Menuju konten utama

Jatam Sebut Ada 55 Pulau Kecil Dikuasai Korporasi Tambang

55 pulau kecil yang dikuasai korporasi tambang tersebar di Sumatera, sekitar Sulawesi, sekitar Kalimantan Utara, Maluku, dan Maluku Utara.

Jatam Sebut Ada 55 Pulau Kecil Dikuasai Korporasi Tambang
Aktivitas perusahaan penimbunan batu bara yang dilakukan secara terbuka di tepi Sungai Batanghari terlihat dari Muarojambi, Jambi, Kamis (18/10/2018). ANTARA FOTO/Wahdi Septiawan/aww.

tirto.id - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menyoroti pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia. Direktur Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Melky Nahar menyebut setidaknya ada 55 pulau kecil yang dikuasai korporasi tambang.

Pulau-pulau itu tersebar mulai dari Sumatera, sekitar Sulawesi, sekitar Kalimantan Utara, Maluku, dan Maluku Utara.

"Pulau ini sedang dieksploitasi habis-habisan oleh korporasi tambang, baik itu tambang batu bara tambang migas tambang timah atau nikel," kata Melky di kawasan Menteng, Jakarta Pusat pada Rabu (20/11/2019).

Melky mencontohkan Pulau Gebe di Maluku Utara yang dikuasai oleh PT Aneka Tambang (Antam) sejak 1979 dan 2004. Pasca perusahaan plat merah itu hengkang, kondisi pulau bukan dipulihkan justru izin tambang dikeluarkan lagi untuk perusahaan tambang swasta. Total saat ini ada 12 izin tambang di pulau kecil itu.

Kondisi demikian lantas mengubah pola perilaku warga, khususnya dari sisi konsumsi. Melky bercerita warga Pulau Gebe awalnya mengkonsumsi sagu, tapi seiring kedatangan Antam beserta pekerjanya, pola konsumsi masyarakat berubah menjadi mengkonsumsi beras.

Namun ketika Antam selesai beroperasi pada 2004 beras menghilang, demikian pun dengan listrik.

"Jadi kehidupan masyarakat satu Pulau Gebe tiba-tiba lenyap karena sebelumnya ketika PT Antam beroperasi ketergantungan masyarakat terhadap perusahaan sangat kuat. Sayangnya pemerintah daerah tidak pernah berpikir ke arah sana untuk bagaimana caranya pola konsumsi masyarakat itu dipulihkan," kata dia.

Keberadaan tambang juga mengakibatkan penyingkiran terhadap warga lokal, contohnya di Halmahera Tengah. Melky menjelaskan warga lokal telah menjual habis tanahnya ke perusahaan dan mendapat uang.

Sialnya, tanah itu adalah sumber penghidupan mereka sehingga saat ini warga hidup hanya dengan uang hasil menjual tanah itu.

Demikian pun di Pulau Wawonii, warga dipaksa menjual tanah dengan iming-iming dipekerjakan di perusahaan. Hanya saja, kata Melky, warga dapat dipastikan akan di-PHK lantaran untuk bekerja di perusahaan butuh kualifikasi pendidikan tinggi, sementara warga sendiri banyak yang tidak lulus SMA.

"Jadi ini tinggal tunggu waktu mereka akan tersingkir dari lahannya sendiri. Jadi status mereka sebenarnya pengungsi sosial ekologis," kata Melky.

Baca juga artikel terkait PERUSAHAAN TAMBANG atau tulisan lainnya dari Mohammad Bernie

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Mohammad Bernie
Penulis: Mohammad Bernie
Editor: Irwan Syambudi