Menuju konten utama

Jawaban Atas Buramnya Dunia adalah Lasik

Lasik menjadi solusi untuk mata minus, plus, atau silinder.

Jawaban Atas Buramnya Dunia adalah Lasik
Operasi lasik. FOTO/REUTERS

tirto.id - Karina Britalia pertama kali menggunakan kacamata saat duduk di bangku kelas 6 SD. Ketika itu, minusnya masih seperempat. Namun, lama-lama minusnya naik menjadi 1,5, ditambah 2 silinder. Akhirnya, pada 2010 perempuan yang gemar membaca komik ini memutuskan untuk lasik.

Kala itu, lasik belum sepopuler sekarang, meski beberapa rumah sakit sudah menyediakan prosedur lasik di Indonesia. Karina memilih melakukan lasik di Malaysia, apalagi saat itu ia memang sedang menetap di Johor.

“Awalnya takut. Tapi lihat adikku lebih dulu lasik dan hasilnya memuskan, aku ikut,” ceritanya. Ketakutannya pun buyar ketika merasakan operasi singkat selama 15 menit, tanpa rasa sakit sedikit pun.

Lasik, akronim dari laser in-situ keratomileusis, merupakan operasi untuk mengoreksi penglihatan pada rabun jauh (mata minus), rabun dekat (mata plus), atau astigmatisme (silinder). Caranya membentuk kembali kornea dengan menyisipkan flap (lapisan permukaan kornea) yang diatur ulang bentuknya sehingga cahaya jatuh tepat di retina. Tiga kelainan refraksi tersebut disebabkan oleh cahaya tidak masuk tepat di retina.

Pada rabun jauh, cahaya jatuh di depan retina, sedangkan pada rabun dekat, cahaya berada di belakang retina. Sementara itu, astigmatisme diakibatkan lensa atau kornea yang tidak mulus, sehingga cahaya yang masuk ke mata tidak fokus saat diteruskan ke retina.

Sebelum melakukan prosedur operasi, pasien akan melakukan tes awal meliputi pengukuran ketebalan kornea, pembiasan, pemetaan kornea, tekanan udara, dan pelebaran pupil. Lalu, mereka akan diberi anestesi lokal berupa tetes mata, diminta fokus melihat satu titik, dan dilarang melirik.

“Anestesi didiamkan beberapa menit lalu mulai operasi. Aku diminta melihat fokus ke satu titik merah, ada sedikit bau-bau gosong,” kata Karina.

Saat operasi berlangsung, dokter akan membentuk ulang flap dari instrumen yang disebut laser microkeratome atau femtosecond. Caranya adalah dengan menguliti flap, lalu mengoreksi jaringan di bawah kornea. Setelah pembentukan flap selesai, ia diletakkan kembali ke tempat semula.

“Kornea mata dikikis, dipahat dengan laser. Sehingga dia yang berfungsi menjadi kacamata,” kata dr. Zeiras Eka Djamal, SpM, seorang dokter spesialis mata kepada Tirto.

Satu-satunya Solusi Hanyalah Lasik

Karina pernah mendapat saran untuk mengurangi minusnya dengan memakan jus wortel dan tomat, atau makanan-makanan yang mengandung vitamin C. Ia pernah mengikutinya hingga beberapa waktu, tapi tak membuahkan hasil. Saran “makan wortel” seperti yang dilakukan Karina hanyalah satu dari beragam mitos yang beredar untuk menyembuhkan kelainan refraksi.

Saran lain yang Karina dapat: meneteskan obat-obatan herbal ke mata. Atau, memakai alat khusus berupa kacamata berlensa gelap yang memiliki pori. Namun dr. Zeiras meluruskan bahwa satu-satunya cara menuntaskan kelainan refraksi adalah dengan lasik. Dengan syarat, kornea yang dikikis memiliki ketebalan yang sesuai.

“Kalau tipis bisa jebol, tapi sebanyak 98-99 persen jelas berhasil,” katanya.

Meski tingkat keberhasilannya hampir mencapai 100 persen, calon pasien juga perlu memperhitungkan faktor risiko sekecil apa pun, misalnya kesalahan ketika membentuk flap. Maka, sangat penting memilih klinik dan dokter yang berpengalaman.

Infografik Lasik

Untuk menjalani prosedur ini, pasien tak perlu banyak membuang waktu. Cukup dengan 5-10 menit, mata “baru” bisa didapatkan. Prosedur lasernya sendiri hanya memakan waktu 15-20 detik, atau paling lama satu menit. Selepas operasi, sebagian kecil pasien (5 persen) merasakan mata kering dan silau selama 24-48 jam.

Mereka terkadang melihat lingkaran buram di sekitar obyek penglihatan dan menjadi sulit mengemudi di malam hari. Selebihnya adalah mata berair 4 jam pasca-operasi. Perawatan lainnya adalah tidak melakukan aktivitas berat, tidak memakai lensa kontak selama tiga minggu pasca-operasi, dan menjaga mata agar tak terkena air selama seminggu.

“Kalau siang harus pakai kacamata hitam, jangan pakai riasan mata, dan jangan nyetir dulu. Soalnya melihat cahaya pecah,” ujar Karina, memberi tips.

Berdasarkan pengalamannya, penglihatan mulai membaik seminggu pasca-operasi. Namun, perlu ada perawatan agar kelainan refraksi tak datang lagi, yakni menjaga jarak baca, membatasi paparan gawai ke mata, dan banyak mengkonsumsi sayur dan buah.

Jika Anda tertarik melakukan lasik seperti Karin, tak perlu jauh-jauh ke Malaysia. Karena di Indonesia pun sudah banyak rumah sakit yang menyediakan prosedur ini dengan biaya sekitar Rp20 juta untuk dua mata. Tertarik mencoba?

Baca juga artikel terkait MATA atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani