Menuju konten utama

Jokowi: Dana Rp11.000 Triliun Tersimpan di Luar Negeri

Presiden Joko Widodo menyebut ada dana Rp11.000 triliun yang tersimpan di luar negeri. Dana-dana tersebut milik masyarakat dan perusahaan di luar negeri. Pemerintah akan mengupayakan agar dana-dana tersebut pulang ke Indonesia.

Jokowi: Dana Rp11.000 Triliun Tersimpan di Luar Negeri
Suasana sosialisasi Tax Amnesty di Kantor DPRD setempat, Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (4/12). Sosialisasi tersebut dilakukan untuk mendorong anggota dewan untuk melaporkan pajak serta harta kekayaannya sekali seumur hidup sebelum jatuh tempo pada akhir Maret 2017. ANTARA FOTO/Darwin Fatir/pd/16

tirto.id - Dana-dana orang Indonesia yang tersimpan di luar negeri bukan cerita baru, hanya angkanya yang masih simpang siur. Kali ini, Presiden Joko Widodo menyebut ada kurang lebih Rp11.000 triliun uang milik masyarakat dan perusahaan Indonesia yang disimpan di luar negeri.

"Kalau ada yang ngomong tidak percaya, saya buka datanya sekarang. Kalau diperbolehkan karena tidak diperbolehkan. Yang tahu saya, Menkeu, Dirjen Pajak, itu aturan mainnya," kata Presiden saat berbicara dalam acara sosialisasi amnesti pajak atau "tax amnesty" di Balikpapan, Senin (5/12/2016).

Dana tersebut lebih dari lima kali lipat dari nilai APBN Indonesia yang kini mencapai Rp2.000 triliun. Jika saja dana itu tersimpan di dalam negeri, maka sudah bisa dibayangkan bagaimana besarnya manfaat yang bisa diperoleh.

"Ini ada Rp11.000 triliun, bayangkan. Ngapain kita harus narik uang negara lain, uang kita sendiri ada, hanya mau atau tidak mau uang itu kita bawa ke dalam. Tapi memang syaratnya harus kita punyai agar yang memiliki uang merasa nyaman. membawa uangnya masuk," ungkap Jokowi di depan 3.000 peserta sosialisasi "tax amnesty" di Hotel Platinum Balikpapan, seperti dilansir dari Antara.

Pemerintah memang sudah berupaya menarik dana-dana asing itu ke Indonesia. Salah satunya dengan program amnesti pajak. Pada periode I program amnesti pajak, Jokowi mengungkapkan baru sekitar Rp143 triliun yang melakukan repatriasi.

"Yang repatriasi baru terakhir Rp143 triliun, kecil banget, sangat kecil. Masih sangat kecil. Buat saya masih kurang, masih ada uang yang besar di luar negeri," kata Presiden.

Presiden menyebut program amnesti pajak periode pertama merupakan yang paling berhasil di dunia.

"Coba lihat angkanya, pada periode pertama saja sudah 30,88 persen dari PDB kita, yang lain-lain di bawah 10 semua," ungkap Jokowi.

Sedangkan untuk uang tebusan telah mencapai Rp99,2 triliun yang menunjukkan masyarakat dunia usaha percaya pada pemerintah

Presiden Jokowi merasa optimistis terhadap potensi besar peserta amnesti pajak sehingga terus melakukan sosialisasi ke beberapa daerah.

"Kalau dilihat angkanya (peserta tax amnesty di Kalimantan) masih rendah sekali, artinya masih ada potensi yang besar. Kenapa kita muter terus (sosialisasi) potensinya masih gede," kata Presiden.

Ketika ditanya target amnesti pajak periode kedua, Presiden tidak bisa memberikan jawaban pasti karena dalam praktiknya menyangkut kesadaran masyarakat dalam mengungkap harta yang dimiliki dan membayar tebusannya.

"Kalau target, tahu-tahu kayak periode pertama siapa yang sangka, tapi kalau kita melihat yang ikut (sosialisasi) sebanyak ini, yang di Makassar juga membludak, sekarang juga sebanyak ini ya ini memberikan optimisme. Tapi ini kan menyangkut kesadaran orang," kata Presiden.

"Kalau kerja, itu kalau saya nggak pernah pesimis, harus optimis. Perkara nanti dapatnya berapa, ya kita harus bekerja keras," lanjutnya.

Presiden mengajak peserta sosialisasi yang hadir untuk ikut amnesti pajak karena telah memberikan keringanan denda pajak yang tertunggak.

"Kalau sudah tidak ada tax amnesty, pada akhir maret 2017, dendanya sangat tinggi sekali. Saya tidak nakut-nakuti tapi itulah aturan perpajakan yang ada," kata Presiden.

Baca juga artikel terkait AMNESTI PAJAK atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti