Menuju konten utama

Isu Pungli Kapal TNI AL: Kisruh Kapal Asing Antre di Perairan RI

Kasal Laksamana TNI Yudo Margono menjelaskan terkait dugaan anggotanya terlibat pungli  pembebasan kapal hingga Rp4,2 miliar.

Isu Pungli Kapal TNI AL: Kisruh Kapal Asing Antre di Perairan RI
Pesawat terbang TNI AL beratraksi pada latihan gabungan di Kepulauan Riau, Minggu (24/10/2021). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/rwa.

tirto.id - TNI AL dituding menerima sejumlah uang dari para pengusaha hingga 300 ribu dolar AS. Uang itu diterima untuk membebaskan kapal-kapal yang ditangkap di perairan Indonesia dekat Singapura.

Dari laporan Reuters, puluhan pemilik kapal laut diisukan dimintai biaya hingga 300 ribu dolar AS (Rp4,2 miliar, dengan kurs Rp14.182) untuk melepas kapal mereka yang ditahan oleh TNI AL. Kapal-kapal tersebut dinilai berlabuh di wilayah perairan ilegal Indonesia dekat dengan Singapura.

Berdasarkan pemberitaan Reuters pula, sekitar 30 kapal, termasuk kapal tanker yang ditahan dalam waktu 3 bulan terakhir akhirnya dibebaskan setelah membayar 250 ribu-300 ribu dolar AS. Hal tersebut berdasarkan informasi dua pemilik kapal dan dua anggota keamanan maritim yang terlibat.

TNI AL, lewat Komando Armada I membantah kabar bahwa mereka meminta uang untuk membebaskan kapal-kapal yang ditangkap.

"Tidak benar tuduhan terhadap TNI AL yang meminta sejumlah uang 250 ribu – 300 ribu dolar AS untuk melepaskan kapal-kapal tersebut. Ini tuduhan serius dan berdampak pada pencemaran nama baik institusi TNI AL," kata Kepala Dinas Penerangan Armada 1 TNI AL Kolonel Laut (P) Laode Muhammad dalam keterangan, Senin (15/11/2021).

TNI AL mengakui mereka menindak kapal-kapal yang diduga melanggar hukum di perairan teritorial Indonesia, terutama di Kepulauan Riau. Penindakan dilakukan dengan alasan kapal-kapal tersebut diduga melanggar aturan pelayaran, salah satunya adalah upaya lego jangkar tidak sesuai aturan.

Penindakan pun berkaitan dengan penegakan aturan area lego jangkar sesuai Peraturan Menteri Perhubungan per tahun 2020 yang menetapkan tempat lego jangkar hanya boleh di 3 tempat pada wilayah Kepri. Regulasi tersebut sudah disosialisasikan secara nasional dan internasional. TNI AL lewat kapal perang Indonesia (KRI) pun mengimbau dan mengusir terduga pelanggar area lego jangkar.

TNI AL menyebut bahwa penindakan mereka sesuai Undang-Undang Pelayaran, tetapi mereka membantah soal penerimaan uang dalam rangka pelepasan kapal tersebut.

"Tidak benar bahwa TNI Angkatan Laut menerima atau meminta pembayaran untuk melepaskan kapal-kapal tersebut. Sedangkan terkait pemilik kapal yang membayar sejumlah uang antara 250-300 ribu dolar AS seperti yang disampaikan, TNI AL tidak pernah menerima uang itu," tegas Laode.

Laode justru menduga bahwa pemilik kapal mengeluarkan uang kepada agen yang mereka tunjuk untuk mengurusi kebutuhan selama kepengurusan proses hukum. Hal tersebut berupa pengurusan surat/administrasi lego jangkar, port clearance, sewa sekoci, logistik hingga kebutuhan hidup awak kapal selama proses berjalan. Ia pun menegaskan TNI AL tidak pernah menunjuk mediator dalam proses perkara.

"Dalam proses hukum [penyelidikan dan penyidikan], TNI AL tidak pernah menunjuk mediator atau agen perantara penyelesaian proses perkara," tegas Laode.

TNI AL Harus Usut Tuntas Tudingan Pungli Rp4,2 Miliar

Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi menilai bahwa tuduhan tersebut harus ditindaklanjuti oleh TNI AL. Ia menilai, kasus pembebasan kapal yang melibatkan anggota TNI harus ditelusuri, bahkan perlu diproses secara hukum apabila terbukti ada anggota yang terlibat.

"Informasi adanya praktik buruk itu mestinya ditindaklanjuti dengan mekanisme penyelidikan internal untuk mendalami fakta dan kebenarannya. Jika sinyalemen itu terbukti, ya harus dilakukan langkah penegakan hukum bagi yang terlibat. Jika sinyalemen itu ternyata tidak benar, ya para prajurit berintegritas itu jelas harus diapresiasi," kata Fahmi kepada Tirto, Senin (15/11/2021).

Fahmi mengingatkan bahwa tidak tertutup kemungkinan ada anggota nakal. Oleh karena itu, TNI AL harus mengasumsikan bahwa potensi pelanggaran hukum terjadi di internal mereka. Ia pun mendorong agar pengawasan terus-menerus dilakukan.

Di sisi lain, Fahmi mengingatkan bahwa konflik suap kapal ini tidak hanya membawa nama institusi, tetapi juga berdampak secara internasional. Ia meminta TNI AL terus mengingatkan dan melatih para anggota untuk berhati-hati dalam bertindak.

"Bisa saja ada kepentingan, baik internasional maupun domestik. Makanya tadi aku kan bilang, para personel di lapangan harus memiliki 'sense of crisis', lebih waspada dan berhati-hati biar enggak kena jebakan batman yang berdampak pada reputasi institusi," kata Fahmi.

Ahli Hukum Internasional UI sekaligus Rektor Universitas Achmad Yani Hikmahanto Juwono menilai tuduhan kepada TNI AL harus ditangani secara hukum. Ia memandang TNI AL perlu membuat tim investigasi khusus karena tuduhan tersebut berkaitan dengan citra organisasi.

"Ini masalah kredibilitas TNI AL sbg penegak hukum terlebih terkait dengan kapal asing. Meski sudah dibantah oleh TNI AL saya khawatir dunia luar masih belum percaya. Di sinilah pentingnya keberadaan dari tim investigasi," kata Hikmahanto kepada Tirto, Senin.

Sementara itu, ahli komunikasi dan hubungan internasional Universitas Jember M. Iqbal beranggapan bahwa tuduhan penerimaan suap adalah tuduhan serius. Namun, ia memastikan bahwa langkah TNI AL dalam penindakan pelanggar masuk wilayah Indonesia sudah benar.

"Dalam hal kapal-kapal asing kerap kali masuk ke wilayah teritori dengan berbagai macam alasan dan kepentingan sudah seharusnya ditindak secara tegas," kata Iqbal kepada Tirto, Senin.

Sepengetahuan Iqbal, citra penanganan hukum TNI AL sudah terkenal di dunia. Ia pun mengatakan bahwa TNI AL sudah berupaya menegakkan aturan sesuai ketentuan nasional dan internasional.

Ia mencontohkan bagaimana upaya penindakan dan diplomasi maritim yang dilakukan TNI AL bersama Bakamla sudah membawa citra positif.

Di sisi lain, Iqbal juga menceritakan bagaimana prestasi era eks Menteri KKP Susi Pudjiastuti yang meledakkan kapal-kapal pelanggar aturan berupa illegal fishing dan transhipping di Indonesia. Penenggelaman pun dilakukan setelah mendapat putusan berkekuatan hukum tetap.

Bahkan, penindakan yang dilakukan TNI AL tidak melakukan penahanan orang, tetapi membiarkan para ABK di kapal sudah sesuai aturan internasional. Citra besar pun sudah dipegang oleh TNI AL dalam pengawalan perbatasan yang berada di sekitar Kepri.

Oleh karena itu, TNI AL seharusnya menyelidiki kebenaran kabar tersebut sebab ia menduga ada upaya mendegradasi TNI AL agar tidak terlihat inkompeten dalam pengawasan laut. Hal tersebut perlu diklarifikasi agar tidak mengarah pada motif politis.

"Saya kira ada upaya-upaya, kalau dibaca secara politis, bahwa ada upaya untuk kita seolah-olah lemah wilayah penjagaannya, padahal di wilayah terpadat, salah satu terpadat kita sudah menunjukkan reputasi internasional kita sangat kuat. Enggak bisa main-main," tegas Iqbal.

"Kalau kemudian ada tuduhan serius seperti itu saya kira TNI kita juga tidak akan tinggal diam untuk menyelidiki itu. Internasional boleh terus menyoroti itu, tapi TNI kita pun saya yakin tidak akan tinggal diam untuk menyelidiki apakah benar terjadi tuduhan itu," tutur Iqbal.

Penyebab Dugaan Pungli Kapal TNI AL: Kekacauan Lalin Perairan

Anggota Komisi I DPR Muhammad Farhan berpendapat dugaan pungli oleh TNI AL terhadap kapal-kapal yang melanggar kedaulatan perairan Indonesia terjadi akibat lalu lintas kapal yang tidak kondusif.

TNI AL diduga meminta uang sebesar 300 dolar AS atau setara Rp4,2 miliar kepada kapal-kapal yang ditahan di perairan Bintan dan Batam, Kepulauan Riau.

"Saya simpulkan hal ini terjadi karena kekacauan lalu lintas kapal yang antre masuk Singapura di perairan Selat Malaka yang sangat sibuk," ujarnya kepada Tirto, Selasa (16/11/2021).

Kesimpulan Farhan merujuk dokumen Otoritas Maritim Liberia, yang mana menyebutkan "proses pelepasan kapal bisa menjadi proses yang sulit dan panjang di Indonesia."

Farhan juga sependapat dengan Otoritas Maritim Liberia; mendukung TNI AL untuk menegakkan Kedaulatan Perairan Indonesia, serta tak membiarkan kapal-kapal berlabuh di perairan Pulau Bintan dan Kepulauan Riau tanpa kewenangan pemerintah setempat.

Ia meminta agar TNI AL menyelidiki dugaan pungli tersebut.

"Apakah terjadi pungli? Tugas TNI AL membersihkan aparat. Karena saya percaya TNI AL bersih dari pungli," tukasnya.

Dalam unggahan akun Instagram resmi TNI AL, Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) Laksamana TNI Yudo Margono juga menjelaskan isu dari media internasional soal dugaan pungli anggota TNI tersebut.

“Silakan buktikan siapa yang menerima, jadi jangan cuma menyampaikan isu yang tidak jelas. Tentunya, Perwira TNI AL kan jelas, pangkatnya apa, siapa namanya dan dimana dinasnya," tegas Kasal menjawab pertanyaan media terkait kabar tersebut saat memimpin Upacara Peringatan HUT ke-76 Korps Marinir TNI AL di Cilandak, Jakarta Selatan, Senin (15/11/2021).

Menurut Kasal, isu tersebut berkaitan dengan penggunaan Perairan Indonesia sebagai tempat parkir kapal-kapal asing padahal sebenarnya mereka mengantre untuk masuk ke Pelabuhan Singapura bukan ke wilayah Indonesia. "Berkali-kali sudah dilaksanakan pengusiran. Sementara untuk yang melaksanakan kegiatan ilegal pasti akan dilaksanakan proses hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku," ujarnya.

Namun, internal TNI AL juga akan melaksanakan evaluasi dan konsolidasi tidak hanya percaya begitu saja dan akan mengecek kebenaran itu. "Tapi bahwa penegakan kedaulatan dan penegakan hukum adalah tugas TNI AL," jelasnya.

Apalagi kegiatan itu sangat merugikan perairan Indonesia, mereka menggunakan pelabuhan asing tapi parkirnya di wilayah Indonesia bahkan di daerah teritorial. “Mungkin kalau di luar wilayah teritorial, masih kita maklumi, tapi kalau ini di daerah teritorial yang jelas undang-undang pelayaran mengharuskan untuk diusir," tegas Kasal.

Baca juga artikel terkait TNI AL atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri