Menuju konten utama

Jokowi dan Amarah di Pelabuhan yang Kembali Berulang

Efektivitas dan efisiensi arus keluar masuk barang pelabuhan di Indonesia masih jauh dari harapan. Setahun lebih berlalu, masalah ini masih menyisakan pekerjaan yang belum tuntas. Ganti menteri ternyata tak kunjung memperbaiki masalah ini. Korban pencopotan jabatan bisa jadi terulang lagi.

Jokowi dan Amarah di Pelabuhan yang Kembali Berulang
Suasana aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (18/3). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.

tirto.id - “...Kalau sulit, bisa saja dirjennya saya copot, pelaku di lapangan saya copot, bisa juga menterinya yang saya copot.”

Ancaman ini keluar dari mulut Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat melakukan inspeksi mendadak (sidak) 17 Juni 2015 lalu di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Orang nomor satu di Indonesia ini sempat kesal saat bertanya berkali-kali kepada petugas pelabuhan karena tak mendapatkan jawaban yang memuaskan. Presiden Jokowi ingin mendapat penjelasan soal berapa lama waktu yang dibutuhkan sebuah barang semenjak dibongkar di kapal hingga keluar dari sebuah pelabuhan.

Semenjak itulah isu dwelling time menjadi bola panas yang mendera para pejabat atau menteri yang menanganinya. Sebulan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, yang waktu itu dijabat Indroyono Soesilo mengakui rapor merahnya. Pada Mei dwelling time Pelabuhan Tanjung Priok rata-rata baru mencapai 5,6 hari, jauh di bawah target 4,7 hari. Namun, capaian ini sudah lebih baik ketimbang pada Januari 2015, ketika dwelling time di Tanjung Priok sempat mencapai 8-9 hari.

Dua bulan setelah amarah Presiden Jokowi, Indroyono dicopot. Rachmat Gobel yang waktu itu menjabat sebagai menteri perdagangan, sebagai orang yang bertanggung jawab dalam proses izin di tahapan dwelling time juga kena coret Jokowi. Perkara ini juga menyeret pejabat eselon I kementerian perdagangan (Kemendag) hingga masuk ke jeruji besi.

Pergantian para pejabat terkait itu sedikit membuahkan hasil positif di Pelabuhan Tanjung Priok. Di atas kertas, arus barang di Priok bisa selesai dari sebelumnya 8-9 hari dipersingkat menjadi 3,2 hingga 3,7 hari. Namun, bukan Jokowi namanya kalau berpuas diri. Mantan Wali Kota Solo ini memerintahkan dwelling time ditekan lagi hingga 2 hari saja.

“Kalau Jakarta tidak ada masalah lagi. Sekarang sudah lebih cepat daripada sebelumnya. Dulu Kementerian dan lembaga yang berwenang di Pelabuhan Tanjung Priok belum memiliki standar waktu pelayanan,” kata Sekjen Gabungan Importir Seluruh Indonesia (Ginsi) Ahmad Ridwan Tento saat dihubungi tirto.id, Rabu (15/9/2016)

Pemerintah boleh berbangga dengan capaian yang sudah positif di Tanjung Priok, apalagi dunia usaha sudah mengakui perubahannya. Namun, capaian positif yang mulai terjadi Tanjung Priok tak menular di pelabuhan utama lainnya seperti Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Belawan Medan. Ini memastikan episode drama dwelling time belum akan berakhir.

Pekerjaan Baru Menanti

Bak sebuah drama yang memiliki episode lanjutan, kemarahan Presiden Jokowi terulang berselang hanya 455 hari semenjak sidak makan korban Juni tahun lalu. Pada 13 September, kekesalan Jokowi kembali memecah di lokasi yang sama. Namun kali ini yang menjadi sasaran tembak Presiden Jokowi adalah Pelabuhan Belawan Medan yang dikelola Pelindo I, dan Tanjung Perak, Surabaya oleh Pelindo III. Di dua pelabuhan ini, dwelling time masih lama. Dwelling time di Pelabuhan Belawan misalnya, masih dua kali dibandingkan dengan di Tanjung Priok

"Mau bersaing bagaimana kalau 7-8 hari. Ada 8 crane kok hanya satu yang beroperasi, apa ini ada tawar-menawar untuk pungli. Saya pastikan saya obrak-abrik,” kata Presiden Jokowi dengan wajah kesal.

Kemarahan itu memang bukan tanpa alasan. Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak merupakan pelabuhan utama di Indonesia yang menjadi urat nadi pergerakan barang masuk dan keluar di pusat-pusat pertumbuhan ekonomi nasional. Data Badan Pusat Statistik (BPS), dari lima pelabuhan utama yang ada di Indonesia, pada 2015 ada 3,7 juta ton barang yang dibongkar dan 231.947 ton barang yang dimuat.

Pelabuhan Tanjung Priok paling mendominasi kegiatan bongkar dan muat barang. Tahun lalu kegiatan bongkar dan muat barang di Priok masing-masing mengambil porsi 39 persen dan 41 persen. Pelabuhan Tanjung Perak dan Belawan untuk kegiatan bongkar masing-masing mengambil 14 persen dan 10 persen. Artinya tiga pelabuhan itu mengambil porsi kegiatan bongkar dan muat mencapai 63 persen dan 58 persen dari lima pelabuhan utama.

“Saya pikir memperbaiki Tanjung Priok, yang lain mengikuti, ternyata di Tanjung Priok sudah lumayan baik, di tempat lain masih 7-8 hari,” kata Presiden Jokowi geram.

Bola panas itu kini ada di tangan oleh Luhut Binsar Panjaitan sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman. Bedanya, kali ini Luhut memang di atas angin, Jokowi tak perlu sidak-sidak ke lapangan untuk melacak masalah di Pelabuhan Belawan dan Tanjung Perak. Luhut lah yang memasok informasi persoalan ini kepada Jokowi. Inilah yang tak dilakukan oleh pendahulunya, Rizal Ramli dan Indroyono Soesilo. Berkat laporan Luhut ini pula, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kapolri mengusut dugaan permainan pungli di Pelabuhan Belawan dan ke Tanjung Perak.

"Dwelling time memang eloknya dua tiga hari. Saat ini sekitar tiga sampai lima hari. Tempat lain kayak di Belawan (Medan) itu cukup lama. Saya kirim orang tanpa protokol ke sana, kadang 10 hari belum bisa masuk ke dalam," kata Luhut, seperti dilansir dari Antara.

Babak baru perbaikan dwelling time bakal belum berakhir. Tumbal-tumbal baru pejabat yang dicopot bisa saja mengulang peristiwa tahun lalu. Namun perlu diingat, selain dwelling time ada persoalan lainnya yang tak kalah penting, yaitu persoalan transportasi menuju dan keluar dari pelabuhan, baik darat maupun laut.

Tak Sekadar Dwelling Time

Capaian dwelling time pelabuhan-pelabuhan di Indonesia memang kalah jauh dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura. Di Singapura, dwelling time hanya butuh 0,5-1,5 hari saja, sedangkan di Pelabuhan Yokohama, Jepang cukup 2 hari. Bandingkan dengan di Tanjung Priok yang dianggap sudah membaik, angka dwelling time masih 3,2-3,7 hari. Malaysia lebih unggul dengan dwelling time rata-rata 2-3 hari.

Bicara dwelling time bisa dibilang perkara yang gampang-gampang susah. Jarak bibir dermaga dengan pintu keluar sebuah pelabuhan di Indonesia seperti Pelabuhan Tanjung Priok memang tak akan sampai berkilo-kilo meter, tapi bisa membuat sebuah barang bisa berhari-hari tak keluar gerbang pelabuhan hanya karena dwelling time yang bermasalah termasuk di dalamnya ada birokrasi hingga pungli yang melibatkan oknum. Persoalan lainnya setelah masalah dwelling time selesai, ada masalah lain yang menanti, yaitu infrastruktur.

Truk-truk dari pelabuhan di Tanjung Priok sering terjebak macet untuk menuju dan keluar pelabuhan. Ini merupakan masalah ketidakefisienan yang masih ada. Pemerintah memang sudah berupaya dengan membangun jalan akses tol Tanjung Priok. Sayangnya pembangunannya molor dari jadwal tuntas akhir 2015, baru bisa selesai 2017 karena kegagalan konstruksi.

“Bicara logistik bukan hanya dwelling time tetapi di daratnya juga ada. Permasalahan di jalanannya, biaya pelabuhan, biaya buruhnya, itu banyak sekali keterkaitannya,” kata Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Indonesia bidang Perhubungan Carmelita Hartoto.

Masalah lain yang sedang dicoba dipecahkan oleh pemerintah mengenai menyambungkan konektivitas antar pelabuhan. Sejak awal terpilih jadi presiden, Jokowi sudah mendengungkan apa yang disebut proyek “Tol Laut”. Sayangnya antara gagasan besar dan realita di lapangan belum berkesesuaian. Tol Laut Jokowi masih butuh pembuktian setelah setahun lebih berjalan

Arus barang pelabuhan di Indonesia merupakan bagian dari sistem logistik yang masih mahal. Logistik tak hanya berbicara soal pelabuhan saja namun juga transportasi pendukung hingga sistem gudang. Upaya membenahi pelabuhan khususnya dwelling time sebuah upaya penting tapi bukan tujuan akhir.

Persoalan orang-orang di dalam sistem juga sebuah masalah besar. Tahun lalu, isu dwelling time memakan korban bui hingga hilangnya jabatan selevel menteri. Apakah ikhwal dwelling time di Belawan dan Tanjung Perak akan memakan korban lagi?

Baca juga artikel terkait DWELLING TIME atau tulisan lainnya dari Suhendra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Suhendra
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti

Artikel Terkait