Menuju konten utama
Kebijakan Energi

Jokowi Kebut Kendaraan Listrik, Memang Infrastrukturnya Sudah Siap?

Terlepas dari upaya Jokowi mempercepat peralihan kendaraan listrik, kesiapan infrastruktur menjadi pertanyaan besar.

Jokowi Kebut Kendaraan Listrik, Memang Infrastrukturnya Sudah Siap?
Presiden Joko Widodo (kanan) didampingi Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo (kiri) mengisi daya mobil listrik saat peresmian Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) Ultra Fast Charging di Central Parking Nusa Dua, Badung, Bali, Jumat (25/3/2022). ANTARA FOTO/Fikri Yusuf/aww.

tirto.id - Presiden Joko Widodo menerbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (Battery Electric Vehicle) untuk kendaraan operasional pejabat di pusat maupun daerah. Aturan tersebut diteken pada Selasa, 13 September 2022.

Inpres Nomor 7/2022 ditujukan ke kepada seluruh menteri di Kabinet Indonesia Maju, sekretaris kabinet, kepala staf kepresidenan, jaksa agung, panglima TNI, kepala kepolisian Indonesia, para kepala lembaga pemerintah non-kementerian, para pimpinan kesekretariatan lembaga negara, para gubernur, serta para bupati/wali kota.

Melalui Inpres itu, Jokowi memerintahkan agar setiap menteri hingga kepala daerah menyusun dan menetapkan regulasi untuk mendukung percepatan pelaksanaan penggunaan kendaraan listrik. Presiden juga menginstruksikan penyusunan alokasi anggaran untuk mendukung program tersebut.

Berdasarkan Inpres 7/2022, penggunaan kendaraan listrik sebagai kendaraan dinas pemerintah, dapat dilakukan melalui skema pembelian, sewa, dan/atau konversi kendaraan bermotor bakar menjadi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Moeldoko menjelaskan, penerbitan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 adalah bentuk komitmen besar Presiden Jokowi. Kepala negara ingin melakukan transformasi dari energi fosil ke energi terbarukan.

“Nah, untuk mewujudkan desain besar itu, pemerintah memulainya dengan melakukan transisi dan konversi kendaraan konvensional ke kendaraan listrik," kata Moeldoko, di gedung Bina Graha Jakarta.

Moeldoko mengatakan, penerbitan Inpres akan menjadi modal besar Indonesia sebagai garda terdepan dalam transisi energi. Keberadaan Inpres ini juga akan membuat Indonesia menjadi tokoh utama dalam upaya perubahan iklim.

Pemerintah sendiri telah berkomitmen memerangi perubahan iklim melalui Paris Agreement dengan mengurangi 29 persen emisi CO2 lewat upaya sendiri dan mengurangi 41 persen dengan dukungan internasional pada 2030.

Presiden Jokowi bahkan telah mengumumkan di acara Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa atau COP26 di Glasgow tentang bagaimana Indonesia melanjutkan upaya untuk mencapai emisi nol dengan meluncurkan mekanisme transisi energi, setra meluncurkan platform mekanisme transisi energi di pertemuan menteri keuangan G20, Juli lalu.

“Masak di saat negara lain berlomba-lomba menyelamatkan dunia dari ancaman perubahan iklim, kita hanya jadi penonton. Kita harus jadi aktor utama dan Inpres ini memberikan semangat untuk mewujudkan itu,” kata Moeldoko.

Dilakukan Secara Bertahap di Jakarta dan Bali

Dalam implementasinya, pelaksanaan Inpres Nomor 7 Tahun 2022 akan dilakukan secara bertahap di kota-kota besar, yakni Jakarta dan Bali. Secara prioritas kendaraan listrik itu akan ditujukan untuk Aparatur Sipil Negara (ASN) berada di lingkungan pusat maupun daerah masing-masing.

"Prioritas pertama tentu PNS, pemerintah lalu daerah-daerah, kota-kota besar khususnya Jakarta dan Bali. Bali ini kan yang dimulai dengan G20 dicoba digunakan di beberapa tempat menggunakan kendaraan listrik dan ada tempat-tempat pengisiannya," kata Wakil Presiden, Ma'ruf Amin.

Dia menjelaskan, nantinya dua daerah tersebut akan menjadi uji coba dalam penerapan instruksi Jokowi. Untuk diketahui, pemerintah menyediakan total 6.161 kendaraan delegasi dan pengamanan untuk mendukung rangkaian Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali.

Satu negara akan menggunakan 15 mobil listrik yang terdiri dari 10 rangkaian VVIP dan 5 rangkaian untuk pasangan kepala negara/pemerintahan. Untuk rombongan VVIP disiapkan 123 unit Genesis G80, bagi delegasi akan ada 246 unit Hyundai Ioniq 5, selanjkutnya untuk "lead car" akan ada 124 unit Hyundai Ioniq, dan pengamanan disiapkan 123 unit Lexus UX300e.

Masih ada juga 290 unit kendaraan motor untuk patroli pengawalan dan 300 unit Wuling Air EV sebagai kendaraan operasional.

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, penerbitan Inpres tersebut menjadi langkah promosi dilakukan Jokowi terhadap upaya Indonesia dalam peralihan ke kendaraan berbasis listrik. Karena secara tidak sadar, dengan banyaknya kementerian/lembaga dan pemda menggunakan kendaraan listrik, maka akan diikuti masyarakat lainnya.

“Tapi saya kira dengan ini dilakukan, maka ini akan menjadi etalase promosi ketika nanti kementerian lembaga semua banyak populasi mobil listrik atau kendaraan listrik," kata Mamit dihubungi Tirto.

Walaupun demikian, kata Mamit, promosi tersebut juga harus didukung dari kebijakan pemerintah. Misalnya jika populasi kensaraan listrik sudah meningkat, maka bagaimana kendaraan listrik ini bisa jadi lebih murah.

“Ini bisa dilakukan lewat kebijakan fiskal atau kebijakan lain dari pemerintah, sehingga harga bisa jadi lebih terjangkau," ujarnya.

Kedua terkait dengan desain. Mamit berharap ke depan desain kendaraan listrik ini bisa diterima oleh masyarakat luas. Dengan desain menarik, maka bisa meningkatkan populasi dari kendaraan listrik tersebut.

“Kalau sudah meningkat populasinya, otomatis bisa kurangi emisi gas rumah kaca karena penggunaan kendaraan berbahan bakar listrik ini jauh lebih sedikit pencemarannya dibandingkan dengan penggunaan BBM," jelasnya.

Infrastruktur Indonesia Sudah Siap?

Terlepas dari upaya Jokowi mempercepat peralihan kendaraan listrik, kesiapan infrastruktur menjadi pertanyaan besar. Mamit Setiawan melihat, infrastruktur ada saat ini belum begitu memadai.

“Seadainya kita mau menuju ke energi lebih bersih, pertama apakah infrastrukturnya sudah siap? Iya memang saat ini belum. Belum semuanya," kata Mamit.

Mamit mengatakan, kesiapan infrastruktur ini akan menjadi tugas berat bagi PT Perusahaan Listrik Negara atau PLN. Mulai dari memperbanyak Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) atau SPBU listrik, Instalasi Listrik Privat, dan fasilitas penukaran baterai

Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juli 2022, secara total baru terdapat sebanyak 332 unit Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum SPKLU/Charging Station di 279 lokasi publik dan juga terdapat 369 Unit SPBKLU/Battery Swap Station tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Termasuk di antaranya SPKLU/Charging Station di destinasi pariwisata, misalnya dalam rangka Presidensi G20 telah dibangun 24 Charging Station di 17 Lokasi di Pulau Bali (2 diantaranya adalah unit UltraFast Charging 200kW).

Selain itu, SPKLU juga telah dibangun di Kompleks Taman Wisata Candi Borobudur dan Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. Adapun rencana penambahan sampai akhir 2022 akan terbangun sejumlah 110 unit SPKLU PLN yang terbentang untuk membangun peta jalan nasional di seluruh Indonesia serta mendukung kegiatan KTT G20 di Bali.

Setidaknya di Bali, untuk puncak acara G20, Dirut PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, pihaknya sedang menyiapkan 70 unit SPKLU ultra fast charging dan 21 SPKLU fast charging di Bali. Sementara hingga 2025, pihaknya hendak siapkan 1558 SPKLU (Target Pembangunan SPKLU Dalam Renstra Kementerian ESDM Tahun 2020-2024).

“Karena yang pasti ini harus ditingkatkan infrastrukturnya oleh BUMN terkait, sehingga Inpres disampaikan Jokowi jika dipenuhi sudah siap secara keseluruhan infrastrukturnya," jelasnya.

Keuntungan Menggunakan Kendaraan Listrik

Namun terlepas dari ketidaksiapan infrastruktur, kendaraan lisrtik ini dinilai cukup menguntungkan. Karena kendaraan berbahan bakar listrik jauh lebih murah atau hemat dibandingkan dengan menggunakan bahan bakar minyak. Terlebih harga BBM saat ini telah mengalami penyesuaian.

Mamit mencontohkan motor listrik misalnya. Setiap 1 kWh baterai dapat menempuh jarak sekitar 40-60 km, tergantung kondisi jalan. Sedangkan motor BBM untuk setiap 1 liter dengan asumsi menempuh jarak yang sama, 40-60 km.

Sementara harga 1 kWh sekitar Rp1.700 sampai dengan Rp2.000. Sedangkan 1 liter Pertalite terbaru harganya Rp10.000, sehingga biaya pemakaian motor listrik hanya seperlima dari motor BBM.

“Saya kira dengan kondisi harga BBM sekarang mengalami kenaikan jauh lebih murah menggunakan listrik," kata dia saat dihubungi Tirto.

Mamit menambahkan, banyak keuntungan bagi masyarakat ketika menggunakan kendaraan listrik. Ia juga meminta masyarakat tak perlu khawatir ketika baterai listrik habis, apalagi PLN sudah memberikan diskon atau promo setiap pengisian di Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).

“Karena PLN ada promo kalau tidak salah berapa kWh cum 900. Ada promosi diberikan sehingga kalau dihitung-hitung jauh lebih murah menggunakan bahan bakar listrik dibandingkan dengan BBM," jelas dia.

Sementara itu, Moeldoko menambahkan pemerintah mendapatkan sejumlah keuntungan lain di luar transisi energi. Upaya transisi kendaraan bisa menjadi solusi subsidi BBM yang membengkak, menghemat devisa negara dan menciptakan kemandirian nasional selain mewujudkan target net zero emissions pada 2060.

“Kalau sebelumnya menggunakan kendaraan berbasis BBM yang berasal dari fosil dan mahal karena harus impor, sekarang digantikan kendaraan listrik yang lebih murah dan diproduksi dalam negeri energinya. Penghematan devisa negara bisa mencapai dua ribu triliun lebih," tutup Moeldoko yang juga sebagai Ketua Periklindo.

Baca juga artikel terkait KENDARAAN LISTRIK atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz