Menuju konten utama

Jawab BPK, Kemenkeu Tegaskan Sudah Berupaya Menekan Utang

Beberapa cara: melalui burden sharing dengan BI, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga mendekati 0%, hingga penurunan yield menjadi 5,85%.

Jawab BPK, Kemenkeu Tegaskan Sudah Berupaya Menekan Utang
Ilustrasi Utang. foto/Istockphoto

tirto.id - Kementerian Keuangan menyatakan sudah mengupayakan untuk menekan biaya utang di tengah kebutuhan pembiayaan yang besar di masa pandemi. Beberapa cara yang ditempuh antara lain melalui burden sharing dengan BI, konversi pinjaman luar negeri dengan suku bunga mendekati nol persen, hingga penurunan yield surat utang menjadi 5,85%.

"Tahun 2020 pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman," kata staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo melalui akun Twitter terverifikasi miliknya, yang dikutip Tirto, Jumat (25/6/2021).

Pernyataan Yustinus disampaikan merespons kekhawatiran Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal pemerintah tidak mampu untuk membayar utang.

Yustinus menjelaskan, pandemi membuat negara-negara di dunia menghadapi situasi yang tidak biasa. Pemerintah harus memberikan stimulus untuk menjaga perekonomian.

"Pandemi ini kejadian extraordinary. Hampir semua negara menghadapi ini dan mengambil kebijakan countercyclical untuk menjaga perekonomian dan memberi stimulus. Implikasinya defisit melebar. Tapi ini harus diambil demi tujuan dan kepentingan yg lebih besar," jelas dia.

Ia menjelaskan terkait batas aman utang, IMF sudah menetapkan angka untuk Indonesia yaitu rasio utang 25-30%. Menurut Yustinus, batas rasio utang memang terus dijaga pada kisaran tersebut hingga 2019. Sayangnya, kata dia, pandemi terjadi dan berdampak pada rasio utang 2020 yang meningkat menjadi 39,39%.

Yustinus menyebut, kondisi Indonesia masih lebih baik dibandingkan Filipina yang mengalami rasio utang sampai 48,9%, Thailand 50,4%, China 61,7%, Korea Selatan 48,4%, dan Amerika Serikat 131,2%.

"Tahun 2020 pemerintah telah mengelola pembiayaan APBN dengan kebijakan extraordinary yang menjaga pembiayaan pada kondisi aman. Bahkan upaya menekan biaya utang dilakukan dengan berbagai cara yaitu burden sharing dengan BI, konversi pinjaman Luar Negeri dengan suku bunga dekati 0%, penurunan yield menjadi 5,85%," papar dia.

Dengan berbagai strategi dan respons kebijakan tersebut, Yustinus menjelaskan ekonomi Indonesia tumbuh relatif lebih baik dibandingkan negara lain.

"Lembaga pemeringkat kredit internasional juga mengapresiasi dan mempertahankan peringkat Indonesia. Padahal 124 negara mengalami downgrade. Ada yang minta pengampunan utang," kata dia.

Mengenai kekhawatiran BPK, Yustinus menjelaskan pemerintah sependapat untuk terus waspada dan mengajak semua pihak bekerja sama dalam mendukung pengelolaan pembiayaan negara agar hati-hati, kredibel, terukur. Selain itu, reformasi pajak untuk optimalisasi pendapatan negara juga terus dilakukan, sehingga kemampuan membayar tetap terjaga.