Menuju konten utama

Jaringan Narkotika Sancai: Menyeret Polisi, Sipir, dan Pedangdut

Jaringan narkoba Banjarmasin-Jawa Tengah menyuap sipir di LP Nusakambangan, perwira di Polda Semarang, dan memanfaatkan informan.

Jaringan Narkotika Sancai: Menyeret Polisi, Sipir, dan Pedangdut
Ilustrasi Jaringan Narkoba. tirto.id/Lugas

tirto.id - Ajun Komisari Besar Polisi Suprinarto masih teringat peristiwa tiga tahun silam saat ia hendak disuap Rp450 juta oleh koleganya yang bertugas di Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Tengah.

Pada 1 Desember 2017, Ajun Komisaris Polisi Kokok Wahyudi memberikan tas berisi uang itu di depan Rumah Makan Gama, Jalan MT Haryono, Kota Semarang. Tujuannya, agar Suprinarto ikut “mengamankan” kasus Christian Jaya Kusuma alias Sancai, bandar narkoba jaringan Miming.

Suprinarto menolak. Ia melapor ke pimpinan. Operasi penangkapan pun dirancang. Kokok ditangkap aparat Bidang Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Tengah saat memberikan tas tersebut.

Belakangan, Kokok justru menjalani sidang atas kepemilikan 0,5 gram sabu-sabu yang dibawanya saat bertemu Suprinarto. Pengadilan Tinggi Jawa Tengah lewat putusan banding menguatkan vonis PN Kota Semarang yang menghukum Kokok 4 tahun penjara dan denda Rp800 juta subsidair 1 bulan penjara.

“Pasti nanti Kokok akan kami proses [soal asal usul duit], karena dia menerima duit dari jaringan bandar narkoba,” kata Suprinarto, Kepala Bidang Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah, kepada Tirto, medio Mei lalu.

Peristiwa penyuapan itu bertaut hingga kini. BNN memproses jaringan bandar narkoba dengan pasal tindak pidana pencucian uang yang membekingi Kokok.

Seorang penyidik bercerita, semula kasus pidana pencucian uang ditangani BNNP Jateng, tapi kemudian dilimpahkan ke BNN pusat karena dana penyidikan provinsi telah habis pada akhir tahun anggaran 2018.

Menyuap Sipir, Menjerat Pedangdut

Nur Eka Suryani Pegawati alias Vega alias Ana, 25 tahun, duduk di kursi terdakwa seorang diri di Pengadilan Negeri Jepara sejak 2 Mei 2019. Ia tersangka tunggal atas kasus pencucian uang dari jaringan narkoba Sancai.

Barang buktinya adalah sebuah mobil Honda Jazz K-9341-HL, sejumlah salinan buku tabungan dan kartu ATM, serta uang tunai Rp450 juta, yang disita polisi dari upaya penyuapan Kokok ke Suprinarto.

Kuasa hukumnya, Mursito, mengatakan Ana tak mengenal Sancai. Ia terhubung dengan anak buah Sancai, yakni Sudi Satria alias Hokai alias Babe.

“Ana dimintai tolong temannya sesama warga Jepara dan sama-sama pakai narkoba. Namanya Emon. Lalu dihubungkan ke Babe. Dari Babe mengalir duit total sekitar Rp1,3 miliar ke Ana. Duit dari Babe ini diduga hasil penjualan narkotika,” kata Mursito, medio Mei lalu.

Emon, yang sangat mungkin memakai nama alias, pernah menjalani hukuman penjara atas kepemilikan 0,185 gram sabu-sabu, mendekam di Lapas Kedungpane Semarang, lalu di LP Jepara selama 2016 sampai Februari 2019.

Terbaru, berdasarkan rilis BNN pada 15 Mei 2019, Emon terjerat kasus pencucian uang dengan barang bukti Rp3,21 miliar—akumulasi dari nilai jual tanah, bangunan, kendaraan dan emas di Jepara. Aset ini diduga berasal dari Babe.

Jaringan narkoba di Jawa Tengah ini bermula ketika Babe bertemu Sancai sebagai sesama narapidana narkoba asal Banjarmasin yang dipindah ke Jawa Tengah pada 2016.

Baik Sancai maupun Babe terhubung ke bandar besar narkoba Fredy Pratama alias Miming, yang jadi buron polisi sejak 2013. Miming kini diduga bersembunyi di Thailand—negara yang disebut surga bandar narkotika di Asia Tenggara.

Saat Sancai menghuni Nusakambangan pada 2016, ia menyeret Cahyono Adhi Satriyanto, mantan Kepala Lapas Klas II B Purworejo dan bekas Kepala Pengamanan Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Nusakambangan, Cilacap.

Di Lapas Narkotika itu, Sancai dengan leluasa memiliki dan menggunakan telepon genggam untuk menjalankan bisnis narkotika. Dua anak buahnya, Saniran dan Charles Cahyadi, telah divonis oleh Pengadilan Negeri Cilacap dalam kasus pencucian uang.

Dalam persidangan, Cahyono terbukti menerima Rp31 juta dari hasil penjualan narkotika jaringan Sancai. Cahyono divonis 1 tahun penjara oleh hakim PN Cilacap pada 27 Agustus 2018.

Sancai kini berada di Lapas Super Maksimum Nusakambangan dengan total vonis 24 tahun penjara.

Salah satu kasus terkait Sancai pada 2017 masih berkelindan saat ini. Kala itu Sancai menghuni LP Pekalongan. Aparat BNNP Jateng menangkapnya karena mengendalikan peredaran 800 gram sabu-sabu di Kota Semarang.

Jaringan Miming tergerak membantu Sancai. Babe, saat itu masih di LP Kedungpane Semarang (kini sudah bebas), mencari koneksi ke perwira polisi di Jateng lewat Emon, kemudian Ana.

“Ana lalu menghubungi AKP KW [Kokok Wahyudi], karena keduanya sudah kenal. Ana ini informan [cepu] Polda Jateng dan Polres Jepara,” ujar Murstito, kuasa hukum Ana.

“Ana dulu pernah masuk penjara [hanya setahun pada 2016-2017] karena pakai narkoba. Setelah keluar penjara, Ana memasok informasi peredaran narkoba, salah satunya ke Kokok. Lumayan Ana dapat fee.”

Menurut pengakuan Ana kepada Mursito, Kokok menyanggupi "mengamankan" kasus Sancai pada 2017. Ana juga menerima instruksi dari Kokok untuk membuka rekening baru bukan atas namanya. Duit dari Babe sebesar Rp1,3 miliar dikirim ke rekening teman Ana dan rekening ibunya.

“Kokok memperoleh duit dari Ana sekitar Rp790 juta. Tapi ia berikan ke Pak Suprinarto Rp450 juta. Artinya, masih ada sisa. Dengan bukti ini seharusnya Kokok tersangka, dong. Jangan dikira dia anggota, lalu diperlakukan khusus,” ungkap Mursito.

Menurutnya, unsur dalam kasus Ana tergolong gratifikasi karena Kokok adalah pejabat negara, perwira Polda Jateng. Namun, kasus ini dikonstruksi sebagai tindak pidana pencucian uang. Hingga kini Kokok masih sebagai saksi.

Infografik HL Indepth Jaringan Narkoba

Infografik Jaringan Narkoba Sancai-Miming. tirto/Lugas

Si Perwira Polisi Seharusnya Dipecat

Kabid Pemberantasan AKBP Suprinarto berjanji menjerat koleganya, meski sama-sama dari Korps Bhayangkara.

“Kokok tak bisa hanya saksi. Dia itu [seharusnya] tersangka. Ia masih pegang uang dari selisih berdasarkan uang yang akan diberikan ke saya,” imbuhnya.

Mursito, kuasa hukum Ana, berkata kliennya sulit menghindari dakwaan tindak pidana pencucian uang. Unsurnya telah terpenuhi, meski Ana tak terlibat peredaran narkoba jaringan Sancai.

Profil profesi Ana yang dikenal sebagai penyanyi dangdut di Jepara menguatkan dakwaan pencucian uang itu karena memiliki dana jumbo dalam sekejap usai keluar dari penjara pada 2017.

“Saya dengar Ana juga berprofesi sebagai penyanyi dangdut. Ia hanya membantu Babe agar diberi upah untuk biaya hidup. Ia dimintai tolong mencari koneksi ke perwira Polda,” katanya.

Kabag Humas BNN, Brigjen Sulistyo Pudjo akan memeriksa informasi soal Kokok yang belum jadi tersangka.

“Saya baru tiga bulan di BNN. Belum tahu seluruh kasusnya. Nanti akan diperiksa,” katanya kepada Tirto.

Kokok kini dipenjara di Lapas Kedungpane Kota Semarang. Ia masih terdaftar sebagai perwira aktif.

Kabag Humas Polda Jateng, Kombes Agus Triatmaja, mengatakan Kokok belum menjalani sidang kode etik usai divonis bersalah atas kepemilikan 0,5 gram sabu-sabu.

Merujuk pasal 250 pada Peraturan Pemerintah nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil, Kokok bisa dipecat atau pemberhentian dengan tidak hormat dari kepolisian, karena dipidana lebih dari dua tahun.

“Nanti [sanksinya] bergantung pada saat sidang kode etik,” ujar Kombes Agus.

Theodorus Yosep Parera, yang pernah menjadi pengacara Kokok, mengaku hanya mendampingi kliennya dalam kasus kepemilikan sabu-sabu. Ia tak menangani kasus pencucian uang, tapi berkata siap-siap saja membela lagi secara cuma-cuma bila Kokok memintanya.

Baca juga artikel terkait KASUS NARKOBA atau tulisan lainnya dari Zakki Amali

tirto.id - Hukum
Reporter: Zakki Amali
Penulis: Zakki Amali
Editor: Fahri Salam