Menuju konten utama

Jadi Tersangka Kasus Luhut, Haris & Fatia Siap Diperiksa Lusa

Kuasa hukum Haris dan Fatia menilai kasus ini merupakan pemidanaan yang dipaksakan.

Jadi Tersangka Kasus Luhut, Haris & Fatia Siap Diperiksa Lusa
Pegiat hak asasi manusia Haris Azhar berorasi saat menggelar aksi memperingati setahun kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (11/4/2018). tirto.id/Andrey Gromico

tirto.id - Polisi menetapkan Direktur Lokataru Haris Azhar dan Koordinator Kontras Fatia Maulidiyanti sebagai tersangka kasus dugaan pencemaran nama baik terhadap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.

Surat Pemberitahuan Penetapan Tersangka untuk masing-masing Nomor: B/4135/III/RES.2.5/2022/Ditreskrimsus dan Nomor: B/4136/III/RES.2.5/2022/ Ditreskrimsus tertanggal 17 Maret 2022, diserahkan pada Jumat, 18 Maret, sekira pukul 21.00.

Keduanya akan diperiksa pada Senin, 21 Maret. "Keduanya akan dengan senang hati menghadiri proses pemanggilan tersebut, untuk proses verbal berita acara pemeriksaan," kata kuasa hukum Haris dan Fatia, Nurkholis, via konferensi pers daring, Sabtu (19/3/2022).

Ketika polisi meningkatkan perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan sekitar sebulan lalu, tim kuasa hukum menduga polisi akan segera memproses penangkapan dan pemanggilan tersangka. Tapi ada hal-hal yang disayangkan dan diabaikan penyidik.

"Misalnya terkait keberatan kami soal proses hukum acara yang dijalani oleh penyidik ketika menyidik. Seperti pelanggaran terhadap Surat Keputusan Bersama, penerapan ultimum remedium yang dihentikan secara sewenang-wenang, dan pelanggaran hak-kak terlapor berkaitan dengan transparansi dan kejelasan mengenai dokumen atau fakta peristiwa hukum yang dituduhkan, itu masih sangat sumir," jelas Nurkholis.

Setelah penyidikan dimulai, tim kuasa hukum mengajukan keberatan kepada Kapolri, Ombudsman, Kompolnas, Komnas HAM, yang intinya meminta komitmen Polda Metro Jaya untuk menerapkan hukum acara secara jujur dan adil. Karena dalam konteks hukum acara, hingga detik ini, kepolisian harus tetap teguh untuk mengadopsi asas praduga tak bersalah.

Kepolisian, kata Nurkholis, tidak boleh memihak kepada pelapor tapi semestinya berpihak kepada fakta yang diberikan kedua pihak. Maka akuntabilitas kepolisian perihal penyidikan penerapan tersangka bisa diuji. Selain itu, tim kuasa hukum menilai bahwa kasus ini ialah pemidanaan yang dipaksakan mengingat terdapat beberapa kejanggalan dalam proses penyidikan.

Keganjilan yang dimaksud seperti penerapan pasal dalam penyidikan tidak memenuhi unsur pidana; proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini melanggar SKB Pedoman Implementasi UU ITE; dan proses penyidikan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya dalam perkara ini bertentangan dengan Surat Edaran Kapolri tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif.

Kasus Haris, Fatia, dan Luhut ini bermula pada Agustus 2021. Kala itu Fatia tampil dalam akun Youtube Haris Azhar yang berjudul “Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!!."

Kuasa hukum Luhut menyomasi Fatia dalam tempo 5x24 jam sejak surat tersebut diterbitkan.

Hal ini juga berkaitan dengan temuan koalisi masyarakat sipil perihal indikasi kepentingan ekonomi dalam serangkaian operasi militer ilegal di Intan Jaya, Papua.

Riset yang diluncurkan oleh Walhi Eknas, Jatam Nasional, YLBHI, Yayasan Pusaka, LBH Papua, WALHI Papua, Kontras, Greenpeace, Bersihkan Indonesia dan Trend Asia mengkaji keterkaitan operasi militer ilegal di Papua dan industri ekstraktif tambang dengan menggunakan kacamata ekonomi-politik.

Dalam kajian koalisi ada empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata'ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Mitratama (IU Pertambangan).

Dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia dan PT Madinah Qurrata'ain adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi termasuk dengan Luhut.

Kuasa Hukum Luhut, Juniver Girsang, mengatakan proses mediasi nihil hasil, maka perkara ini bisa langsung dibawa ke meja hijau.

"Setelah mediasi tidak ada titik temu, proses hukum lebih lanjut tentu dilimpahkan dan diproses ke pengadilan. Nanti pengadilan yang melihat dan mencermati laporan kami, dengan bukti-bukti yang sudah kami serahkan kepada pihak kepolisian secara komprehensif," kata Juniver, November 2021.

Pada 15 November 2021, mediasi dua pihak gagal. Mestinya pertemuan itu berlangsung di pekan sebelumnya, tapi tapi urung lantaran pelapor harus ke luar negeri. Karena mediasi kali ini tak membuahkan hasil, maka Luhut akan melanjutkan proses hukum yang ia layangkan.

"Biar sekali-sekali belajar. Kami ini kalau berani berbuat, berani bertanggung jawab. Lebih baik bertemu di pengadilan saja. Kalau dia yang salah, ya, salah. Kalau saya yang salah, ya, salah,” ucap Luhut.

Baca juga artikel terkait KASUS LUHUT VS HARIS AZHAR atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky