) dan Jaksa Agung ST Burhanuddin (kanan) memberikan keterangan pers terkait kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi PT ASABRI (Persero) di Jakarta, Senin (31/5/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.

tirto.id - Presiden Joko Widodo memerintahkan para menteri, kepala lembaga dan kepala daerah untuk menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020.

"Saya minta kepada para menteri para kepala lembaga dan kepala daerah agar semua rekomendasi pemeriksaan BPK segera ditindaklanjuti dan diselesaikan," kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6/2021).

BPK sebelumnya memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian atas LKPP 2020. Atas opini tersebut, Jokowi mengaku bersyukur pemerintah pusat bisa mendapat WTP ke-5 sejak 2016 lalu, apalagi di masa pandemi COVID.

Mantan Walikota Solo tersebut mengingatkan, perolehan status WTP bukan tujuan akhir pemerintah. Ia ingin pemerintah mampu mengelola seluruh uang negara dengan baik untuk rakyat.

"Predikat WTP bukanlah tujuan akhir karena kita ingin mempergunakan uang rakyat dengan sebaik-baiknya dikelola dengan transparan dan akuntabel kualitas belanja semakin baik makin tepat sasaran memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan betul-betul dirasakan manfaatnya oleh masyarakat oleh rakyat," kata Jokowi.

Jokowi menegaskan, pemerintah akan memperhatikan rekomendasi BPK dalam pengelolaan APBN. Ia pun mengklaim, defisit anggaran akan dibiayai dengan sumber pembiayaan yang aman, hati-hati dan mampu mengakselerasi pemulihan ekonomi secara kredibel dan terukur. Ia pun menginstruksikan agar para jajaran mengikuti saran dan arahan BPK tentang penyelesaian temuan lembaga yang kini dipimpin Agung Firman itu.

BPK memberikan opini WTP terhadap laporan keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut berdasarkan hasil pemeriksaan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) terhadap 86 Laporan Keuangan Kementeran/Lembaga (LKKL) dan 1 Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN) tahun 2020.

"Dari hasil pemeriksaan atas LKPP sebagai konsolidasi dari 86 LKKL dan 1 LKBUN tahun 2020 menunjukkan bahwa LKPP telah disajikan secara wajar dalam semua hal yang material sesuai dengan standar akuntansi pemerintahan sehingga opininya adalah wajar tanpa pengecualian atau WTP," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna saat menyampaikan hasil audit BPK tersebut.

Agung merinci sekitar 84 LKKL dan 1 LKBUN mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian. Sementara dua kementerian dan lembaga mendapatkan opini wajar dengan pengecualian (WDP).

Namun, BPK memberikan sejumlah catatan tambahan. Pertama, temuan permasalahan pengelolaan program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN) seperti belum ada mekanisme pelaporan kebijakan keuangan sesuai UU Nomor 2 tahun 2020 dan realisasi insentif perpajakan Rp1,69 triliun yang bermasalah.

BPK juga mencatat ada masalah lain seperti pengendalian belanja program PCPEN di 10 kementerian dan lembaga sebesar Rp9 triliun tidak memadai; penyaluran bantuan subsidi kredit usaha rakyat (KUR), non-KUR, hingga kartu prakerja yang masih mempunyai sisa dana hingga Rp6,77 triliun; realisasi program PCPEN sebesar Rp28,75 triliun tidak dilakukan secara bertahap; hingga identifikasi sisa dana PCPEN 2020 yang masuk 2021.

"Pemerintah belum mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PCPEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PCPEN 2020 dan kegiatan PCPEN tahun 2020 yang dilanjutkan pada tahun 2021," kata Agung.

Di luar program PCPEN, BPK juga menemukan permasalahan lain yakni ada laporan pajak yang belum lengkap menyajikan hak negara sebesar Rp21,57 Triliun dan 8,26 juta US Dollar serta kewajiban negara minimal sebesar 16,59 triliun sesuai basis akuntansi aktual. BPK juga menemukan saldo piutang kadaluarsa yang tidak wajar sebesar Rp1, 75T.

BPK juga menemukan pelaksanaan penganggaran pertanggungjawaban belanja di luar PCPEN hingga Rp15,58T di 80 kementerian/lembaga. Temuan lain BPK juga mencatat ada realisasi pemindahbukuan anggaran dana abadi penelitian kebudayaan dan Perguruan tinggi Rp8,99T yang dititipkan pada rekening BLU dan lembaga pengelola dana pendidikan akibat minim regulasi.

BPK juga melihat tata usaha piutang pajak di Direktorat Jenderal Pajak belum memadai dan ketidakjelasan atas status tagihan penggantian dana talangan pengadaan tanah program strategis nasional (PSN) oleh badan usaha yang tidak lolos verifikasi BPKP.

Terakhir, BPK mendapati pemerintah belum menetapkan pedoman perhitungan kewajiban jangka panjang atas program pensiun. BPK berharap temuan tersebut bisa segera ditangani.

"Atas permasalahan yang dimuat laporan hasil pemeriksaan tersebut, kami merekomendasikan kepada pemerintah agar Menindaklanjuti dengan melakukan perbaikan pengelolaan dan pertanggungjawaban APBN di tahun yang akan datang," kata Agung.

Baca juga artikel terkait BPK atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti