Menuju konten utama

Jalan kaki dan Kaitannya dengan Kreativitas

Berjalan kaki mengaktifkan pemrosesan perhatian spasial di otak yang memungkinkan seseorang membuat keputusan cepat.

Jalan kaki dan Kaitannya dengan Kreativitas
Ilustrasi Jalan Kaki. (FOTO/iStockphoto)

tirto.id - Studi yang dipublikasikan di jurnal Nature tahun 2017 lalu menunjukkan sebuah hasil yang cukup mengejutkan. Yakni, orang Indonesia termasuk orang yang paling malas untuk berjalan kaki.

Studi yang dilakukan para peneliti Universitas Stanford di Amerika Serikat itu menemukan orang Indonesia hanya berjalan kaki rata-rata 3.513 langkah setiap hari. Angka tersebut jauh di bawah rata-rata global yang jumlahnya 5.000 langkah per hari.

Temuan itu sebenarnya cukup disayangkan. Pasalnya, aktivitas jalan kaki yang seringkali dianggap sepele tersebut punya banyak manfaat dan makin sering melakukannya, makin banyak pula efek positif yang terlihat. Manfaat fisik berjalan misalnya, dapat mencegah atau mengelola berbagai kondisi, termasuk penyakit jantung, stroke, tekanan darah tinggi, kanker, dan diabetes tipe 2.

Sementara berbicara soal kesehatan mental, berjalan kaki dkatakan dapat membantu meredakan gejala yang berkaitan dengan kesehatan mental kronis seperti kecemasan dan depresi.

Tapi selain kedua hal tersebut, ada manfaat yang mungkin belum banyak diketahui khalayak. Jalan kaki pun bisa mendorong munculnya ide-ide kreatif.

Hubungan jalan kaki dengan munculnya ide kreatif ini sebenarnya sudah disadari sejak dahulu kala. Filsuf Arsitoteles diketahui senang mondar-mandir, yang mengacu pada kebiasannya berjalannya saat sedang mengajar di halaman sekolahnya yang disebut Lyceum. Menurut filsuf ini, berjalan memudahkannya untuk berbicara dan juga berpikir.

Selain filsuf, banyak orang jenius pula yang sudah memahami manfaat jalan kaki. Salah satunya adalah komposer terkenal Beethoven. Menurut cerita dari masyarakat lokal, Beethoven sering berjalan-jalan Hutan Wina ketika dia tinggal di Mödling, Austria untuk mencari inspirasi dan dia siap membawa pulpen dan kertas untuk menuliskannya.

Munculnya Ide Kreatif

Studi berbeda dari Universitas Stanford yang dilakukan beberapa saat lalu mendukung hubungan soal jalan kaki dan ide-ide kreatif yang bisa muncul karenanya. Studi yang melibatkan 176 partisipan ini menemukan berjalan kaki 60 persen lebih efektif menghasilkan ide kreatif dibandingkan duduk.

Kesimpulan tersebut diambil setelah peneliti melakukan pengamatan terhadap partisipan yang ditempatkan dalam berbagai situasi. Mulai di dalam ruangan menghadap dinding kosong sambil berjalan, atau berjalan di atas treadmill. Partisipan juga diamati pada kondisi di luar ruangan, entah berjalan di udara segar atau didorong di jalur yang sama dengan kursi roda.

"Banyak orang percaya bahwa kreativitas adalah sifat tetap, orang dilahirkan dengan itu atau tidak. Kami menunjukkan cara sederhana untuk meningkatkan kreativitas yang tampaknya berhasil untuk hampir semua orang dalam penelitian ini," kata Daniel L.Schwartz, Ph.D, salah satu peneliti yang terlibat dalam studi.

Infografik Inspirasi dari Jalan Kaki

Infografik Inspirasi dari Jalan Kaki. tirto.id/Fuad

“Kami tidak mengatakan berjalan dapat mengubah Anda menjadi Michelangelo. Tapi itu bisa membantu Anda pada tahap awal kreativitas. Kita sudah tahu bahwa aktivitas fisik itu penting dan terlalu sering duduk itu tidak sehat,” tambah Marily Oppezzo, peneliti studi.

Dalam studi yang dipublikasikan di American Psychological Association's Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition ini, peneliti juga mengungkapkan tidak perlu berjalan jauh dengan durasi berjam-jam untuk meningkatkan kreativitas. Sebab studi menemukan, cukup dengan jalan kaki singkat antara 5-16 menit, dampaknya akan terlihat.

Itu pun juga tidak harus dilakukan di luar ruangan. Sebab menurut peneliti kreativitas pun bisa muncul saat seseorang berjalan di dalam ruangan, seperti di atas treadmill atau selasar kantor misalnya.

Namun soal di mana jalan kaki ini sebaiknya dilakukan sebenarnya masih terdapat berbagai perdebatan. Penelitian dari University of South Carolina menyebut berjalan di antara alam lebih baik dibandingkan berada di dalam ruangan atau lingkungan perkotaan buatan manusia.

Berjalan di taman misalnya, memungkinkan pikiran berimajinasi dengan santai dari satu pengalaman indrawi ke pengalaman lainnya.

Sementara persimpangan yang padat, penuh pejalan kaki, mobil, dan papan reklame bisa mengalihkan perhatian. Meski tidak bisa dipungkiri juga jalan perkotaan menawarkan stimulasi bagi pikiran.

Sains di Balik Jalan Kaki

Butuh waktu yang panjang agar manusia bisa berjalan dengan dua kaki (bipedalisme) seperti sekarang ini. Analisis berdasarkan temuan fosil yang kemudian dipublikasikan di jurnal Nature ini mengungkapkan nenek moyang manusia berjalan dengan dua kaki sekitar tujuh juta tahun yang lalu.

Salah satu teori mengungkapkan nenek moyang manusia mulai berjalan dengan dua kaki muncul sebagai bentuk adaptasi karena mereka menghabiskan lebih banyak waktu di tanah. Hal tersebut terjadi dipicu karena perubahan lingkungan yang membuat hutan lebat mulai tergantikan dengan padang rumput yang terbuka.

Saat nenek moyang manusia lebih banyak menghabiskan waktu di tanah mendorong mereka bergerak lebih efisien dengan dua kaki.

Teori itu kemudian terus diperbarui dengan studi-studi teranyar yang terus dilakukan. Salah satunya dalam penelitian teranyar yang dipublikasikan di Science Advances 2022, peneliti justru menyebut bipedalisme nenek moyang manusia justru terjadi saat mereka mencari makan di antara pucuk pohon di habitat terbuka.

Terlepas dari masih adanya silang pendapat antar ahli ini, Shane O'Mara, profesor penelitian otak eksperimental di Trinity College di Dublin menyebut evolusi berjalan itu pada akhirnya memberikan dampak signifikan bagi manusia.

O'Mara berpendapat bahwa berjalan memengaruhi banyak aspek kognisi yang meliputi bagaimana berpikir, bernalar, mengingat, membaca, dan menulis. Secara khusus, ada hubungan vital antara gerakan tubuh dan aliran pemikiran.

“Sejak jaman dahulu, telah diakui bahwa jalan yang baik adalah cara terbaik untuk memikirkan masalah,” katanya.

Ia menyebut pula, jalan kaki dapat menstimulasi, membiarkan pikiran melayang dan mengintegrasikan masa lalu, sekarang, dan masa depan. Perenungan itu akhirnya membuka kemungkinan potensi dan pola pikir baru.

Ini terjadi karena saat berjalan, jantung memompa lebih cepat,mengalirkan lebih banyak darah dan oksigen tidak hanya ke otot tetapi ke semua organ, termasuk otak.

Berjalan secara teratur mendorong koneksi baru antara sel-sel otak, mencegah jaringan otak tua karena usia, meningkatkan volume wilayah otak yang penting untuk memori (hippocampus), dan meningkatkan kadar molekul yang merangsang pertumbuhan neuron baru dan mengirimkan pesan di antara mereka. Hal inilah yang pada akhirnya dapat memengaruhi pikiran seseorang.

Peneliti dari University of Melbourne juga menemukan hal serupa. Melalui studi biomekanik mereka mempelajari bagaimana berjalan memengaruhi kinerja tugas kognitif.

Mereka menemukan berjalan mengaktifkan pemrosesan perhatian spasial di otak yang memungkin seseorang membuat keputusan cepat dan gerakan tepat di lingkungan yang terus berubah.

Dengan segala manfaat ini, tidak salahnya untuk segera mulai rajin berjalan kaki bukan? Selain mendapatkan tubuh yang sehat, ide kreatif yang kadang sulit didapatkan, akan dengan mudah muncul.

Baca juga artikel terkait GAYA HIDUP SEHAT atau tulisan lainnya dari MN Yunita

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: MN Yunita
Penulis: MN Yunita
Editor: Lilin Rosa Santi