Menuju konten utama

Jejak Rahmat Himran, dari Pengepungan YLBHI Hingga Puisi Sukmawati

Nama Rahmat Himran pernah bersinggungan dengan pelaporan Nikita Mirzani hingga Sukmawati.

Jejak Rahmat Himran, dari Pengepungan YLBHI Hingga Puisi Sukmawati
Rahmat Himran. FOTO/Istimewa

tirto.id - Kontroversi pembacaan puisi berjudul “Kamu Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana?” karya A. Mustofa Bisri yang dibacakan calon gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo turut mengerek nama Rahmat Himran. Ia adalah Ketua Forum Umat Islam Bersatu (FUIB) yang berencana mempolisikan Ganjar karena menilai salah satu bait dalam puisi yang dibacakan kader PDIP itu menyinggung suara azan: panggilan salat bagi umat Islam.

Sebelum merealisasikan rencananya, Rahmat justru dilaporkan balik oleh tim kuasa hukum pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen ke Polda Jawa Tengah. Rahmat dinilai telah menyebarkan kebencian bernuansa SARA sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Rahmat bukan baru pertama dilaporkan ke polisi. Artis Nikita Mirzani pernah melaporkannya ke Polda Metro Jaya pada 9 Oktober 2017. Saat itu Rahmat yang berposisi sebagai ketua Gerakan Pemuda Anti Komunis (Gepak) melaporkan Nikita ke Subdit Cybercrime Ditreskrimsus Polda Metro Jaya karena ia anggap telah menghina Gatot Nurmantyo sebagai Panglima TNI. Nikita merasa laporan Rahmat yang dibeberkan ke awak media telah mencemarkan nama baiknya.

Rahmat juga pernah menjadi korlap Gerakan Tangkap Ahok (GTA). Pada Maret 2016 ia membawa dukun dari Jawa Barat dan Bali untuk meruwat KPK yang menurutnya tidak berani menindak Ahok dalam kasus dugaan korupsi di Rumah Sakit Sumber Waras. Dalam posisinya sebagai koordinator aksi unjuk rasa Badan Rakyat Anti Korupsi (Barak) Rahmat juga pernah mendesak Erick Thohir mundur dari jabatan Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia tahun 2017.

Rahmat juga pernah mendesak Polri untuk membubarkan ormas anti Pancasila. Saat itu ia berperan sebagai koordinator Aliansi Penegak Amanat Pancasila. Jabatan itu diperolehnya hanya beberapa bulan berselang semenjak menjadi koordinator Barak.

Belum cukup di situ, Rahmat juga mendaku diri sebagai anggota Presidium 313 (31/3/2017) yang punya misi menurunkan Ahok dari jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta. Selain itu, Rahmat juga pernah berperan sebagai Ketua organisasi kepemudaan Brigade Pelajar Islam Indonesia.

Terakhir, sebelum rencana pelaporan Ganjar ia sampaikan ke media, Rahmat juga melaporkan Sukmawati Sukarnoputri karena puisi “Ibu Indonesia” yang dianggap menghina Islam. “Pernyataan kami [FUIB] memang murni untuk menjaga marwah perjuangan untuk tetap fokus pada isu-isu keumatan terutama pada isu-isu penistaan agama,” kata Rahmat saat dihubungi Tirto.

Infografik Current Issue ISU agama Di Pilkada 2018

Jika sebelumnya ia banyak melaporkan, kali ini giliran Rahmat dilaporkan ke polisi. Namun, Rahmat mengaku tidak gentar dengan pihak-pihak yang melaporkan balik dirinya ke polisi. Ia yakin apa yang dilakukannya benar. “Enggak apa-apa kalau memang naik [laporannya ke penyidikan] ya hadapi. Kalau dapat panggilan, saya datang sebagai warga negara yang baik taat kepada hukum, kami datang,” ujarnya.

Bagi Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Alghiffari Aqsa nama Rahmat tidaklah asing. Pada Minggu 17 September 2017 hingga Senin 18 September 2017) lalu Rahmat menjadi salah satu inisiator pengepungan kantor LBH Jakarta yang berada di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) kawasan Menteng, Jalan Diponegoro, Jakarta.

“Peristiwa itu semacam klimaks dari impunitas penuntasan kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966 dan mundurnya demokrasi,” kata Alghiffari kepada Tirto Rabu (11/4).

Rahmat menyebarkan ajakan mengepung gedung YLBHI di Facebook. Ia menuding gedung YLBHI sedang digunakan untuk kegiatan kader Partai Komunis Indonesia (PKI). Aksi pengepungan gedung YLBHI itu kemudian berujung bentrok antara massa pengepung dengan aparat kepolisian. Setelah bentrokan itu Rahmat menghilang. Sebuah akun Facebook bernama Orinna Leiazarine Salsabila sempat membuat informasi bahwa istri Rahmat tak bisa menghubungi suaminya. Namun sehari kemudian, Selasa 19 September 2017 pagi Rahmat muncul. Ia mengaku sedang berada di kantor polisi mendampingi belasan orang yang ditangkap polisi karena terlibat bentrokan.

Anehnya pihak Polda Metro Jaya malah tidak mengetahui keberadaan Rahmat. Meski mengakui menyebarkan informasi untuk menggelar aksi di gedung YLBHI, Rahmat membantah informasi yang ia sampaikan bersifat hoax. Alghiffari menyayangkan lambatnya aparat polisi menjadikan Rahmat sebagai tersangka. Mestinya, kata Alghiffari, polisi segera menangkap Rahmat tanpa mesti menunggu laporan. Sebab aksi pengepungan gedung YLBHI nyata-nyata telah menimbulkan kericuhan yang berakibat pada rusaknya sejumlah properti gedung. “Terlebih polisi di lapangan dan polisi beberapa orang sudah menjadi korban,” kata Alghiffari.

“LBH Jakarta sudah mengirimkan surat ke polisi terkait perkembangan kasus ini, tapi tidak ada balasan.”

Alghiffari memandang, Rahmat selalu terlibat dalam aksi intoleransi dan pembubaran diskusi. Dalam kasus pengepungan YLBHI saja, Rahmat sudah melakukan pelanggaran dengan menyebarkan berita bohong, tidak membubarkan diri ketika diminta aparat dalam posisinya sebagai korlap, dan dugaan menyuruh dan menggerakkan massa untuk melakukan pengrusakan. “Kesannya polisi justru membiarkan. Jangan sampai Indonesia dirusak oleh orang-orang yang anti demokrasi,” katanya lagi.

Saat dikonfirmasi Tirto, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono hanya menjawab singkat soal keluhan Alghiffari. “Nanti saya cek dulu,” katanya.

Baca juga artikel terkait PILGUB JAWA TENGAH 2018 atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Muhammad Akbar Wijaya