Menuju konten utama

Jokowi Didesak Segera Temukan Dokumen TPF Munir

Para pegiat HAM mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera menemukan dan mengungkapkan pada publik dokumen resmi laporan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM. Selain itu, Jokowi dinilai harus memerintahkan Jaksa Agung melakukan peninjauan kembali berdasarkan temuan laporan TPF sebagai novum baru.

Jokowi Didesak Segera Temukan Dokumen TPF Munir
Presiden Joko WIdodo (kiri) berdiskusi dengan Jaksa Agung Prasetyo terkait dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) kematian Munir di Istana Negara, Jakarta, Rabu (26/10). ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma.

tirto.id - Koalisi masyarakat sipil pegiat hak asasi manusia yang terdiri dari Imparsial, Kontras, LBH Jakarta, dan Setara Institute beserta mantan anggota Tim Pencari Fakta (TPF) Munir menggelar konferensi pers pada Kamis (27/10/2016). Mereka meminta pemerintahan Joko Widodo – Jusuf Kalla menemukan dan mengungkapkan kepada publik dokumen resmi laporan TPF kasus pembunuhan aktivis HAM Munir tersebut.

"Kami mendesak pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla segera menemukan dokumen resmi laporan TPF Munir dan mengungkapkannya kepada publik serta segera menindaklanjuti semua hasil laporan tersebut," ujar Direktur Eksekutif lembaga pemerhati HAM, Imparsial, Al Araf di Jakarta.

Seperti dilaporkan Antara, para aktivis tersebut menyatakan bahwa dokumen resmi yang disebut hilang itu harus ditemukan oleh pemerintahan saat ini. Presiden Joko Widodo juga dinilai harus memerintahkan Jaksa Agung melakukan peninjauan kembali (PK) atas kasus Muchdi PR.

Menurutnya, PK ini bisa dilakukan berdasarkan temuan laporan TPF atau fakta-fakta persidangan terkait kasus pembunuhan Munir sebagai novum baru. Al Araf bahkan menyebutkan Presiden Jokowi perlu mencopot Jaksa Agung jika tidak mau menyelesaikan kasus Munir dan tidak mau mengajukan PK atas kasus Muchdi PR.

Para pegiat HAM juga meminta presiden segera membentuk tim pencari fakta baru dengan kewenangan lebih kuat yang tidak hanya terdiri dari unsur pemerintah melainkan juga melibatkan unsur masyarakat. Sebabnya, menurut Hendardi selaku mantan anggota TPF Munir mengatakan, munculnya isu soal hilangnya dokumen TPF kasus Munir diduga kuat digunakan sebagai komoditas politik untuk kepentingan politik aktual saat ini.

Namun demikian, hikmah yang dapat diambil pegiat HAM menurut dia, dengan adanya isu hilangnya dokumen maka pegiat HAM dapat mendesak kembali kasus Munir diselesaikan. "… Makanya karena ada kasus hilangnya dokumen, bagi kami menjadi ada momentum untuk mengingatkan publik agar menolak lupa dan mendesak proses hukum kasus ini dituntaskan," jelas Hendardi.

Hendardi menekankan belum ditemukannya dokumen asli TPF Munir bukan alasan untuk tidak mengungkapkan salinan dokumen yang telah diterima pemerintah. "Saya kira kalau itu bisa diverifikasi sama dengan dokumen asli maka tidak ada alasan memperpanjang, meskipun dokumen asli tetap harus dicari," jelas Hendardi.

Sebelumnya, Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) memenangkan gugatan terhadap Kementerian Sekretariat Negara terkait permohonan agar pemerintah mempublikasikan laporan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.

Namun pemerintahan Jokowi menyatakan istana tidak memiliki dokumen laporan TPF tersebut. Dokumen itu disebut sejumlah pihak hilang di era kepemimpinan SBY. Kemarin, Rabu (26/10/2016) sore, SBY melalui mantan Mensesneg era kepemimpinannya yakni Sudi Silalahi telah menyerahkan salinan dokumen kepada pemerintahan Joko Widodo, demikian menurut paparan Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Johan Budi SP.

Baca juga artikel terkait LAPORAN TPF atau tulisan lainnya dari Yuliana Ratnasari

tirto.id - Hukum
Reporter: Yuliana Ratnasari
Penulis: Yuliana Ratnasari
Editor: Yuliana Ratnasari