Menuju konten utama

Isi Panduan Penanganan Covid-19 di SK Menkes Terbaru 2021

Kementerian Kesehatan menerbitkan panduan terbaru dalam pelaksanaan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi Kasus Covid-19.

Petugas Dinas Kesehatan Kota Bogor bersiap menyemprotkan disinfektan di Perumahan Griya Melati, Kelurahan Bubulak, Kota Bogor, Jawa Barat, Kamis (20/5/2021). ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa.

tirto.id - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengeluarkan panduan terbaru untuk pelaksanaan 4 kategori penanganan kasus Covid-19, yakni Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi.

Panduan ini termuat di Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/4641/2021. Menteri Kesehatan Budi Sadikin menetapkan Surat Keputusan (SK) tersebut pada tanggal 11 Mei 2021.

Isi Keputusan Menkes itu menjadi panduan untuk pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten/kota, tenaga kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya dalam melakukan Pemeriksaan, Pelacakan, Karantina, dan Isolasi kasus COVID-19.

Dalam Keputusan Menteri Kesehatan itu, Pemeriksaan disebutkan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk penegakan diagnosis dari kasus COVID-19 melalui uji laboratorium.

Sementara definisi Pelacakan ialah kegiatan yang dilakukan untuk mencari dan memantau kontak erat dari kasus konfirmasi atau kasus probable.

Selanjutnya, Karantina didefinisikasi sebagai upaya memisahkan seseorang yang terpapar COVID-19 (baik dari riwayat kontak atau bepergian ke wilayah lokasi transmisi komunitas), meski belum menunjukkan gejala apa pun atau sedang dalam masa inkubasi, yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Sementara Isolasi adalah upaya memisahkan seseorang yang sakit yang membutuhkan perawatan COVID-19 atau seseorang terkonfirmasi COVID19, dari orang yang sehat yang bertujuan untuk mengurangi risiko penularan.

Ringkasan isi panduan dalam Keputusan Menteri Kesehatan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Pemeriksaan

Masa inkubasi COVID-19 menjadi dasar pertimbangan strategi pemeriksaan, pelacakan, karantina, dan isolasi. Strategi ini juga dapat dipertajam menggunakan informasi hasil pemeriksaan laboratorium.

Rata-rata masa inkubasi COVID-19 adalah 5-6 hari walaupun pada sedikit kasus dapat mencapai 14 hari. Seseorang yang tertular dapat menjadi sumber penularan mulai sekitar 2 hari sebelum orang tersebut menunjukkan gejala.

Pemeriksaan dilakukan berdasarkan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan Nucleic Acid Amplification Test (NAAT). Entry dan exit test dilakukan menggunakan kriteria wilayah akses dan kecepatan pemeriksaan NAAT mengikuti ketentuan yang berlaku.

Pemeriksaan harus ditingkatkan lebih dari 1 orang per 1000 penduduk per minggu jika positivity rate masih tinggi.

Untuk deteksi COVID-19, pemeriksaan laboratorium diprioritaskan terhadap kasus suspek, kontak erat, tenaga kesehatan, dan masyarakat yang tinggal di fasilitas tertutup dengan risiko penularan tinggi. Lokasi berisiko penularan tinggi itu seperti asrama, panti, lapas, rutan, dan pengungsian.

2. Pelacakan

Pelacakan dilakukan Puskesmas dan jejaringnya terhadap kontak erat dari kasus konfirmasi positif COVID-19. Dalam melaksanakan pelacakan, Puskesmas dan jejaringnya dapat melibatkan tracer dari tenaga kesehatan maupun non-kesehatan. Tracer non kesehatan berasal dari kader, TNI dan POLRI atau komponen masyarakat lainnya yang telah memperoleh training dari Puskesmas.

3. Karantina

Karantina dilakukan sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat atau memenuhi kriteria kasus suspek yang tidak memerlukan perawatan Rumah Sakit.

Karantina harus dimulai segera setelah seseorang diinformasikan statusnya sebagai kontak erat. Idealnya, karantina dilakukan dalam waktu tidak lebih dari 24 jam sejak seseorang diidentifikasi sebagai kontak erat dan dalam waktu tidak lebih dari 48 jam sejak kasus indeks terkonfirmasi.

Seseorang dinyatakan selesai menjalani karantina apabila exit test pada hari kelima memberikan hasil negatif. Apabila exit test positif maka orang tersebut dinyatakan sebagai kasus terkonfirmasi COVID-19 dan harus menjalani isolasi.

Namun, jika exit test tidak dilakukan maka karantina harus dilakukan selama 14 hari. Jika tidak dapat dilakukan pemeriksaan NAAT dan RDTAg karena tidak ada sumber daya yang memadai maka karantina harus dilakukan selama 14 hari.

4. Isolasi

Isolasi dilakukan sejak seseorang suspek mendapatkan perawatan di Rumah Sakit atau seseorang dinyatakan terkonfirmasi COVID-19, paling lama dalam 24 jam sejak kasus terkonfirmasi.

Kriteria selesai isolasi dan sembuh di kasus terkonfirmasi COVID-19 menggunakan gejala sebagai patokan utama, antara lain:

  • Pada kasus terkonfirmasi yang tidak bergejala (asimtomatik), isolasi dilakukan selama sekurang-kurangnya 10 hari sejak pengambilan spesimen diagnosis konfirmasi.
  • Pada kasus terkonfirmasi yang bergejala, isolasi dilakukan selama 10 hari sejak muncul gejala ditambah dengan sekurang-kurangnya 3 hari bebas gejala demam dan gangguan pernapasan.
  • Jadi, untuk kasus-kasus yang mengalami gejala selama 10 hari atau kurang harus menjalani isolasi selama 13 hari.

Puskesmas yang memantau individu yang menjalani karantina atau isolasi dan RS yang merawat pasien COVID-19 memiliki kewenangan untuk menerbitkan surat pernyataan bahwa seseorang wajib memulai atau telah menyelesaikan karantina atau isolasi. Surat itu menyatakan seseorang dapat absen dari pekerjaan atau sudah dapat kembali bekerja.

5. Definisi Kasus Covid-19

Kasus COVID-19 diklasifikasikan menjadi kasus suspek, kasus probabel, dan kasus konfirmasi. Adapun kriteria penetapan tiap jenis klasifikasi kasus tersebut telah dijelaskan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/4641/2021.

Pertama, Kasus Suspek adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:

a. Memenuhi salah satu kriteria klinis, yakni:

  • Demam akut dan batuk; atau
  • Minimal 3 gejala berikut: demam, batuk, lemas, sakit kepala, nyeri otot, nyeri tenggorokan, pilek/hidung tersumbat, sesak napas, anoreksia/mual/muntah, diare, atau penurunan kesadaran; atau
  • Pasien dengan ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) berat dengan riwayat demam/demam (> 38℃) dan batuk yang terjadi dalam 10 hari terakhir, serta membutuhkan perawatan rumah sakit; atau
  • Anosmia (kehilangan penciuman) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi; atau
  • Ageusia (kehilangan pengecapan) akut tanpa penyebab lain yang teridentifikasi.

b. Seseorang yang memiliki riwayat kontak dengan kasus probable/konfirmasi COVID-19/kluster COVID-19 dan memenuhi kriteria klinis pada huruf a.

c. Seseorang dengan hasil pemeriksaan Rapid Diagnostic Test Antigen (RDT-Ag) positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah A dan B, dan tidak memiliki gejala serta bukan merupakan kontak erat (Penggunaan RDT-Ag mengikuti ketentuan yang berlaku).

Kedua, Kasus Probable adalah kasus suspek yang meninggal dengan gambaran klinis meyakinkan COVID-19 dan memiliki salah satu kriteria sebagai berikut:

  • Tidak dilakukan pemeriksaan laboratorium Nucleic Acid Amplification Test (NAAT) atau RDT-Ag; atau
  • Hasil pemeriksaan laboratorium NAAT/RDT-Ag tidak memenuhi kriteria kasus konfirmasi maupun bukan COVID-19 (discarded).

Ketiga, Kasus Terkonfirmasi adalah orang yang memenuhi salah satu kriteria berikut:

  • Seseorang dengan pemeriksaan laboratorium NAAT positif.
  • Memenuhi kriteria kasus suspek atau kontak erat dan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif di wilayah sesuai penggunaan RDTAg pada kriteria wilayah B dan C.
  • Seseorang dengan hasil pemeriksaan RDT-Ag positif sesuai dengan penggunaan RDT-Ag pada kriteria wilayah C.

Panduan selengkapnya bisa dilihat melalui link dokumen PDF ini.

Banner BNPB Info Lengkap Seputar Covid19

Banner BNPB. tirto.id/Fuad

Baca juga artikel terkait KAMPANYE COVID-19 atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Kesehatan
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Agung DH
-->