Menuju konten utama

Islam Mewarnai Perjalanan Panjang Rusia Menuju Negara Modern

Memilih Ortodoks karena strategi geopolitik dan hubungannya dengan Islam, ke-nasrani-an Kievan Rus berbeda dengan negara-negara Katolik di Eropa Barat.

Islam Mewarnai Perjalanan Panjang Rusia Menuju Negara Modern
Header Mozaik Islam di Rusia. tirto.id/Ecun

tirto.id - Pada akhir abad ke-10, sebagai negara yang baru berdiri, Kievan Rus kebingungan menentukan agama yang dianutnya. Demikian tutur Vasily Vladimirovich Bartold dalam kumpulan esainya tentang sejarah bangsa Slavia berjudul "Sochinenia" (Vol. 2 1963).

Tak ingin dicap sebagai negara tak beradab karena kala itu agama dijadikan patokan utama kehidupan, maka Kievan Kniaz Vladimir alis Vladimir the Great sebagai pemimpin Kievan Rus mengundang tokoh Islam, Ortodoks, Katolik, dan Yahudi ke Kiev untuk menjelaskan dasar-dasar agama mereka. Ia mencoba mencari tahu agama yang cocok dijadikan agama negara bagi Kievan Rus.

Terdapat dalam Tale of Byone Years sebagai catatan klasik bangsa Slavia seperti dikutip Bartold, Vladimir the Great kemudian memutuskan bahwa sejak 988 M, Kristen Ortodok ditetapkan sebagai agama negara Kievan Rus.

Alasannya, selepas mengundang pelbagai tokoh agama itu, Vladimir the Great melakukan kunjungan ke tanah asal tokoh-tokoh agama tersebut. Dalam kunjungannya ke Konstantinopel sebagai tempat pendeta Ortodok berasal, ia terkesan dengan tempat yang dikunjunginya.

"Saya tidak tahu apakah saya berada di surga atau di bumi [...] Saya hanya tahu bahwa Tuhan tinggal di sini di antara orang-orang [Konstantinopel], dan pelayanan mereka [terhadap Tuhan di sini] lebih adil daripada upacara [keagamaan] bangsa lain," ungkapnya.

Berbeda dengan kunjungan ke tempat asal tokoh agama lain, Vladimir the Great diberi janji berupa bantuan ekonomi dan kekuatan militer dari pemimpin Konstantinopel jika Ortodok dijadikan agama negara Kievan Rus.

Menurut Bartold, meskipun janji bantuan militer sangat berarti bagi Kievan Rus karena secara geografis wilayahnya rawan diserang Mongol, Turki Utsmani, dan Katolik Roma, penetapan Ortodok sebagai agama negara aneh.

Pasalnya, saat didatangi tokoh Islam asal Bulgaria Volga (kini Republik Tatarstan, bagian Federasi Rusia), Vladimir the Great sangat terkesan dengan Islam. Terlebih, jauh sebelum Kievan Rus berdiri hingga Ortodok ditetapkan sebagai agama negara, Islam merupakan agama yang paling melekat dengan kehidupan warga Kievan Rus.

"Rute Yunani" sebagai Jalan Pedagang Muslim

Saat Islam lahir dan berkembang di Jazirah Arab pada abad ke-7 Masehi, nenek moyang bangsa Rusia atau proto-Rusia masih menjalankan praktik paganisme. Mereka menyembah "Perun" yang dipercaya sebagai dewa guntur dan kilat, "Svaroga" sebagai dewa langit, "Striborg" sebagai dewa angin, serta "Dajbog", "Khors", dan "Vales" sebagai dewa matahari.

Berkutat dalam ritual pengorbanan bertajuk "Treba", paganisme menjadi bagian integral keberadaan proto-Rusia, bangsa yang muncul pertama kali di tepi Sungai Dnieper, Pripyat, Bug, dan Volkhhov di wilayah yang kini menjadi Rusia barat dan Ukraina modern.

Wilayah ini tak begitu subur karena kerap dilanda musim dingin ekstrem yang berlangsung hampir sepanjang tahun sehingga sukar dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Kondisi ini membentuk karakter ekspansif sehingga warganya merangsek ke arah timur dan selatan untuk mencari sumber penghidupan yang lebih baik.

Pada abad ke-8. delapan, mereka berhasil menguasai lembah Sungai Oka, Volga (Idil'), dan Kama (Chulman), serta dilanjutkan dengan penguasaan hampir seluruh wilayah Eropa Timur seabad kemudian. Nahas, meskipun wilayah yang dikuasai sangat luas, tipenya sama. Hampir tidak ada penghalang alamiah, baik berupa sungai lebar ataupun pergunungan.

Akibatnya, wilayah kekuasaan proto-Rusia mudah diinfiltrasi bangsa lain, terutama oleh tetangga-tetangga terdekat mereka seperti orang-orang Turki, Altai, Finno-Ugric, Mongol, Iran, dan Kaukasia.

Menurut Galina M. Yemelianova dalam buku Russia and Islam (2002), karakteristik wilayah proto-Rusia ini menjadi cikal bakal pertemuan mereka dengan Islam untuk pertama kalinya, baik secara damai maupun kekerasan.

Menjadi pembatas alamiah antara Eropa dengan Timur Tengah (Asia), wilayah kekuasaan proto-Rusia dimanfaatkan sebagai "Rute Yunani" dan "Rute Garam" oleh para pedagang dari Persia dan Jazirah Arab. Hal ini membuat masyarakat proto-Rusia ikut memanfaatkan jalur tersebut dan mulai berinteraksi dengan Islam.

Karena keterlibatan perdagangan ini menguntungkan, termasuk dijadikannya dirham sebagai mata uang utama masyarakat proto-Rusia, maka banyak masyarakat proto-Rusia atau dikenal dunia Arab sebagai "Kuiabah" atau "Arthaniyah" atau "Sakilaba", mulai beralih dari paganisme menjadi pemeluk Islam.

Juga karena perdagangan ini menghasilkan interaksi dengan bangsa non-Arab dan Persia, agama-agama lain pun turut masuk. Rute perdagangan ini kemudian melahirkan Kiev, Chernogov, Pareslavl, Polotsk, Rostov, Liybech, Novgorod, dan Izborsk sebagai kota-kota baru dalam sejarah Rusia klasik.

Di Bawah Kuasa Bangsa Khazar

Pada awal pemanfaatkan wilayah kekuasaan proto-Rusia sebagai "Rute Yunani" dan "Rute Garam", sebetulnya bukan bangsa Arab atau Persia yang paling berpengaruh dalam kehidupan masyarakat proto-Rusia, melainkan bangsa Khazar atau bangsa semi-nomaden Turki yang wilayahnya kini terpecah antara Turki, Uzbekistan, dan Rusia.

Bangsa ini menurut Yemelianova dalam dalam Russia and Islam (2002) serupa dengan proto-Rusia, yakni diisi masyarakat penyembah dewa-dewi. Namun, selepas memerdekakan diri dari cengkeraman Turkic Khaganat (Kekhanan Turk) pada 552 M, Yudaisme menjadi agama negara menggantikan paganisme. Alasannya sebagai penyeimbang ideologis dalam hubungannya dengan Bizantium (Katolik) dan Dunia Arab (Islam).

Karena bangsa ini telah berinteraksi dengan Islam lewat perdagangan dan peperangan, maka Khazar menjunjung tinggi kebebasan masyarakatnya untuk memeluk agama apapun, termasuk Islam. Bahkan semenjak lepas dari kekuasaan Turkic Khaganat, banyak masjid didirikan oleh para pemimpin Khazar yang kemudian beragama Yahudi.

Ketika bangsa Khazar menganeksasi seluruh wilayah kekuasaan proto-Rusia di sepanjang Eropa Timur pada penghujung abad ke-9, masjid pun bertebaran didirikan di kota-kota klasik Rusia.

Di bawah cengkeraman bangsa lain inilah masyarakat proto-Rusia kemudian sadar untuk melakukan konsolidasi politik dan memerdekakan diri jelang abad ke-9 berakhir. Tak lama kemudian wilayah ini dikuasai bangsa Varangia (Viking).

Dari sini Viking dan proto-Rusia berasimilasi dan perlahan membentuk negara Kievan Rus yang kelak menjadi Rusia modern.

Negara ini menurut Vasily Vladimirovich Bartold dalam kumpulan esainya tentang sejarah bangsa Slavia berjudul "Sochinenia" (Vol. 2 1963), seharusnya menjadikan Islam sebagai agama negara, terutama karena masyarakatnya kemudian didominasi penganut Islam. Namun, serupa dengan alasan Khazar memilih Yudaisme, Ortodok akhirnya yang dipilih.

Ini terutama dilakukan karena negeri terdekat dan paling berpengaruh dengan Kievan Rus, yakni Bulgaria Volga, telah menjadi salah satu kekuataan Islam terbesar di dunia cabang Kaukasus.

Kievan Rus tak ingin teperdaya kedua kalinya gara-gara kesamaan hidup, seperti kisah proto-Rusia dengan Khazar. Di sisi lain, Kievan Rus memiliki hubungan yang rumit dengan Eropa Barat, wilayah yang didominasi negara-negara Katolik.

Memilih Ortodok sebagai agama negara karena strategi geopolitik serta hubungannya dengan dunia Islam lewat perdagangan, ke-nasrani-an Kievan Rus berbeda jauh dengan negara-negara Katolik di Eropa Barat.

"Orang Rus tidak memiliki mentalitas Perang Salib melawan muslim yang merupakan karakteristik publik Eropa Barat kontemporer. Juga, dibandingkan dengan Byzantium, religiositas Kristen Ortodok orang-orang Rus tidak menghasilkan sikap dogmatis, mereka bahkan menyerap berbagai kepercayaan pra-Kristen. Akibatnya, muncul Kekristenan Ortodok populer yang memiliki ciri-ciri umum dengan kepercayaan populer orang lain di Eurasia, termasuk Islam," tutur Yemelianova.

Infografik Mozaik Islam di Rusia

Infografik Mozaik Islam di Rusia. tirto.id/Ecun

Pasang surut Islam di Rusia

Meskipun Kievan Rus memilih Ortodok sebagai agama negara, Islam hidup dan berkembang damai di negeri ini. Namun hal ini terusik ketika Mongol yang dipimpin Genghis Khan datang menginvasi Kievan Rus. Beruntung wajah kekerasan ini hanya bertahan singkat.

Setelah menguasai sepenuhnya Kievan Rus, Genghis Khan membiarkan agama apapun dianut dan dikembangkan di Tanah Rusia. Bahkan perkembangan Islam di Kievan Rus kian menjadi-jadi selepas bangsa ini memerdekakan diri dari Mongol yang fokus untuk menguasai "Timur Jauh Kaukasia" seperti Bulgaria Volga.

Setelah itu, jumlah penganut Islam di Kievan Rus meningkat drastis. Peningkatan ini membuat nenek moyang Rusia kian terbiasa hidup dengan kaum muslim.

Bahkan ketika Kievan Rus ratusan tahun kemudian berubah menjadi Kekaisaran Rusia, kemudahan untuk melakukan ibadah ke Tanah Suci diperkenalkan. Pada 1887, misalnya, sekitar 120.000 muslim Rusia berangkat ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Ini mendorong St. Petersburg, salah satu kota utama di Rusia, memasukkan nilai-nilai syariat Islam dalam legislasinya.

Paling tidak, perlakuan baik Rusia terhadap penganut Islam bertahan hingga tahun-tahun awal Uni Soviet dibentuk. Ini terjadi karena Lenin, Stalin, dan para pemimpin Bolshevik melihat kaum muslim yang jumlahnya begitu besar sebagai sekutu mereka dalam membangun komunisme.

Pada Desember 1917, misalnya, hubungan harmonis ini diterjemahkan kaum Bolshevik dengan membentuk Komisariat (Kementerian) Kebangsaan Narkomat yang dipimpin oleh Joseph Stalin. Salah satu departemen utamanya adalah Muskom (Komite Muslim) yang dipimpin dua muslim Rusia bernama M. Vahitov dan M. Sultan-Galiev. Setahun kemudian, Biro Pusat Komunis Muslim dibentuk.

Di bawah bimbingan M. Vahitov dan M. Sultan-Galiev, kebijakan awal Bolshevik terhadap Islam dan muslim ditandai dengan fleksibilitas, toleransi, dan kebijaksanaan yang cukup besar.

Bahkan, ketika kampanye Bolshevik dijalankan sebagai bentuk Keputusan Pemerintah tahun 1918 tentang pemisahan gereja dari negara dan sekolah, Islam tak ditargetkan untuk dihancurkan, melainkan hanya menargetkan Gereja Ortodok sebagai simbol monarki Rusia.

Baru selepas Lenin meninggal, perlakuan baik Rusia terhadap penganut Islam perlahan-lahan memudar sebagai buah dari kehendak Stalin mengadopsi kebijakan sentralisasi.

Baca juga artikel terkait RUSIA atau tulisan lainnya dari Ahmad Zaenudin

tirto.id - Sosial budaya
Penulis: Ahmad Zaenudin
Editor: Irfan Teguh Pribadi