Menuju konten utama

Jastip Barang Mewah Bisa Kena Tarif Fiskal Hingga 100%

Bea Cukai menyarankan setiap penumpang agar menggunakan skema Pemberitahuan Impor Barang Khusus.

Jastip Barang Mewah Bisa Kena Tarif Fiskal Hingga 100%
Ilustrasi HL 4-JASTIP

tirto.id - Direktorat Bea dan Cukai mengingatkan masyarakat agar berhati-hati menggunakan jasa titip (jastip). Pasalnya penumpang yang kedapatan melakukan jastip diharuskan membayar pajak sesuai kelebihan nilai barang dari batas pembebasan bea senilai 500 dolar AS.

“Kalau barang mewah itu bisa kena tarif hampir 100 persen. Ini tarif dari cross border belum kita bicara kalau negara rugi karena dia enggak bayar pajak outlet, pajak penjualan sampai lainnya dibanding toko retail,” ucap Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Kemenkeu, Heru Pambudi saat konferensi pers di kantornya Jumat (27/9/2019).

Heru menyebutkan dari perhitungan, seorang pelaku jastip barang mewah bisa harus membayar lima jenis tarif. Antara lain, bea masuk senilai 7,5 persen, PPn impor 10 persen, PPh impor pasal 22 senilai 10 persen, Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) sekitar 50 persen.

Lalu ada juga pajak berdasar NPWP senilai 7,5 persen bagi yang memiliki dan 15-20 persen bagi yang belum membuat. Total nilainya cukup besar bisa mencapai 100 persen.

Ia mengatakan hal ini sebenarnya berlaku bagi penumpang yang kedapatan membawa barang lebih dari nilai yang dibatasi dalam PMK No. 203 Tahun 2017 sehingga sifatnya sebenarnya insidentil.

Ia menyarankan setiap penumpang agar menggunakan skema Pemberitahuan Impor Barang Khusus (PIBK).

Di dalamnya penumpang harus memasukan data seperti siapa yang melakukan impor, di mana, dan apa saja barang yang diimpor. Lalu nilai pembayaran tarif fiskal yang harus dipenuhi dicantumkan.

Heru yakin prosedur ini tidak repot dan bisa dilakukan siapa saja. Barang yang dibawa nanti diperlakukan via kargo. Formulir ini kata dia diurus ketika barang sampai d bandara.

“Kepada pihak yang ingin berbisnis barang-barang yang tidak terlalu bervariasi dan nilai yang tidak terlalu besar, maka ada prosedur PIBK. Jika memang mau menggunakan itu akan dibimbing,” ucap Heru.

Namun, perlakuan tadi bisa jadi berbeda jika Bea Cukai mendapati itu pelanggaran. Ia mencontohkan pada penindakan jastip melalui 14 orang perantara pada Rabu (25/9/2019) lalu, maka pelaku harus melunasi tarif yang harus dibayarkan karena nilainya pasti lebih dari 500 dolar AS.

Pelaku tetap harus membuat PIBK tetapi diperlakukan sesuai tarif barang impor komersil. Dengan demikian, pengenaan fiskal adalah sesuai nilai barang bukan selisihnya.

“Dalam hal ditemukan pelanggaran oleh petugas Bea Cukai, maka batas nilai pembebasan tidak berlaku,” jelasnya.

Bila hal-hal ini tidak dilunasi, Heru mengatakan barang akan ditahan di bandara selama 30 hari. Setelah selesai masa penahanan, tetap tidak dilunasi maka barang akan dipindah ke gudang menunggu dilelang atau dimusnahkan.

Namun, Heru mengatakan kalau pun pelaku berhasil melakukan jastip tanpa dikenai bea, lembaganya dapat melacak bilamana barang itu akhirnya dijual ke konsumen. Belum lagi, saat ini fenomena jastip juga sudah marak dipasarkan melalui media sosial.

“Kita cek nama dan alamat. Itu sistem sudah canggih jadi bisa tau kok mau dia puter-puter namanya. Teknologi sekarang bisa meyakinkan kita ini transaksi yang sama. Apalagi barangnya itu-itu saja. Itu dikaitkan dengan akun yang beredar,” ucap Heru..

Baca juga artikel terkait JASTIP atau tulisan lainnya dari Vincent Fabian Thomas

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Vincent Fabian Thomas
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Irwan Syambudi