Menuju konten utama
Liburan Natal dan Tahun Baru

Jogja Macet saat Nataru & Cermin Buruknya Transportasi Publik

Djoko Setijowarno sebut solusi mengatasi kemacetan setiap liburan akhir tahun di Jogja adalah dengan optimalisasi transportasi publik.

Jogja Macet saat Nataru & Cermin Buruknya Transportasi Publik
Tugu Jogja di malam hari. foto/istockphoto

tirto.id - Libur natal dan tahun baru telah tiba. Daerah Istimewa Yogyakarta atau orang akrab menyebutnya dengan Jogja menjadi salah satu destinasi wisata pilihan yang banyak dikunjungi. Terlihat, semua arus lalu lintas menuju Jogja dipadati wisatawan yang sebagian besar dari luar kota. Terpantau dari nomor polisi kendaraan mereka bukan plat AB.

Meski hujan terus mengguyur di penghujung 2022, tapi wisatawan tidak pernah surut datang. Sebagian besar dari mereka pakai kendaraan pribadi, baik roda dua maupun roda empat. Bila menggunakan bus, mereka merupakan rombongan baik dari perusahaan atau sekolah yang menghabiskan waktu liburan.

Akibat kendaraan pribadi yang menumpuk, kemacetan mengular di hampir sepanjang ruas utama jalanan yang ada di Jogja. Terutama di jalanan menuju destinasi wisata dan perbatasan kota.

Dari pantauan sejumlah CCTV di Jogja pada Rabu (28/12/2022) terpantau kendaraan pribadi masih hilir mudik memasuki Jogja dengan panjang kemacetan hingga 500 meter. Kemacetan akan semakin panjang di jam kerja dari pukul 08.00 hingga 17.00, karena berbaur dengan warga Jogja yang masih bekerja dan belum mendapat jatah libur.

Meski tradisi akhir tahun ini selalu berulang, namun belum ada solusi konkret dari Pemprov DIY untuk mengatasinya. Bahkan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X hanya meminta warganya untuk tidak mengeluh atas kemacetan yang saban tahun terus terjadi. Menurutnya ini hanya ritual yang terjadi setahun sekali.

“Ya enggak usah ngeluh aja, ya seperti kemarin betul yang dikatakan pak siapa itu, kita jangan ngeluh, kita memasarkan wisata, orang sudah mau datang tapi kita ngeluh, ha pye. Ya jangan ngeluh kalua, kita memang berharap orang lain masuk ke Jogja sebagai wisatawan, ya sudah dilakoni ikhlas saja,” kata Sultan di Kantor Kepatihan, DIY.

Solusi pasrah dari Ngarso Dalem tersebut berbuntut pada pembuatan kebijakan anak buahnya di lapangan. Seperti disampaikan Kepala Dinas Kota Yogyakarta, Agus Arif yang menyebut tidak ada penutupan jalan. Wisatawan hanya diarahkan jalan lain yang lebih lengang agar tidak terjadi kemacetan.

“Jika dilakukan penutupan jalan, maka kedua lokasi tersebut akan dipadati oleh masyarakat untuk merayakan pergantian tahun dan membutuhkan waktu lebih lama agar bisa mengurai kepadatan jalan. Makanya, kami memilih untuk tidak melakukan penutupan jalan,” kata Agus Arif dikutip Antara.

Selain itu, Kepala Dinas Perhubungan DIY, Ni Made menambahkan, akan ada 1.275 kendaraan, terdiri dari AKAP (Antar Kota Antar Provinsi), AKDP (Antar Kota Dalam Provinsi), pariwisata, taksi, dan Trans Jogja. Kemudian angkutan kereta api terdapat 71 rangkaian reguler, dan ada tambahan 24 rangkaian. Sehingga total ada 95 rangkaian kereta api yang akan melayani masa libur natal dan tahun baru ini.

“Kesiapan dari pengendalian transportasi di libur Natal 2022 dan Tahun Baru 2023 ini adalah pendirian posko pelayanan dan monitoring arus lalu lintas, penyiapan jalur-jalur alternatif dengan fasilitas pendukung sarana dan prasarana jalan, antisipasi lonjakan lalu lintas kendaraan menuju objek wisata dengan manajemen rekayasa lalu lintas,” kata Ni Made dalam Press Conference Persiapan Hari Natal 2022 dan Tahun Baru 2023.

Meski ada penambahan transportasi umum, namun dalam catatan Dinas Perhubungan DIY, pada Rabu (28/12/2022) tercatat ada 470.072 kendaraan yang masuk ke Jogja. Jumlah itu lebih besar dibandingkan angka kendaraan yang keluar dari Jogja sebesar 439.003 di waktu yang sama.

Catatan tersebut merupakan rekapitulasi sejak dimulainya libur Natal dan tahun baru pada 24 Desember 2022.

WAJAH BARU NOL KILOMETER YOGYAKARTA

Wisatawan mancanegara berfoto dengan mahasiswa arsitektur yang sedang menggambar di kawasan Titik Nol Kilometer, DI Yogyakarta, Kamis (2/11/2017). ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah

Adapun jumlah kendaraan yang masuk terbagi dalam beberapa moda transportasi dan sebagian besar adalah kendaraan pribadi. Sepeda motor sebagai moda transportasi pribadi menjadi angka tertinggi yang masuk ke Jogja sebanyak 41.953. Adapun yang keluar terlihat kontras karena hanya 27.668.

Selain itu, moda transportasi lain yang masuk ke Jogja ada mobil sebanyak 20.637, kemudian bus 861, dan diikuti truk sebanyak 1.359.

Jumlah itu diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan mendekatnya malam tahun baru pada Sabtu (31/12/2022) dan Minggu (1/1/2023). Hal itu menunjukkan moda transportasi publik yang ada di Jogja masih belum mencukupi kebutuhan wisatawan sehingga menjadi penyebab kemacetan dan penumpukan kendaraan di sejumlah ruas jalan terutama area wisata.

Di Jogja sendiri, kendaraan umum paling populer hanyalah Trans Jogja. Adapun armada lainnya seperti Kopata, Aspada, Kobutri, dan Puskopkar sudah hilang kalah dengan persaingan ojek dan transportasi daring. Adapun Damri hanya di rute tertentu dan kebanyakan melayani penumpang untuk menuju Bandara Yogyakarta International Airport.

Permasalahan minimnya kendaraan umum yang melintas berujung pada penumpukan kendaraan di Jogja tidak hanya berimbas pada kemacetan di jalan raya, tapi juga menjamurnya parkir liar di sejumlah wilayah. Tidak hanya 'memakan' trotoar yang diperuntukkan bagi pejalan kaki, tapi juga bahu jalan yang sebetulnya diperuntukkan untuk kendaraan.

Akibatnya, tidak heran sejumlah jalan menuju tempat wisata sudah menjadi hal biasa bila jalan yang digunakan harus dibagikan kepada tukang parkir musiman.

Bagi masyarakat Jogja yang melihat hal ini hanya bisa sabar. Mengingatkan kembali kepada petuah Ngarso Dalem, bahwa hal ini hanya terjadi setahun sekali.

Trans Jogja Belum Jadi Solusi Mengatasi Semrawutnya Kemacetan

Catur Rini (27) sebagai perantau asal Kediri dan hobi wisata di Jogja, enggan memilih moda transportasi publik seperti Trans Jogja hanya karena satu alasan: tidak tepat waktu. Sebagai seorang pekerja di salah satu rumah sakit dengan jadwal libur yang tak menentu, menurutnya efisiensi waktu adalah segalanya dan tak bisa tergantikan oleh tiket murah Trans Jogja. Sebagai solusi dia memilih naik motor maticnya untuk berwisata keliling Jogja.

“Sekarang Trans Jogja jarang sesuai jadwal, jadi kalau ada penumpang baru jalan. Jadwalnya ternyata beda dengan yang ada di website atau aplikasi,” kata Catur.

Ia juga memiliki pengalaman buruk terhadap Trans Jogja. Menurutnya bus yang disubsidi APBD tersebut belum ramah penumpang. Sopirnya kerap ugal-ugalan dalam berkendara.

“Sebagai orang yang sering mabuk perjalanan, hal itu menjadi kendala membuat pusing,” jelasnya.

Cerita serupa disampaikan Yosafat Diva Bayu Wisesa (24). Sebagai seorang pekerja harian Ibu Kota, dia memilih menyewa kendaraan seperti motor atau mobil dibanding naik Trans Jogja untuk berkeliling area wisata. Karena Trans Jogja tidak melayani perjalanan di area wisata yang dia tuju.

“Saya lebih memilih menyewa motor, hanya Rp75 ribu perhari dan bisa keliling ke mana-mana," kata Yosafat.

Ia pernah ingin mencoba berpindah menggunakan kendaraan umum, namun hal itu jarang ditemukan di Jogja seperti angkot atau semacamnya. Hingga akhirnya dia memilih naik transportasi daring atau memesan becak.

“Akhirnya kita memilih naik becak, tapi saya sadar itu juga membuat kemacetan karena badan becak yang besar dan menutupi jalan," jelasnya.

Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Teknologi Transportasi, Yuni Karuniawati menyebut pihaknya sudah melakukan sejumlah evaluasi terhadap layanan Trans Jogja. Sayangnya, banyak wisatawan yang berkunjung ke Jogja belum mengetahui layanan transportasi publik tersebut. Sehingga lebih banyak wisatawan yang datang ke Jogja menggunakan kendaraan pribadi dibanding transportasi publik untuk berkunjung dari satu destinasi ke destinasi lainnya.

“Di DIY transportasi publiknya sudah memadai. Angkutan Trans Jogja sudah melayani ke 25 kecamatan dengan cukup baik. Hanya mungkin karena wisatawan itu sendiri dari luar yang belum memahami angkutan umum di Jogja," terangnya.

Yuni mengklaim bahwa ada integrasi transportasi di setiap objek wisata. Sehingga setelah turun dari Trans Jogja, pelancong bisa menggunakan kendaraan tradisional seperti becak atau andong.

“Kemudian juga ada angkutan tradisional yang mendukung wisata itu sendiri," jelasnya.

Menjadikan Trans Jogja Moda Publik Pilihan

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Djoko Setijowarno menyebut, solusi mengatasi kemacetan di setiap liburan akhir tahun adalah dengan optimalisasi transportasi publik. Namun dia menegaskan, optimalisasi transportasi publik di Jogja harus dimulai dari pembiasaan warganya sehingga para pendatang atau wisatawan bisa mengikuti ritme tersebut.

“Harus dimulai dari warganya. Masalahnya saat ini mereka sudah terbiasa naik kendaraan pribadi, ada yang bawa motor dari kecil, sehingga tidak terbiasa naik kendaraan umum. Coba kita lihat Trans Jogja hanya dinaiki oleh satu atau dua orang saja," kata Djoko.

Selain itu, Djoko meminta Pemda DIY melakukan pemetaan di setiap wilayah yang menjadi destinasi wisata atau penginapan. Agar setiap wisatawan selalu terhubung dengan tujuannya masing-masing.

"Perlu ada penataan agar bus-bus bisa melewati penginapan. Memang ini bukan kebijakan mudah untuk memindahkan orang dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum," jelasnya.

Pengamat Transportasi Institut Studi Transportasi, Darmaningtyas menambahkan, pihak Dishub Jogja harus kembali mengatur integrasi transportasi publik di DIY. Ia mencontohkan dua stasiun di Jogja yang tidak langsung terhubung pada kendaraan umum, sehingga wisatawan lebih memilih menyewa mobil atau motor untuk menuju penginapan masing-masing.

“Kalau kita lihat Stasiun Tugu dan Lempuyangan memiliki dua masalah, yaitu jauh dari halte Trans Jogja dan jalan utamanya satu arah. Sehingga membuat wisatawan harus berjalan jauh untuk memutar ke tujuan penginapannya. Selain itu jarak dengan halte Trans Jogja juga tergolong jauh dan mereka memilih memesan transportasi daring atau menyewa kendaraan di sekitar stasiun,” jelasnya.

Darmaningtyas menyindir permasalahan transportasi publik di Jogja selalu terulang dan menumpuk di setiap liburan. Padahal, Jogja memiliki banyak ahli transportasi yang sekelas profesor di sejumlah kampus.

“Seharusnya dibuatkan pilihan transportasi kepada wisatawan, sehingga kemacetan bisa teratasi. Kalau tidak nanti ini menjadi masalah dan menyebabkan penurunan jumlah wisatawan di waktu yang akan datang. Padahal ada banyak solusi untuk mengatasi masalah ini, karena di Jogja sendiri ada banyak ahli transportasi dibanding wilayah lainnya," terangnya.

Baca juga artikel terkait LOKASI WISATA DI JOGJA atau tulisan lainnya dari Irfan Amin

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Irfan Amin
Penulis: Irfan Amin
Editor: Abdul Aziz