Menuju konten utama

Jokowi dan 6 Lembaga Digugat Soal Polusi Udara Jakarta Memburuk

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang gugatan soal polusi udara Jakarta yang buruk yang menggugat Presiden Jokowi dan enam lembaga terkait.

Jokowi dan 6 Lembaga Digugat Soal Polusi Udara Jakarta Memburuk
Sejumlah warga dengan masker mengikuti sidang perdana gugatan terkait polusi udara Jakarta di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (1/8/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan.

tirto.id - Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menggelar sidang gugatan soal polusi udara Jakarta yang buruk pada pukul 09.00 WIB, Kamis (1/8/2019).

Gugatan itu diajukan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Greenpeace Indonesia, Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), serta 31 orang yang tergabung dalam Gerakan Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta (Ibu Kota).

Mereka melayangkan gugatan warga negara atau citizen law suit pada sejumlah lembaga pemerintahan melalui PN Jakarta Pusat, 4 Juli lalu. Dasar aduan itu atas ketidakpuasan terhadap kualitas udara di DKI Jakarta yang dianggap makin memburuk dari hari ke hari.

Menurut Koordinator Tim Advokasi Gerakan Ibukota, Nelson Simamora, buruknya kualitas udara Jakarta ini disebabkan oleh parameter pencemar yang telah melebihi Baku Mutu Udara Nasional (BMUN) sebagaimana yang ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 dan Baku Mutu Udara Daerah Provinsi DKI Jakarta (BMUA DKI Jakarta) sebagaimana yang ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 551 Tahun 2001 tentang Penetapan Baku Mutu Udara Ambien dan Baku Tingkat Kebisingan di Provinsi DKI Jakarta.

Nelson memberikan contoh, angka konsentrasi PM 2,5 dari Januari hingga Juni 2019 adalah 37,82 μg/m3 atau 2 kali lebih tinggi dari standar nasional atau 3 kali lebih tinggi dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

"Mengapa hal ini begitu penting? Karena tingginya parameter pencemar yang melebihi baku mutu akan menimbulkan gangguan kesehatan. Setidak-tidaknya 58,3% warga Jakarta menderita berbagai penyakit yang diakibatkan polusi udara yang trennya terus meningkat setiap tahun yang menelan biaya pengobatan setidak-tidaknya Rp51,2 triliun," kata Nelson, Kamis (1/8/2019) pagi.

"Angka ini diprediksi akan semakin meningkat seiring memburuknya kualitas udara Jakarta apabila tidak ada langkah-langkah perbaikan dari para pengambil kebijakan," lanjutnya.

Gugatan itu ditujukan kepada tujuh lembaga pemerintahan yaitu Presiden Joko Widodo, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Gubernur Banten Wahidin Halim.

Kelompok ini menganggap para tergugat telah abai terhadap hak warga negara dalam menghirup udara sehat di Jakarta. Dengan polusi yang begitu tinggi, pemerintah dianggap belum melakukan langkah konkrit untuk menanggulanginya.

Permasalahan polusi tercatat pertama kali mencuat setelah situs penyedia data peta polusi daring kota-kota besar dunia, AirVisual menempatkan kualitas udara di DKI Jakarta menjadi salah satu yang terburuk di dunia.

Hal itu berdasarkan pengamatan pada pukul 08.00 WIB, Selasa (25/6/2019), angka polusi disebutkan mencapai 240 yang dikategorikan sebagai sangat tidak sehat.

Menurut ketentuan Kementerian Lingkungan Hidup, ISPU di Indonesia dibagi dalam lima tingkatan. Yakni Baik (0-51), Sedang (51-101), Tidak Sehat (101-199), Sangat Tidak Sehat (200-299), Berbahaya (300-3.000).

Melalui gugatan warga negara ini, para penggugat berharap Presiden dapat melakukan revisi PP 41/1999, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk melakukan supervisi terhadap para Gubernur dalam hal pengendalian pencemaran udara; Menteri Dalam Negeri untuk mengawasi, mengevaluasi, dan membina kerja para Gubernur dalam hal pencemaran udara.

Sementara itu, Menteri Kesehatan digugat untuk menghitung penurunan dampak kesehatan akibat pencemaran udara di 3 provinsi, Gubernur DKI Jakarta untuk melakukan pengawasan terhadap ketaatan setiap orang terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengendalian pencemaran udara dan/atau ketentuan dokumen lingkungan hidup, serta bagi para Gubernur untuk melakukan inventarisasi pencemaran udara, menetapkan status BMUD, serta menyusun dan mengimplementasikan Strategi dan Rencana Aksi Pengendalian Pencemaran Udara.

Lembaga peradilan melalui Majelis Hakim diharapkan dapat menjalankan fungsinya untuk memerintahkan pejabat pemerintahan yang lalai dalam melaksanakan kewajibannya, yang dalam kasus ini adalah kewajiban mengendalikan pencemaran udara. Hanya melalui pelaksanaan kewajiban tersebut, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, dalam hal ini udara bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945 bagi masyarakat Jakarta dapat terlindungi dan terpenuhi.

Baca juga artikel terkait POLUSI UDARA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Maya Saputri