Menuju konten utama

Jangan Malas Mengganti Celana Dalam

Lebih baik boros kancut ketimbang disambangi kuman.

Jangan Malas Mengganti Celana Dalam
Ilustrasi pakaian dalam. Getty Images/iStockphoto

tirto.id - Seberapa sering Anda mengganti pakaian dalam dan menukarnya dengan produk yang baru? Ketahuilah bahwa pakaian dalam ternyata berpotensi menjadi sarang kuman dan penyakit apabila tak diganti secara teratur.

Secuplik kebiasaan terkait urusan cuci-mencuci disajikan dalam laporan MSN yang menyampaikan survei Mulberry's Cleaners, binatu di St. Paul, Amerika Serikat. yang mencengangkan, survei yang dilakukan terhadap 1.000 orang ini menyatakan sebanyak 18 persen pria dan 10,5 persen wanita tidak mencuci pakaian dalamnya.

Kelompok usia 18-24 adalah yang paling berseka. Sebanyak 85 persen kelompok usia ini mencuci kancut setelah 1-2 kali pakai. Di antara mereka, yang tak suka mencuci pakaian dalam hanya 10,3 persen, sedangkan pada kelompok usia paruh baya ada 16 persen.

Baca juga: Detergen Pakaian adalah Rinso

Survei tersebut juga mengungkapkan bahwa 17 persen pria dan 7 persen wanita tidak mencuci seprei tamu setelah acara berkunjung selesai. Lalu, 7 persen pria mencuci seprei tempat tidur hanya sekali dalam enam bulan terakhir, sementara hanya 3 persen wanita yang melakukannya dalam periode yang sama.

Sebanyak 43 persen wanita masih mencucinya setiap minggu dan hanya 31,6 persen pria yang melakukan sesering itu. Sementara itu, 12 persen pria tidak ingat kapan terakhir kali kegiatan tersebut dilakukan. Pada kasus ini, wanita memang cenderung lebih rajin mencuci dibanding pria.

Kebersihan perlengkapan tidur dan pakaian semestinya dijaga. Tak mengganti pakaian dalam selama lebih dari satu tahun dapat menyebabkan risiko kesehatan. Kemalasan semacam itu memungkinkan bakteri seperti E.coli menumpuk sehingga menyebabkan infeksi saluran kemih dan masalah fertilitas.

Hal yang sama juga berlaku pada seprei tempat tidur atau kursi tamu. Seprei perlu diganti seminggu sekali karena akumulasi keringat dan sel kulit mati yang menumpuk membawa masalah kesehatan kulit. Sesekali, pakaian dalam, seprei, dan bantal juga perlu dicuci dengan air bersuhu tinggi untuk membunuh bakteri atau tungau yang bersembunyi di dalamnya.

Baca juga: Identitas dalam Pakaian Bekas

Pakaian Dalam Sumber Penyakit

Selama ini kita berpikir, mencuci akan menghilangkan segala kotoran dan bakteri yang menempel di pakaian. Ternyata, anggapan tersebut tak sepenuhnya tepat. Cucian kotor bisa jadi malah bertambah kotor setelah dicuci. Para ahli menyatakan banyak bakteri tertinggal di mesin cuci akan berpindah ke cucian berikutnya.

Dr. Charles Gerba, seorang profesor mikrobiologi di Universitas Arizona, menyimpulkan, dalam sekali cuci, pakaian dapat meninggalkan 100 juta E. Coli ke dalam air. Karena masalah ini tak dapat dihindari, ia menyarankan untuk memindahkan cucian ke pengering secepat mungkin, sebab bakteri berkembang biak lebih cepat di daerah lembab.

“Kuman bisa membawa sejumlah penyakit yang berbeda, termasuk virus hepatitis A, norovirus, rotavirus, salmonella, dan E. coli,” katanya.

Pada pakaian dalam, celana dalam merupakan media penyebaran jamur atau infeksi bakteri yang berbahaya. Hindari model celana dalam thong, karena ia mempermudah bakteri bergerak dari belakang ke depan (area vagina dan vulva).

Gerba pun menyarankan orang yang cenderung berkeringat untuk mengganti pakaian dalam mereka dua kali sehari secara teratur. Tentu saja, saran Gerba itu semakin relevan bagi kita yang tinggal di wilayah tropis.

Baca juga: Risiko Kanker Serviks Bukan Cuma Seks

Infografik ayo ganti pakaian dalam

Sementara itu, orang-orang yang lebih “kering” dapat menggantinya minimal sekali sehari. Dan jangan lupa, memilih bahan pakaian dalam yang nyaman dan cepat kering. Usahakan celana dalam Anda berbahan katun, karena ia menyerap keringat dan mencegah jamur.

Hindari memakai celana dalam berbahan sintetik, juga sutra. Warna dan model celana dalam berbahan sintetik memang banyak yang cantik, tapi ia tak menyerap keringat. Kalaupun Anda telanjur punya, jangan sering-sering dipakai. Atau, jika Anda ingin sekali membeli kancut yang tak terbuat dari katun, pilihlah yang ada lapisan katun di bagian vagina.

Lalu, sebisa mungkin hindari detergen atau pewangi dengan konsentrasi parfum yang tinggi karena berpotensi menjadi penyebab iritasi.

Yang perlu didigarisbawahi, penggunaan detergen juga tak terlalu membantu untuk membunuh kuman. Bakteri bisa berpindah ke cucian berikutnya apabila Anda tak menggunakan kombinasi pemutih atau air dengan suhu tinggi.

"Air harus betul-betul panas untuk membunuh kuman, antara 140-150 derajat," kata Philip Tierno, seorang profesor mikrobiologi dan patologi di New York University School of Medicine dan penulis buku The Secret Life of Germs.

Zat pada pemutih pakaian, klorin, dipercaya dapat membunuh bakteri karena bersifat sebagai desinfektan. Sayangnya, pemutih tidak dapat digunakan pada pakaian-pakaian berwarna. Untuk itu, Tierno menyarankan pengeringan pakaian dilakukan di bawah sinar matahari langsung.

"Radiasi ultraviolet merupakan satu pembunuh kuman paling efektif. Sama efektifnya dengan pemutih," tambahnya.

Baca juga artikel terkait KEBERSIHAN atau tulisan lainnya dari Aditya Widya Putri

tirto.id - Kesehatan
Reporter: Aditya Widya Putri
Penulis: Aditya Widya Putri
Editor: Maulida Sri Handayani