Menuju konten utama

Jokowi Akui Ada 1 Perusahaan yang Kuasai 600 Ribu Hektare Tanah

Jokowi menyangkal jika dirinya yang memberikan konsesi atau izin itu kepada satu orang atau perusahaan.

Jokowi Akui Ada 1 Perusahaan yang Kuasai 600 Ribu Hektare Tanah
Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi dan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Muhammad Syaugi menyampaikan pernyataan resmi mengenai kecelakaan Kapal Motor Sinar Bangun di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Rabu (20/6/2018). ANTARA FOTO/Desca Lidya Natalia

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui, saat ini ada satu orang atau satu perusahaan yang menguasai ratusan ribu hektare lahan, mulai dari 200.000 hektare, 300.000 hektare hingga 600.000 hektare.

Hal itu disampaikan Jokowi saat memberikan sambutan pada pembukaan Musyawarah Nasional (Munas) VI Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) Tahun 2018.

“Itu adalah benar. Saya enggak akan bilang tidak,” kata Presiden Jokowi di Grand Ballroom Hotel JS Luwansa, Jakarta, Jumat (20/7/2018), sebagaimana dikutip Setkab.

Kendati demikian, Jokowi menyangkal jika dirinya yang memberikan konsesi atau izin itu kepada satu orang atau perusahaan. “Saya enggak pernah memberi 1 meter persegi pun kepada mereka,” ungkap Jokowi.

Untuk itu, Jokowi mengatakan bahwa hal tersebut merupakan tugas besar yang harus diselesaikan karena kesenjangan dan kemiskinan menjadi tantangan bersama.

“Menjadi tugas besar kita bersama agar yang namanya kesenjangan dan kemiskinan bisa diselesaikan dengan baik,” tutur Jokowi.

71 Persen Tanah Indonesia Dikuasai Korporasi

Berdasarkan data yang dimiliki Konsorsium Pembaharuan Agraria (KPA) menyebutkan 71 persen tanah di seluruh daratan di Indonesia telah dikuasai korporasi kehutanan.

Di samping itu, 23 persen tanah dikuasai oleh korporasi perkebunan skala besar, para konglomerat dan sisanya dimiliki masyarakat.

"Tercatat, rata-rata pemilikan tanah petani di pedesaan kurang dari 0,5 hektar dan tidak bertanah," ungkap Sekjen KPA, Dewi Kartika, melalui siaran pers yang diterima Tirto, Selasa (23/9/2017).

Menurut Dewi, persentase kenaikan jumlah petani yang tak sebanding dengan pertambahan areal pertanian itulah yang telah berkontribusi besar meningkatkan angka pengangguran.

Bahkan, tambah Dewi, hal ini juga menyebabkan semakin lebarnya jurang ketimpangan lantaran para petani itu beralih profesi menjadi buruh dengan upah murah.

"Per Maret 20017, data BPS mengatakan sebanyak 17,10 juta penduduk miskin hidup di pedesaan dan ditandai dengan terus naiknya indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan," imbuhnya.

Hal ini cukup ironis mengingat, reforma agraria telah dimasukkan sebagai salah satu prioritas kerja nasional yang terdapat pada butir ke-5 program Nawacita Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).

"Bahkan pada tahun 2016, Jokowi telah mengeluarkan Perpres No. 45/2016 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2017 yang menempatkan reforma agraria sebagai salah satu prioritas nasional dalam pembangunan Indonesia," ujarnya.

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Alexander Haryanto

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Alexander Haryanto
Editor: Alexander Haryanto