Menuju konten utama

Istana Surati Soal OSO, KPU Tetap Tolak OSO Jadi Caleg DPD

KPU mendapatkan surat dari Istana Kepresidenan yang isinya meminta agar Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) bisa mencalonkan diri sebagai caleg DPD periode 2019-2024.

Istana Surati Soal OSO, KPU Tetap Tolak OSO Jadi Caleg DPD
Ketua KPU Arief Budiman (ketiga kiri) didampingi Komisioner KPU (dari kiri) Hasyim Asy'ari, Pramono Ubaid, Ilham Saputra, Wahyu Setiawan dan Evi Novida Ginting di kantor KPU, Jakarta, Rabu (30/1/2019). ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto.

tirto.id - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendapatkan surat dari Istana Kepresidenan yang isinya meminta agar Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) bisa mencalonkan diri sebagai calon anggota legislatif Dewan Pimpinan Daerah (DPD) periode 2019-2024.

Surat yang beredar pada Kamis (4/4/2019) kemarin itu ternyata telah dikeluarkan pada 22 Maret 2019 lalu dan ditandatangani Menteri Sekretaris Negara Pratikno.

Dalam surat itu, Pratikno yang mengaku diperintah Presiden Joko Widodo meminta KPU menjalankan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT. Putusan PTUN itu membatalkan surat keputusan (SK) KPU yang menyatakan OSO tidak memenuhi syarat (TMS) sebagai calon anggota DPD.

"Sehubungan dengan hal tersebut, dan berdasarkan arahan Bapak Presiden, maka kami sampaikan surat Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta dimaksud beserta copy Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN-JKT yang telah berkekuatan hukum tetap kepada Saudara untuk ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pratikno dalam suratnya.

Sementara itu, Komisioner KPU Hasyim Asy'ari mengatakan lembaganya telah membalas surat tersebut.

"Sudah kita jawab," jelas Hasyim saat dikonfirmasi, Kamis (4/4/2019) malam.

Hasyim menjelaskan KPU membalas surat tersebut yang menyatakan bahwa alasan KPU tidak memasukkan OSO dalam DCT Caleg DPD karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/2018 yang melarang calon Anggota DPD memiliki jabatan kepengurusan di partai politik. Balasan ini, kata Hasyim, juga pernah disampaikan KPU beberapa waktu lalu, bukan kali ini saja.

"Seperti surat terdahulu kepada presiden. [Isi balasan] sama," jelas Hasyim.

Hasyim mengatakan masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan surat suara yang sudah dicetak untuk Pemilu 2019 yang akan digelar pada 17 April 2019 mendatang.

"Bukan masalah itu [surat suara]. Yang masalah putusan MK," tegasnya.

Diketahui, polemik antara PTUN Jakarta dan KPU berawal dari gugatan Ketua Umum Partai Hanura OSO. Dalam putusan itu, Majelis hakim PTUN Jakarta mengabulkan perkara sengketa proses pemilu yang diajukan OSO. Isi putusannya adalah memerintahkan KPU menerbitkan DCT anggota DPD baru yang memasukan nama OSO.

Dalam putusan perkara Nomor 242/G/SPPU/2018/PTUN.JKT, majelis hakim PTUN Jakarta juga membatalkan keputusan KPU Nomor 1130/PL.01.4-Kpt/06/KPU/IX/2018 tentang penetapan DCT Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.

Bawaslu pun telah memutus sengketa tersebut.‎ Bawaslu memerintahkan KPU memasukkan OSO dalam DCT anggota DPD Pemilu 2019. Namun, KPU terus beralasan menjalankan putusan MK yang melarang calon Anggota DPD rangkap jabatan di kepengurusan partai politik. Sehingga tim kuasa hukum OSO melaporkan Komisioner KPU ke Polda Metro Jaya.

Baca juga artikel terkait KASUS OSO atau tulisan lainnya dari Bayu Septianto

tirto.id - Politik
Reporter: Bayu Septianto
Penulis: Bayu Septianto
Editor: Maya Saputri