Menuju konten utama
Proyeksi Ekonomi Dunia

Jadi Tulang Punggung Ekonomi, Seberapa Kuat UMKM Hadapi Resesi?

Bhima meyakini UMKM saat ini lebih kuat secara fundamental dari tekanan resesi global. Namun, tetap butuh bantuan pemerintah.

Jadi Tulang Punggung Ekonomi, Seberapa Kuat UMKM Hadapi Resesi?
Hadisatul Ahadiah Pemilik Usaha Makanan dan Minuman AQISA. foto/Dok.pri

tirto.id - Hadisatul Ahadiah, salah satu pelaku UMKM punya strategi sendiri. Bagaimana menyiasati agar usahanya tetap bertahan di tengah ancaman resesi global yang diperkirakan terjadi pada 2023. Berbekal pengalaman saat berhadapan dengan pandemi COVID-19, kuncinya hanya ada dua: harus lebih kreatif dan inovasi.

"Intinya tetap kreatif (juga) inovasi," ujar pemilik usaha makanan dan minuman bernama AQISA saat dihubungi reporter Tirto, Kamis (3/11/2022).

Saat wabah COVID-19 awal 2020, usaha makanan dan minuman Hadisatul sempat terdampak. Pendapatannya anjlok kisaran 80 hingga 90 persen. Karena seluruh produk cemilan makan harus dikembalikan kepada dirinya. Bukan karena tanggal berlaku produknya habis, tapi akibat seluruh toko-toko reseller yang menjual produknya saat itu tutup.

Meski pendapatannya turun, tapi tidak membuat perempuan asal Surabaya itu patah semangat. Ia terus memutar otak agar produknya tetap laku terjual di masyarakat.

“Saya kebetulan selain cemilan dan minuman, saya juga ada catering nasi kotak. Jadi melayani pre order (PO). Apa pun jadi kita harus kreatif untuk tetap jalan," ujarnya.

Tidak di satu bidang saja, saat pandemi COVID-19 ia terus berinovasi mengembangkan usaha lain dengan membuat frozen food. Pikirnya saat itu sederhana, masyarakat tidak banyak yang berani keluar rumah dan belanja. Sehingga peluang ini bisa diambil. Melibatkan kurir sebagai pengantar orderan.

“Kami jual frozen food, kami kirim pakai kurir. Kaya paru kami ungkep, ayam, bebek, burung puyuh, saya jual, saya promosikan ke group-group. Ternyata alhamdulillah itu jalan," ujarnya.

Menyadari permintaan frozen food-nya semakin ramai, Hadisatul memutar otak kembali bagaimana agar produk-produk cemilan yang sempat dikembalikan para reseller bisa terjual. Ia kemudian menawarkan harga paket untuk beberapa produk seperti frozen food, minuman dan cemilan. Harga satu paket berkisar Rp100.000 - Rp150.000.

“Jadi waktu pandemi kami ya tidak terlalu merasakan, walaupun rugi tidak banyak," ujarnya.

UMKM sendiri saat ini masih menjadi tulang punggung perekonomian bagi Indonesia. Mengacu data Kementerian Koperasi dan UKM per Maret 2021, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 64,2 juta dan memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun.

Sektor UMKM juga mampu menyerap 97 persen dari total tenaga kerja yang ada, serta dapat menghimpun sampai 60,42 persen dari total investasi di Indonesia. Menurut data nasional, jumlah pelaku UMKM pun mencapai 99 persen dari total usaha di Indonesia.

UMKM bahkan sempat menjadi penyelamat dan penopang perekonomian Indonesia saat krisis moneter pada 1998. UMKM kala itu mampu bertahan dan mampu menjaga roda ekonomi negara dari ancaman banyaknya pengangguran. Namun ketika pandemi, berbagai sektor ekonomi di Indonesia tak terkecuali UMKM memiliki dampak luar biasa.

“Ketika pandemi terjadi, ternyata ini yang pasti UMKM kita terdampak sangat hebat, karena kalau dari 1998 itu bisa kita katakan UMKM kita sebagai bumper ekonomi nasional karena orang masih bisa berkomunikasi, masih bisa face to face bertemu," ujar Staf Ahli Menteri Bidang Produktivitas dan Daya Saing, Kementerian Koperasi dan UKM, Eddy Satriya.

Menurut Eddy, saat krisis 1998, supply dan demand masih sangat lancar ke UMKM. Sehingga tidak heran peran UMKM sangat membantu pemulihan ekonomi negara. Namun, berbeda dengan yang terjadi saat ini, UMKM justru menjadi sektor yang paling terpuruk dan paling banyak membutuhkan bantuan pemerintah.

Berdasarkan catatannya, lini bisnis UMKM paling terdampak selama COVID-19 adalah akomodasi dan makan-minuman. Dari total UMKM yang ada di Indonesia, 35,88 persen UMKM yang terdampak adalah UMKM akomodasi dan makan-minuman, disusul UMKM perdagangan besar dan eceran seperti reparasi dan perawatan mobil sebanyak 25,33 persen, dan industri pengolahan sebanyak 17,83 persen.

Seberapa Kuat UMKM Hadapi Resesi?

Selepas pandemi, badai bagi UMKM rupanya belum usai. Indonesia masih dihadapkan pada kondisi ketidakpastian global. Sejumlah lembaga internasional memproyeksikan ekonomi global akan diselimuti awan gelap pada 2023. Lantaran banyak sejumlah negara diperkirakan mengalami perlambatan ekonomi atau resesi.

Dalam laporan berjudul 'Apakah Resesi Sudah Dekat?' pada September 2022, Bank Dunia membuat skenario terburuk dari kondisi di 2023. Tahun depan ekonomi global akan berkurang 1,9 persen poin atau dari 2,4 persen menjadi 0,5 persen, atau terkontraksi 0,4 persen per kapita, yang akan memenuhi definisi teknis dari resesi global.

“Pertumbuhan global melambat tajam, dengan kemungkinan perlambatan lebih lanjut karena lebih banyak negara jatuh ke dalam resesi," ujar Presiden Bank Dunia, David Malpass.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira meyakini, UMKM saat ini lebih kuat secara fundamental dari tekanan resesi global. Hal ini tidak lepas karena pasarnya masih didominasi dari dalam negeri.

“Dengan 270 juta penduduk, yang butuh makan dan minum, serta beli baju, UMKM masih mendapat peluang pulih bahkan lebih cepat daripada industri besar yang berorientasi ekspor," ujarnya saat dihubungi Tirto.

Meski demikian, menurut dia, UMKM tetap butuh bantuan dari pemerintah. Misalnya segera realisasikan 40 persen pengadaan barang jasa produk UMKM terutama di belanja pemda. Sejauh ini serapan belanja pemda baru 53,4 persen. Menurutnya uang tersebut lebih baik buat beli barang dari UMKM.

Kemudian soal bunga yang makin mahal. Solusinya, kata Bhima, pemerintah harus tambah anggaran subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan menurunkan bunganya jadi 3 persen. "Masalah utama UMKM paska pandemi adalah kurangnya modal untuk memulai kembali usaha," ujarnya.

Selanjutnya, pemerintah juga perlu memfasilitasi UMKM dengan BUMN ke dalam rantai pasok. Jangan cuma lewat CSR, tapi harapannya BUMN beli produk UMKM. "Dengan cara itu daya saing UMKM bakal naik," imbuhnya.

Anggota Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Kebijakan Moneter dan Jasa Keuangan, Ajib Hamdani menambahkan, agar ekonomi tahun 2023 tetap bisa bertahan positif ketika negara lain terancam resesi, pemerintah harus fokus menjaga UKM agar bisa survive dan tetap tumbuh.

Menurutnya, akses pasar dan permodalan menjadi program utama yang perlu mendapat insentif kebijakan dari pemerintah. Di sela-sela kenaikan suku bunga acuan, UKM tetap harus mendapat kredit yang mudah dan murah.

"Rasio kredit di perbankan harus ditingkatkan. Karena sementara ini, rasio kredit UKM masih di bawah 20 persen," ujarnya.

Dukungan Pemerintah untuk UMKM

Pemerintah sendiri berkomitmen mendorong dan mendukung pengembangan UMKM. Hal itu dilakukan dengan kerja sama tiga kementerian yaitu Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Kementerian BUMN, dan Kementerian Koperasi.

Tiga kementerian ini memfasilitasi kemudahan perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Kementerian Investasi/BKPM. Kementerian BUMN akan memberikan bantuan modal usaha melalui pembiayaan yang serta melakukan pengawasan produksi. Kemudian pendampingan akan dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM.

"Saya punya keyakinan bisa kita wujudkan, namun harus ada kerja sama antara bupati, wali kota, gubernur dan kementerian. Karena yang tahu tentang UMKM daerah itu bupati, gubernur, dan wali kota. Kami dari Kementerian Investasi menyiapkan aplikasi (Online Single Submission/OSS) yang cepat dan tepat serta efisien," kata Menteri Investasi, Bahlil Lahadalia.

Menteri BUMN, Erick Thohir menyampaikan, ada tiga fokus utama untuk melakukan pengembangan terhadap UMKM. Pertama, mendorong target UMKM yang memiliki legalitas usaha menjadi lebih tinggi. Kedua, penyerapan KUR. Ketiga, keterbukaan pemerintah daerah dalam bekerja sama dengan pemerintah pusat.

“Kami sudah diskusi bertiga, kami akan menyambungkan data di PNM Mekaar (Permodalan Nasional Madani Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera) yang jumlahnya 12,7 juta nasabah, ibu-ibu pinjaman Rp1 juta-Rp4 juta. Lalu kami sambungkan juga data nasabah UMKM yang ada di bank-bank Himbara. Insyaallah kalau ini kita bisa gabungkan, target 1,5 juta NIB (Nomor Induk Berusaha) menjadi 10 juta bukan hal yang tidak mungkin," ujar Erick.

Menurut Erick, selaras dengan adanya fasilitas KUR, pemerintah juga mengimbau para pelaku UMK untuk dapat memanfaatkan bantuan pembiayaan modal usaha khususnya KUR secara maksimal. Dia merinci saat ini sebanyak 50 persen dari total Rp373 triliun KUR belum terserap oleh pelaku UMK.

Karena itu, penyaluran KUR diharapkan menjadi stimulus untuk meningkatkan produktivitas usaha sehingga hal tersebut akan membawa para UMK menuju skala yang lebih besar dan tentunya mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

Lebih lanjut, Menkop UKM, Teten Masduki menyatakan kesiapannya untuk memberikan pendampingan bagi pengembangan UMKM di Indonesia. Pemerintah juga terbuka akan saran-saran dari rakyat untuk mendorong UMKM yang sudah ada menjadi lebih baik lagi.

“Target kami 70 juta pada 2024, kita sudah kerja sama dengan pelaku e-commerce karena yang kita kejar itu mikro. Sekarang ada semangat dari UMKM untuk mengembangkan omzet mereka menjadi lebih baik,” kata Teten.

Baca juga artikel terkait UMKM atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Bisnis
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Abdul Aziz