Menuju konten utama

Jamuan Makan Siang untuk Dua Jenderal Kasus Djoko Tjandra Tak Etis

Kepala Kejaksaan Jaksel dianggap tidak etis memberikan jamuan makan siang kepada para jenderal tersangka kasus Djoko Tjandra.

Jamuan Makan Siang untuk Dua Jenderal Kasus Djoko Tjandra Tak Etis
Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte (tengah) mengenakan baju tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). ANTARA FOTO/Rommy S/wpa/wsj.

tirto.id - Petrus Bala Pattyona, pengacara Tommy Sumardi, tersangka kasus suap surat jalan dan penghapusan red notice koruptor Djoko Tjandra, mengunggah foto kliennya usai makan siang di Facebook, Jumat (16/10/2020). Dalam foto itu dua tersangka lain juga tampak, yaitu Brigjen Prasetijo Utomo dan Irjen Napoleon Bonaparte.

Kedua jenderal polisi tersebut diduga membuat surat sakti bagi Djoko untuk masuk ke Indonesia dan membantunya melarikan diri kembali. Sementara Tommy diduga sebagai pemberi.

Foto tampak biasa saja, sampai kita membaca keterangannya: Sejak saya menjadi pengacara tahun 1987, baru sekali ini penyerahan berkas perkara tahap 2–istilah P.21, yaitu penyerahan berkas perkara berikut barang bukti dan tersangkanya, dijamu makan siang oleh Kepala Kejaksaan.

Kepala Kejaksaan yang dimaksud adalah Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel) Anang Supriatna--meski dia tak tampak di foto.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kejagung) Hari Setiyono membenarkan hal tersebut. Itu terjadi saat para tersangka melimpahkan berkas tahap II Jumat sekitar pukul 10 hingga 14. Menurutnya tak ada yang salah dari itu.

“Sesuai dengan prosedur yang berlaku di Kejaksaan RI. Kepada para tersangka yang diserahkan diberikan jatah makan siang mengingat sudah waktunya makan siang,” katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (20/10/2020).

Hari bilang tak ada menu spesial pada makan siang tersebut, hanya dipesan dari kantin Kejari Jaksel. Ketiga tersangka pun menikmatinya hanya di ruang pemeriksaan.

Meski demikian, ia mengatakan tetap “akan dilakukan klarifikasi oleh Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk mengecek apakah terdapat pelanggar prosedur oleh Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan jajarannya terhadap penanganan atau perlakukan tersangka.”

Tak Etis

Anggota Komisi III Fraksi Gerindra Habiburokhman menyarankan masyarakat fokus mengawasi penuntasan kasus. “Kita jangan ribut soal gimik remeh temeh. Fokus saja. Semua pihak-pihak yang terlibat harus diusut dan dimintai pertanggungjawaban,” ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa.

Namun menurut peneliti dari Transparency International Indonesia (TII) Alvin Nicola, ini bukan perkara mempermasalahkan gimik. Ia tak mempersoalkan pemberian makan siang sebab itu memang hak kesehatan para tersangka selama menjalani proses hukum. Namun perkara jadi lain karena Kepala Kejari Jaksel sampai harus turun tangan.

“Pemberian makan siang yang dijamu langsung oleh Kejari Jaksel kepada dua jenderal polisi itu tidak etis, bertentangan dengan kode perilaku jaksa,” ujarnya kepada reporter Tirto, Selasa.

Menurutnya hal yang wajar apabila persoalan yang terkesan remeh temeh ini menjadi perhatian publik, sebab ia menyangkut kasus Djoko Tjandra yang melibatkan aparat penegak hukum. “Oleh karena itu, sah-sah saja jika publik mempertanyakan. Jangan-jangan asas ‘semua orang sama di mata hukum’ hanya jargon saja.”

Peneliti dari Indonesia Coruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana juga mempertanyakan hal serupa. “Apakah perlakuan itu dilakukan terhadap seluruh tersangka? Atau hanya dilakukan terhadap dua perwira tinggi Polri tersebut?” ujar Kurnia dalam keterangan tertulis, Senin.

Ia menilai peristiwa ini mencoreng kehormatan jaksa lantaran berbenturan dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Jaksa Agung Tahun 2012 tentang Kode Perilaku Jaksa.

Ia pun mendesak Komisi Kejaksaan dan bidang Pengawasan Kejaksaan Agung agar memeriksa Kejari Jaksel segera. Jangan sampai ada perlakuan istimewa terhadap seseorang yang berhadapan dengan hukum.

“ICW menekankan agar setiap penegak hukum mengamanatkan asas hukum equality before the law,” ujarnya.

Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) Barita Simanjuntak mengatakan pemberian makan pada jam makan siang adalah “hal yang wajar tanpa kecuali,” juga tak ada yang diistimewakan di hadapan hukum.

Namun, katanya menegaskan, semua itu harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika tidak, maka harus dipertanggungjawabkan.

“Kami akan dalami informasi ini dan meminta keterangan dan penjelasan bagaimana hal tersebut terjadi sehingga semua terang termasuk alasan-alasannya,” ujarnya kepada reporter Tirto, Senin.

Baca juga artikel terkait KASUS DJOKO TJANDRA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Rio Apinino