Menuju konten utama

Jokowi Geram: Urusan Pacul Masa Masih Impor?

Presiden Jokowi menilai praktik tersebut terus terjadi karena cangkul impor jauh lebih murah dibanding cangkul produksi dalam negeri.

Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat membuka Indonesia Banking Expo 2019 di Jakarta, Rabu (6/11/2019). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/hp.

tirto.id - Presiden Joko Widodo merasa geram karena Indonesia masih mengimpor pacul [cangkul]. Padahal, industri dalam negeri sudah bisa memroduksi pacul.

"Pak Roni dan Menteri Bappenas ini coba dibuat strategi mendesain industri-industri usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di negara kita, misalnya urusan pacul, cangkul, masa masih impor?" kata Presiden Jokowi dalam pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah 2019 di Jakarta, Rabu (6/10/2019).

Dalam sambutannya, Presiden Jokowi mengatakan dengan industri yang terus berkembang, Indonesia sudah seharusnya tidak perlu mengimpor pacil.

"Apakah tidak bisa didesain industri UMKM kita supaya 'kamu buat pacul, tahun depan saya beli'. Ini puluhan ribu cangkul, pacul dibutuhkan masih impor, apakah negara kita sebesar ini, industrinya berkembang, apa benar pacul harus impor? Ini tolong didesain, ini baru satu barang, barang lain masih ribuan," ungkap Presiden.

Dengan barang-barang sederhana yang masih diimpor, Jokowi menyebut akan menguntungkan negara asalnya. Hal itu tentu saja merugikan Indonesia, karena bisa menyebabkan defisit neraca perdagangan.

"Enak banget itu negara yang dimana barang itu kita impor. Kita masih defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan tapi impor yang seperti itu. Padahal kita sambil tidur bisa buat pacul," ungkap Presiden.

Presiden menilai praktik tersebut terus terjadi karena cangkul impor jauh lebih murah dibanding cangkul produksi dalam negeri.

"Impor enak banget, karena harga murah, artinya yang mengimpor untung lebih gede tapi lapangan kerja jadi hilang. Pengadaan barang dan jasa larinya harus bisa menciptakan lapangan kerja dan industri kecil sehingga petakan mana yang bisa diproduksi di dalam negeri secara utuh mana yang dirakit di sini dan mana yang impor. Ini harus dicek, kalau yang impor stabilo merah saja enggak usah," kata Presiden disambut tepuk tangan peserta rapat.

Presiden pun menilai meski neraca perdagangan Indonesia defisit tapi kementerian/lembaga masih hobi melakukan impor.

"Lah bagaimana kita masih senang impor padahal neraca perdagangan kita defisit, tapi kita hobi impor, kebangetan banget, uangnya milik pemerintah lagi, kebangetan kalau itu masih diterus-teruskan kebangetan," ungkap Presiden.

Presiden meminta kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) Roni Dwi Susanto untuk memprioritaskan produk dengan komponen lokal sangat tinggi agar didahulukan masuk ke e-catalogue.

"Persulit barang impar-impor, senangnya impar-impor kita, ini duit APBN, APBD, harga murah bukan patokan utama kalau murah tapi impor saya lebih senang barang lokal walau harga sedikit lebih mahal," tegas Presiden.

Berdasarkan data LKPP, pengadaan barang/jasa pemerintah sendiri secara langsung telah mendorong berputarnya roda ekonomi nasional.

Total belanja barang/jasa pemerintah pada periode 2015–2019 adalah sebesar Rp5.335 triliun. Dengan nilai penghematan sebesar Rp177,93 triliun dari proses pengadaan melalui e-tendering dan e-purchasing.

Baca juga artikel terkait IMPOR

tirto.id - Ekonomi
Sumber: Antara
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti & Antara