Menuju konten utama
Hukum

Isi Pasal 52 KUHP tentang Dasar Pemberatan Pidana Karena Jabatan

Bunyi pasal 52 KUHP yang mengatur tentang definisi dan aturan tentang dasar pemberatan pidana karena jabatan.

Ilustrasi Pengadilan. foto/IStockphoto

tirto.id - Pasal 52 KUHP mengatur tentang definisi dan aturan tentang dasar pemberatan pidana karena jabatan.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHP sendiri merupakan sebuah induk peraturan yang mengatur urusan pidana positif di Indonesia. KUHP juga merupakan landasan utama bagi penegakan hukum pidana untuk mengadili perkara-perkara pidana demi melindungi kepentingan umum.

KUHP memiliki peraturan-peraturan mengenai tindak-tindak pidana yang dapat berdampak buruk terhadap ketentraman, keamanan, kesejahteraan, dan ketertiban masyarakat umum.

Dilansir dari laman FH Unikama, hukum pidana merupakan hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan berakibat ditetapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana.

Pada zaman kolonial Belanda, induk peraturan pidana yang berlaku adalah sebuah produk hukum yang bernama Wetboek van Strafrechtvoor Nederlandsch Indie (WvSNI) yang dibuat pada 15 Oktober 1915 dan diresmikan pada 1 Januari 1918.

Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, WvSNI diubah menjadi KUHP pada tanggal 26 Februari 1946 melalui UU No.1 Tahun 1946 yang sekaligus menghapuskan unsur-unsur kolonial yang terdapat dalam WvSNI seperti kerja rodi dan mata uang gulden.

KUHP terdiri dari 3 buku. Buku 1 berisi tentang Aturan Umum (Pasal 1-103), Buku 2 berisi tentang Kejahatan (Pasal 104-488), dan Buku 3 berisi tentang Pelanggaran (Pasal 489-569).

Isi Pasal 52 KUHP Tentang Dasar Pemberatan Pidana Karena Jabatan

Pasal 52 KUHP masuk ke dalam Buku 1 tentang Aturan Umum dan Bab II tentang Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi, atau Memberatkan Pidana. Berikut adalah isi pasal 52 KUHP tentang dasar pemberatan pidana karena jabatan.

Pasal 52

Bilamana seorang pejabat karena melakukan perbuatan pidana melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya, atau pada waktu melakukan perbuatan pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidananya dapat ditambah sepertiga.

Pasal tersebut mengatur penambahan atau pemberatan pidana sebesar sepertiga bagi seorang pejabat yang melakukan perbuatan pidana karena jabatannya.

Menurut Jurnal "Kejahatan Jabatan dalam Perspektif Negara Hukum Pancasila" yang ditulis oleh Warih Anjari, kejahatan jabatan merupakan kejahatan yang dilakukan oleh pegawai negeri dengan menggunakan kekuasaan, sarana, dan prasarana jabatannya.

Dilansir dari laman BPK Sulawesi Tenggara, menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, kejahatan jabatan adalah:

- Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

- Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Baca juga artikel terkait PASAL KUHP atau tulisan lainnya dari Muhammad Iqbal Iskandar

tirto.id - Hukum
Kontributor: Muhammad Iqbal Iskandar
Penulis: Muhammad Iqbal Iskandar
Editor: Yulaika Ramadhani
-->