Menuju konten utama

Isi Pasal 285 KUHP Tentang Pemerkosaan: Hukuman & Unsur-Unsurnya

Aturan dan hukuman bagi pelaku pemerkosaan tertuang dalam pasal 285 KUHP dengan hukuman bagi pelaku maksimal 12 tahun penjara.

Isi Pasal 285 KUHP Tentang Pemerkosaan: Hukuman & Unsur-Unsurnya
Ilustrasi Penganiayaan. foto/istockphoto

tirto.id - Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu kejahatan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Aturan dan hukuman bagi pelaku pemerkosaan tertuang dalam pasal 285 KUHP.

Bagi pelaku yang terbukti melakukan pemerkosaan, akan dijerat hukuman penjara maksimal 12 tahun. Hal ini tertuang dalam isi pasal 285 KUHP yang berbunyi sebagai berikut:

Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa perempuan yang bukan istrinya bersetubuh dengan dia, dihukum, karena memperkosa, dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Kasus pemerkosaan di Indonesia bisa dibilang cukup tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenpppa) per 1 Januari 2022 ada sebanyak 16.876 kasus pemerkosaan yang dilaporkan.

Korban pemerkosaan bervariasi, tidak hanya perempuan saja tetapi juga laki-laki. Kendati demikian, memang jumlah laporan korban perempuan lebih banyak dari korban laki-laki.

Menurut Kemenpppa jumlah korban pemerkosaan perempuan yang melapor per 1 Januari tahun ini ada sebanyak 15.513 orang, sedangkan laki-laki sebanyak 2.671 orang.

Unsur-Unsur Penting Pemerkosaan Sesuai Pasal 285 KUHP

Wempie JH. Kumendong dalam karya ilmiahnya menyebutkan ada sejumlah unsur penting yang harus dipertimbangkan dalam tindak pidana pemerkosaan. Unsur-unsur tersebut sesuai dengan isi dari pasal 285 KUHP.

Menurutnya suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai tindak pidana pemerkosaan apabila telah memenuhi unsur-unsur berikut:

1. Dengan kekerasan atau dengan ancaman kekerasan

Kekerasan dalam pasal 285 KUHP merujuk pada perbuatan yang dilakukan oleh seseorang atau pelaku pemerkosaan untuk membuat korbannya menjadi pingsan atau tidak berdaya.

Selain itu, menurut S.R. Sianturi kekerasan merupakan setiap perbuatan yang menggunakan tenaga pada orang atau barang yang mendatangkan kerugian bagi si terancam atau mengagetkan yang dikerasi.

Contoh tindakan kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan, yaitu:

  • menarik serta meluncurkan celana korban;
  • menondongkan senjata;
  • mengeluarkan kata-kata mengancam kepada korban jika melawannya;
  • membanting korban ke tanah;
  • menekan dagu korban itu;
  • memasukkan kemaluan ke kemaluan korban.
Sedangkan yang dimaksud dengan ancaman kekerasan yaitu membuat seorang wanita atau korban itu merasa takut karena ancaman dari pelaku yang pada akhirnya dapat merugikan diri wanita tersebut.

Atau dapat juga acaman yang berupa menodongkan benda tajam seperti pisau agar wanita tersebut tidak melakukan perlawanan.

2. Memaksa

Memaksa merupakan suatu tindakan yang membuat seseorang menjadi terpojok, sehingga tidak ada pilihan lain baginya selain mengikuti kemauan dari pelaku. Pemaksaan pada dasarnya akan tetap disertai dengan kekerasan atau ancaman kekerasan dari si pemaksa.

3. Seorang wanita

Melalui unsur ini, secara tidak langsung juga memberikan petunjuk bahwa pelaku dari tindak pidana pemerkosaan adalah seorang laki-laki. Hal ini karena mayoritas kasus membuktikan bahwa laki-laki dapat melakukan persetubuhan dengan wanita tanpa memandang usia baik anak-anak maupun lansia.

4. Wanita itu bukan istrinya atau di luar perkawinan

Di dalam konteks perkara ini, wanita yang menjadi korban pemerkosaan tentunya berstatus di luar perkawinan dengan pelaku.

Namun, dalam penerapannya masalah persetubuhan yang terjadi baik di dalam maupun di luar perkawinan harus mempertimbangkan ketentuan yang terdapat dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang hukum perkawinan.

5. Bersetubuh atau melakukan persetubuhan dengan dirinya

Bersetubuh diartikan sebagai suatu tindakan memaksa untuk memasukkan kemaluan seorang pria ke dalam kemaluan seorang wanita.

Apabila kemaluan pria hanya menempel pada kemaluan wanita, maka hal itu tidak dapat dikatakan sebagai pemerkosaan melainkan tindak pencabulan.

Baca juga artikel terkait KUHP atau tulisan lainnya dari Ririn Margiyanti

tirto.id - Hukum
Kontributor: Ririn Margiyanti
Penulis: Ririn Margiyanti
Editor: Yonada Nancy