Menuju konten utama

Jika Sandi Disebut Ulama, Preman Bersorban pun Bisa Dilabeli Ulama

Gelar ulama diberikan masyarakat bukan sekadar kepada orang yang menguasai ilmu agama, tapi juga mampu mengamalkannya.

Jika Sandi Disebut Ulama, Preman Bersorban pun Bisa Dilabeli Ulama
Bakal Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno berdialog dengan sejumlah komunitas dan pengusaha muda di Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, Kamis (13/9/2018). ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/kye/18

tirto.id - Pelabelan "ulama" kepada bakal calon wapres Sandiaga Salahuddin Uno menuai kritik. Sebab pemberian status sosial keagamaan seperti ulama tak bisa dilakukan serampangan.

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Baidlowi menegaskan jika pemberian label ulama dilakukan seenaknya, maka akan berdampak buruk.

“Bahkan mungkin preman pun bisa disebut ulama kalau dipakaikan sorban. Ini zaman memang semuanya sudah terbalik-balik,” kata Masduki kepada reporter Tirto, Rabu (19/9/2018).

Masduki menuturkan sosok ulama ialah, orang yang mengerti persoalan agama dan tidak semata hafal ayat-ayat suci Alquran maupun hadis. Namun keahliannya terkait agama juga harus diimplementasikan dalam kesehariannya. Maka dari itu tak sembarang orang bisa diberi gelar keagamaan sebagai ulama.

“Itu namanya politik praktis karena sudah mau pemilu dan pilpres lalu jadilah mereka seakan ulama atau kiai,” sindir Masduki.

”Apalagi misalkan hanya ingin mengandalkan ijtima ulama lalu orang diberi sorban dan lantas menjadi ulama, enggak bisa begitu.”

Pendapat lain dikemukakan Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah Dadang Kahmad. Menurutnya gelar keagamaan sebagai ulama merupakan predikat yang didapat dari pengakuan masyarakat atau institusi tertentu.

"Katakanlah lulusan pesantren tertentu atau perguruan tinggi agama seperti UIN sampai S3 atau S2. Jadi ulama ada pengakuan dari masyarakat atau lembaga tertentu," ujar Dadang kepada reporter Tirto.

Dadang berujar tak ada kualifikasi khusus yang harus dipenuhi agar bisa disebut ulama. Bisa saja seseorang dianggap ulama oleh pihak tertentu, meski tak diakui oleh kelompok lainya.

"Tapi kalau konteksnya ulama dalam arti pemimpin keagamaan ya menurut Muhammadiyah dia harus punya latar belakang keilmuan dan keagamaan yang tinggi. Perilakunya juga harus mencerminkan ilmunya," ujarnya.

Infografik CI Pengertian Ulama

Meredam Hasrat Politik

Peneliti Studi Islam Zacky Khairul Umam menganggap gelar keagamaan seperti ulama tak bisa distandardisasikan melalui pembentukan lembaga khusus. Sebab menurutnya Indonesia bukan negara yang berlandaskan agama dengan struktur keulamaan seperti Iran.

Alternatif ruang bagi standardisasi ulama di Indonesia, menurut Umam ialah forum gabungan organisasi keagamaan seperti NU dan Muhammadiyah. Dia menilai kedua organisasi tersebut pantas menentukan siapa yang patut disebut sebagai ulama.

"Merekalah yang perlu bertanggung jawab atas merebaknya label ustaz dan ulama yang kian diobral habis sesuai dengan hasrat politik yang nir-asketik sama sekali," ujar Umam kepada reporter Tirto.

Umam juga menyindir penggunaan gelar keagamaan yang dilakukan kubu Prabowo-Sandiaga untuk amunisi bersaing dalam Pilpres 2019. Menurutnya daripada sibuk memberikan gelar ulama, lebih baik para politikus fokus mendermakan hartanya untuk menguatkan institusi keilmuan. Misalnya menyumbang perpustakaan, wakaf pendidikan, hibah penelitian, ataupun pemberian beasiswa mahasiswa S2 dan S3.

“Hanya dengan cara itu Sandi patut diacungi jempol. Selebihnya gelar ulama hanyalah 'siasat kura-kura’ saja," ujar Umam.

Baca juga artikel terkait LABEL ULAMA atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Dieqy Hasbi Widhana