Menuju konten utama
Kasus Mercy vs Motor di Solo:

Jaksa Sebut Iwan Adranacus Tidak Layak Menerima Restorative Justice

Jaksa Penuntut Umum menilai restorative justice tidak layak diterapkan di perkara Iwan Adranacus. Jaksa menilai uang yang diberikan terdakwa pembunuhan itu ke keluarga korban bukan ganti rugi. 

Jaksa Sebut Iwan Adranacus Tidak Layak Menerima Restorative Justice
Terdakwa Iwan Adranacus (kedua dari kiri) berjalan menuju ruang sidang untuk mengikuti sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Surakarta, Selasa (8/1/2019). tirto.id/Irwan A. Syambudi

tirto.id - Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara pembunuhan dengan terdakwa Iwan Adranacus menyatakan penerapan restorative justice atau penyelesaian perkara di luar jalur pengadilan tidak relevan dalam kasus ini.

Hal itu diungkapkan jaksa Satriawan Sulaksono dalam sidang pembacaan jawaban atau replik di Pengadilan Negeri Surakarta, Senin (14/1/2019).

"Maksud penasihat hukum terdakwa dengan konsep restorative justice, didukung terdakwa memberikan santunan kepada keluarga korban, kemudian meminta dibebaskan dari tuntutan hukuman pidana adalah tidak relevan, terlebih ini adalah kasus pembunuhan," kata Satriawan.

Dia menilai, uang Rp1,1 miliar yang telah diberikan terdakwa kepada keluarga korban bukanlah sebagai ganti rugi. Uang tersebut, kata dia, lebih layak dinilai sebagai itikad baik terdakwa sebagai uang duka atau biaya hidup keluarga korban yang meninggalkan seorang anak yang masih kecil.

"Kami tidak sependapat bahwa uang Rp1,1 milar adalah sebagai ganti rugi," kata Satriawan.

Dia menjelaskan sampai kapan pun keluarga korban akan tetap rugi. Pasalnya seorang anak tetap kehilangan ayahnya, seorang istri tetap kehilangan suaminya, dan seorang ayah tetap kehilangan anaknya akibat pembunuhan yang melibatkan Iwan.

Meskipun keluarga telah ikhlas dan menerima hal itu sebagai musibah, menurut Satriawan, nyawa seseorang tidak dapat dikembalikan lagi dan digantikan dengan uang berapa pun.

"Nyawa telah hilang dan tidak dapat dipulihkan kembali sekalipun dihubungkan dengan konsep restorative justice," kata dia.

Apalagi, kata Satriawan, terdakwa selama ini tidak mengakui dan menyesali perbuatannya. Dalam pleidoi yang dibacakan oleh penasehat hukumnya, terdakwa juga menegaskan sejak awal tidak pernah merasa bersalah karena tidak pernah dengan sengaja menabrak korban.

"Hal ini pun selama persidangan kami gali dari keterangan terdakwa. Dan kami tidak menemukan rasa bersalah dan penyesalan dari diri terdakwa terhadap perbuatan yang dilakukan. Karena tidak pernah diakuinya, kami tidak bisa memaksakan," kata dia.

Jaksa Titiek Mariyani menambahkan tetap menuntut terdakwa agar dinyatakan bersalah karena dengan sengaja merampas nyawa orang lain, seperti diatur dalam Pasal 338 KHUHP tentang Pembunuhan.

"[Menuntut untuk] menjatuhkan pidana terhadap diri terdakwa Iwan Adranacus dengan pidana penjara selama lima tahun dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan sementara, dengan perintah terdakwa tetap ditahan," kata Titiek.

Selain itu barang bukti Honda Beat berpelat nomor AD 5435 OH, kacamata, dan sandal dikembalikan kepada korban. Mobil Mercedez-Benz bernomor polisi AD 888 QQ, SIM A, kaos, dan celana juga dikembalikan kepada terdakwa. Sedangkan barang bukti selain yang disebutkan di atas disita untuk kemudian dimusnahkan.

Iwan Adranacus adalah Presiden Direktur PT Indaco Warna Dunia. Ia ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan karena diduga menabrak pengendara sepeda motor bernama Eko Prasetio dengan sengaja di samping Mapolresta Surakarta, Rabu (22/8/2018).

Peristiwa ini terjadi saat mobil Mercedez-Benz bernomor polisi AD 888 QQ yang ditumpangi Iwan (40) menabrak sepeda motor Honda Beat berpelat nomor AD 5435 OH yang dikendarai Eko Prasetio (28) di Jalan K.S. Tubun, samping timur Polresta Surakarta sekitar pukul 12.00 WIB. Peristiwa berlangsung 20 menit dan berawal dari cekcok mulut.

Baca juga artikel terkait KASUS PEMBUNUHAN atau tulisan lainnya dari Irwan Syambudi

tirto.id - Hukum
Reporter: Irwan Syambudi
Penulis: Irwan Syambudi
Editor: Addi M Idhom