Menuju konten utama

Israel Diperangi Negara-Negara Arab dan Menang

Baru sehari berdiri, Israel harus dikeroyok negara-negara Arab. Setelah berbulan-bulan bertempur, Israel tampil sebagai Pemenang dari Perang Arab-Israel.

Israel Diperangi Negara-Negara Arab dan Menang
Palmach, pasukan pertahanan Israel menyusuri jalan dengan tank, 1948. Wikipedia/The Palmach Archive

tirto.id - David Ben Gurion memaklumkan berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948. Sehari kemudian, negara-negara Arab menunjukkan kemurkaannya. Lebanon, Suriah, Yordania, Mesir, Irak, dan negara Arab lainnya mengerahkan militernya, menyerbu Israel mulai tengah malam.

“Angkatan Udara Mesir membom Tel Aviv. Militer Mesir juga menyerang Kfar-Darom dan Nirim. Serangan itu gagal. Antara 15-22 Mei, militer Irak menyerang Gesher dan puri Belvoir. Serangan ini juga gagal. Tanggal 17 Mei militer Mesir masuk ke Beersheba. Bergerak ke utara, ke pinggiran kota Yerusalem,” tulis Efraim Karsh dalam The Arab-Israeli Conflict. The Palestine War 1948 (2002).

Efraim juga mencatat, tanggal 16 hingga 19, Israel menjadikan Suriah dan Lebanon sebagai sasaran militer. Militer memperoleh wilayah Acre. Namun, pada 18 Mei, Militer Suriah telah menduduki Zemakh, Masada, dan Shaar Hagolan. Daerah Masada dan Shaar Hagolan, meski pada 24 Mei berhasil direbut kembali oleh Israel. Mesir dan Yordania berusaha menyerang Negba dari 21 hingga 27 Mei 1948 dan gagal.

Meski keroyokan, negara-negara Arab tak gemilang dalam perang yang berlangsung 9,5 bulan itu. Ketika Mesir membom kota Tel Aviv, Israel belumlah memiliki Angkatan Pertahanan seperti sekarang. Tsva HaHagana LeYisrael alias Angkatan Pertahanan Israel (Israel Defence Forces) justru baru berdiri 13 hari setelah perang Arab Israel meletus. Negara yang baru berdiri atas restu Inggris itu hanya punya pasukan paramiliter terlatih bernama Haganah.

Haganah, pada September 1947 memiliki "10.489 senapan, 702 senapan mesin, 2,666 senapan mesin ringan, 186 senapan mesin ukuran sedang, 672 mortir ukuran 2 inci, dan 92 mortir ukuran 76 mm,” tulis Benny Morris dalam bukunya The Birth of the Palestinian Refugee Problem Revisited (2004).

Tak hanya memiliki, Israel juga memproduksi sendiri 3 juta peluru kaliber 9 mm, salah satunya untuk senapan mesin ringan Sten Gun. Bahkan Sten Gun yang aslinya rancangan Inggris dalam Perang Dunia II mereka pun produksi. Mortir juga dibuat, termasuk mortir yang disebut Davidka. Meski tembakan mortir tersebut tak akurat, setidaknya dentumannya bisa menurunkan moral musuh.

Tak hanya orang-orang Yahudi di Israel saja yang bekerja. Orang-orang Yahudi di luar negeri pun bekerja keras melengkapi peralatan perangnya. Dari Amerika Serikat, tiga pembom Boeing B-17 Flying Fortress dibeli. Satu di antara pesawat itu ikut mengebom Kairo pada bulan Juli 1948.

Beberapa unit pesawat transportasi Curtiss C-46 Commando mereka beli dan disamarkan untuk pertanian. Dari Eropa Barat, jaringan Haganah mengumpulkan lima puluh senapan gunung 65mm dari Perancis. Dari Cekoslovakia, mereka membeli pesawat Avia S-199, 200 senapan mesin berat, 5.021 senapan mesin ringan, 24.500 senapan ringan, beserta 52 juta peluru amunisi.

Perang dunia dan persekutuan dengan Inggris setidaknya telah membuat banyak orang Israel siap menghadapi tentara-tentara Arab yang menggempur di hari pertama negara mereka berdiri. Setidaknya, sejak puluhan tahun sebelumnya, orang-orang Yahudi di sana sudah sadar akan pentingnya keamanan.

Sejak April 1907, sudah ada Bar Giora, lalu ada Hashomer pada 1909. Keduanya semacam barisan penjaga keamanan. Semasa perang dunia pertama, banyak orang Yahudi yang bergabung dengan militer Inggris. Mereka dimasukkan ke Zion Mule Corps dan Legiun Yahudi, yang merupakan bagian dari Angkatan Darat Inggris.

Menurut buku Political Violence and Terror: Motifs and Motivations (1986), setelah baku hantam dengan orang-orang Arab pada April 1920, mereka memperbarui organisasi keamanan mereka. Mereka mendirikan organisasi paramiliter bernama Haganah pada Juni 1920. Organisasi ini berkembang. Di masa perang dunia II, orang-orang Yahudi di tanah Zionis itu tak lagi masuk Legiun Yahudi Inggris, melainkan Brigade Yahudi. Kesatuan ini masih berada dalam Angkatan Darat Inggris.

HF Joslen mencatat dalam Orders of Battle: Second World War, 1939–1945 (2003), di bulan Oktober 1944, di bawah komando Brigadir Ernest Benjamin, mereka dikapalkan ke Italia. Bersama Tentara Inggris ke-8, mereka melawan Tentara NAZI Jerman di Italia.

Banyak anggota Haganah yang bergabung dalam militer Inggris di masa Perang Dunia II. Pengalaman militer dan tempur itu belakangan menjadi sangat berguna bagi mereka. Termasuk saat menghadapi bangsa-bangsa Arab. Letnan Jenderal Moose Dayan, salah satu pemimpin pasukan Israel dalam Perang Arab Israel I juga bekas Haganah.

Menurut Mark Grossma dalam World Military Leaders: A Biographical Dictionary (2007), Dayan ikut baku hantam dengan orang-orang Arab. “Salah satu guru (militer) Dayan adalah Kapten Charles Orde Wingate, seorang perwira Inggris yang berusaha memisahkan Arab dan Yahudi.”

Infografik Perang Israel vs Arab

Ketika bangsa Arab datang mengancam, “Dayan adalah komandan tentara berusaha mempertahankan pemukiman Yahudi di Lembah Yordan.” Di bulan Agustus 1948, dia menjadi komandan pasukan Brigade Etzioni di Yerusalem. Dengan pangkat Letnan Kolonel.

“Dia menjadi salah satu pemimpin kunci yang membantu menekan diadakannya gencatan senjata pada bulan Juli 1949, dengan Suriah. Di bulan Oktober 1949, dia sudah jadi Mayor Jenderal. Orang-orang Arab kala itu tentu ingat dengan sosok jenderal bermata satu ini.

Atas perang antara Arab-Israel itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun memfasilitasi perdamaian sejak Desember 1948. Majelis Umum PBB mengeluarkan Resolusi 194. Tentu, jika ada PBB, negara besar macam Amerika dan Inggris bermain. Meski tak mudah, satu per satu negara Arab akhirnya meninggalkan arena perang. Mesir pada 24 Februari 1949 terpaksa berdamai, disusul Lebanon (23 Maret 1949); Yordania (3 April 1949); lalu Suriah (20 Juli 1949).

Setelah menang dalam Perang Arab-Israel, Haganah yang sudah menjadi IDF makin hari makin kuat. Israel pun terus memproduksi senjatanya sendiri.

Mereka tak lagi merakit Sten Gun milik Inggris, karena di tahun 1950an mereka setidaknya sudah punya senapan mesin ringan bernama Uzi. Pria dan wanita di Israel juga diharuskan ikut wajib militer. Mereka percaya bangsa-bangsa Arab bisa menyerang mereka kapan saja. Tentu, yang juga terang, kemampuan militer Israel itu dipakai secara rutin untuk menekan Palestina.

Baca juga artikel terkait SEJARAH atau tulisan lainnya dari Petrik Matanasi

tirto.id - Politik
Reporter: Petrik Matanasi
Penulis: Petrik Matanasi
Editor: Maulida Sri Handayani