Menuju konten utama

Jelaskan Makna Keonaran, Ratna Sarumpaet: Seperti Kasus Mei 1998

Menurut Ratna, peristiwa yang bisa disebut keonaran apabila terjadi kekerasan fisik dan menimbulkan korban jiwa seperti kerusuhan Mei 1998.

Jelaskan Makna Keonaran, Ratna Sarumpaet: Seperti Kasus Mei 1998
Terdakwa kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoaks Ratna Sarumpaet membacakan pledoi dalam sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (18/6/2019). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/wsj.

tirto.id - Terdakwa kasus penyebaran berita bohong, Ratna Sarumpaet tidak terima jika dia dituntut menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran. Ratna memang mengaku menyebarkan hoaks, tapi tidak sampai membuat keonaran.

"Keonaran yang saya tahu dan diketahui secara umum adalah terjadinya kerusuhan atau amukan massa yang hanya bisa dihentikan oleh aparat kepolisian,” kata Ratna dalam sidang pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (18/6/2019).

Menurut dia, peristiwa yang bisa disebut keonaran apabila terjadi kekerasan fisik dan menimbulkan korban jiwa seperti kerusuhan Mei 1998.

“Seperti terjadi pada peristiwa Mei 1998, di mana ada korban jiwa, terjadi benturan fisik, ada kendaraan rusak dan ada fasilitas umum yang dirusak, dan kepolisian bertindak untuk mengamankannya,” ungkap dia.

Ratna juga tidak mengerti letak peristiwa keonaran yang disebabkan oleh berita bohongnya. Sehingga, ia menilai, terlalu berlebihan bila perbuatannya disebut menyebabkan keonaran.

"Pertanyaan saya, lalu di mana dan pada saat kapankah telah terjadi kerusuhan akibat

kebohongan saya?" katanya.

"Kebohongan yang saya lakukan sangat jauh dari menimbulkan rasa kebencian dan permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan SARA," lanjut dia.

Sementara itu, salah satu Jaksa Penuntut Umum, Daroe Tri Sardono tak sepakat dengan yang disampaikan Ratna. Daroe dan tim JPU tetap menilai Ratna telah membuat keonaran seperti yang termaktub dalam Pasal 14 ayat (1) UU Nomor 1 tahun 1946.

Pasalnya, kata dia, keonaran di media sosial pun bisa dikategorikan melanggar hukum. "Perspektif kami mengatakan keonaran itu ada. Dan keonaran itu kan ada leveling-nya. Tidak harus diartikan ada kerusuhan, bakar-bakaran, tidak harus demikian," tegas Daroe.

Untuk Daroe mengatakan, JPU akan menjawab pernyataan Ratna dalam sidang replik yang dilaksanakan pada Jumat (21/6/2019) nanti.

Baca juga artikel terkait KASUS RATNA SARUMPAET atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Alexander Haryanto