Menuju konten utama

JIAD: Imbauan MUI Jatim Melarang Salam Lintas Agama Tidak Mengikat

Jaringan Islam Anti Diskriminasi menilai imbauan MUI Jatim "tidak mendewasakan model keberislaman Indonesia".

JIAD: Imbauan MUI Jatim Melarang Salam Lintas Agama Tidak Mengikat
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini (ketiga kanan) didampingi Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho (kanan) bersama sejumlah tokoh lintas agama berdoa bersama di pintu gerbang Polrestabes Surabaya, Jawa Timur, Selasa (14/5/2019). ANTARA FOTO/Didik Suhartono/pd.

tirto.id - Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) merespons imbauan MUI Jawa Timur bersifat “tidak mengikat”.

"Bisa diikuti, bisa tidak," kata Koordinator JIAD Aan Anshori lewat keterangan tertulis yang diterima redaksi Tirto, Senin (11/11/2019) malam.

Imbauan yang ditandangani Ketua MUI Jatim KH Abdusshomad Buchori ini menyatakan umat Islam cukup mengucapkan kalimat “assalaamu'alaikum. Wr. Wb”

Maka, menurut imbauan bernomor 110/MUI/JTM/2019 itu, “umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat (keragu-raguan) yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya.”

MUI Jawa Timur mengimbau pejabat Indonesia, khusunya bagi yang beragama Islam, agar tidak mengucapkan salam lintas agama. Ia melarang pejabat mengucapkan salam dari agama Buddha, Hindu, Kristen, di antara agama-agama resmi lain di Indonesia.

Menurut MUI Jawa Timur, pengucapan salam pembuka menurut Islam “bukan sekadar basa-basi tetapi doa.”

Sehingga, menurutnya, “mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu, minimal mengandung nilai syubhat yang patut dihindari.”

Aan berpendapat imbuan itu tidak mendewasakan model keberislaman Indonesia dalam semangat kebangsaan dan penghormatan atas perbedaan. Apalagi saat ini praktik keagamaan di Indonesia dilanda intoleransi.

"MUI Jawa Timur secara tidak sadar seperti tengah mengerdilkan religiusitas Islam Indonesia," katanya.

Jika faktor ibadah yang dijadikan patokan MUI Jawa Timur, ujar Aan, menjadi penting untuk memperluas cakupan ibadah.

“Mempersilakan pemeluk agama lain mengucapkan Assalamualaikum atau muslim(ah) menyatakan salam milik agama lain justru menjadi bagian dari ibadah wathaniyyah dan insaniyyah,” ujar Aan merujuk prinsip dasar warga negara yang menghormati perbedaan dan mengakui manusia adalah saudara.

Aan berkata seharusnya kedua prinsip itu menjadi arah utama keislaman Indonesia di mana MUI Jatim bisa memainkan peranan.

Ia menilai pandangan MUI Jawa Timur mengenai kekhawatiran Allah akan murka jika mencampuradukkan salam merupakan hal berlebihan.

"Karena Allah jelas lebih agung, lebih bijaksana, lebih pemurah, dan lebih toleran dari yang kita persepsikan. Apa ada yang lebih diinginkan Allah ketimbang melihat ciptaannya hidup rukun tanpa kecurigaan dan ketidakdewasaan prasangka?" kata Aan.

Aan menegaskan Alquran tidak pernah memerintahkan atau melarang seseorang menggunakan salam milik agama lain. Justru Alquran menyatakan setiap umat Islam harus menjadi rahmat bagi alam semesta dengan cara berbuat adil (adl) dan lebih baik (ihsan), ujarnya.

“Mengucapkan salam milik agama lain dengan semangat memupuk persaudaraan lebih baik ketimbang bersikukuh menganggap implementasi agama sendiri lebih baik ketimbang yang lain,” katanya.

"Untuk itu, kami mengajak setiap orang, termasuk pejabat publik, utamanya yang beragama Islam, untuk terus merawat keberagaman Indonesia, salah satunya dengan cara tidak ragu saling menggunakan salam agama lain,” kata Aan.

Baca juga artikel terkait SALAM LINTAS AGAMA atau tulisan lainnya dari Haris Prabowo

tirto.id - Politik
Reporter: Haris Prabowo
Penulis: Haris Prabowo
Editor: Fahri Salam