Menuju konten utama

Ironi di Balik Ambruknya Jembatan Widang di Jawa Timur

Dugaan sementara penyebab ambruknya Jembatan Widang karena kelebihan muatan.

Ironi di Balik Ambruknya Jembatan Widang di Jawa Timur
Petugas mengevakuasi truk di lokasi jembatan Widang yang runtuh, Tuban, Jawa Timur, Selasa (17/4/2018). ANTARA FOTO/Aguk Sudarmojo.

tirto.id - Kecelakaan konstruksi kembali terjadi di tengah maraknya proyek infrastruktur yang sedang digalakkan pemerintahan Jokowi-JK. Kali ini, Jembatan Widang yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Tuban, Jawa Timur, ambruk pada Selasa siang (17/4/2018).

Jembatan Widang yang melintas di atas Bengawan Solo memiliki dua sisi, yakni timur dan barat. Bagian yang ambruk adalah jembatan sisi barat, sehingga jembatan sisi timur untuk sementara dipergunakan untuk dua arah.

Ambruknya jembatan tersebut mengakibatkan satu dump truk, dua truk tronton, dan satu sepeda motor tercebur ke Bengawan Solo. Tak hanya itu, dua pengemudi truk yang terjebak di dalam kendaraan juga meninggal dunia.

Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Machfud Arifin berharap jembatan segera dibenahi Dinas Pekerjaan Umum. Alasan Arifin, saat ini hanya satu laju jalur yang bisa digunakan untuk arus lalu lintas.

“Mau enggak mau polisi harus bekerja keras mengatur lalu lintas. Tidak ada alternatif lain, mau tidak mau harus pakai jalur itu jalan utama,” kata Arifin, seperti dikutip Antara, Selasa lalu.

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono menduga, faktor utama yang menyebabkan jembatan ambruk ialah kelebihan beban. Akan tetapi, Basuki mengatakan faktor itu baru dugaan sementara dan fakta yang terlihat secara kasat mata.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Kementerian PUPR, kata Basuki, beban maksimal untuk Jembatan Widang hanya sekitar 70 ton. Akan tetapi, beban yang harus ditanggung saat peristiwa terjadi mencapai 120 ton.

“Tapi itu semua baru quick assessment. Akan kami serahkan [proses penyelidikannya] kepada polisi. Jembatan itu masih layak,” kata Basuki di kantornya, Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Sembari menunggu hasil investigasi dari tim di lapangan, kata Basuki, Kementerian PUPR menargetkan jembatan tersebut dapat diperbaiki dalam kurun waktu 40-45 hari lamanya. Dengan demikian, jalur itu bisa kembali dilalui masyarakat saat musim mudik Lebaran 2018.

“Kami berharap pondasinya tidak rusak. Karena kalau rusak, akan lebih lama [memperbaikinya]. Sehingga kami akan pasang bailey (rangka baja ringan)” kata Basuki menjelaskan.

Saat disinggung upaya antisipasi agar kejadian serupa tidak terulang, Basuki menegaskan pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Salah satunya terkait perbaikan regulasi jembatan timbang.

Kementerian PUPR memang sedang fokus mengendalikan beban kendaraan melalui jembatan timbang. Selain bisa merusak konstruksi, kendaraan bermuatan melebihi kapasitas juga memiliki daya rusak hingga empat kali lipat, dan menyebabkan umur pengerasan jalan jadi lebih pendek dari yang direncanakan.

Dengan demikian, Basuki mengindikasikan agar jembatan timbang dapat benar-benar difungsikan sebagai kontrol jumlah muatan. Sehingga saat ada truk bermuatan lebih, bukan hanya sekadar denda yang dikenakan, melainkan ketegasan agar barang dikurangi sesuai kapasitasnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian PUPR, Danis Sumadilaga pun masih enggan memastikan apabila penyebab dari kelebihan beban itu karena kelalaian manajemen lalu lintas. “Saya enggak mau [bilang begitu]” kata Danis.

Menurut Danis, Jembatan Widang rutin dicek serta dalam keadaan baik untuk melayani angkutan secara normal. Ia tidak menampik apabila Jembatan Widang memang pernah mengalami kerusakan pada 2017. Namun, Danis beralasan, bahwa semua jembatan pasti memiliki riwayatnya masing-masing. Saat itu, Jembatan Widang sempat mengalami pergeseran atau ambles sedalam 15 cm.

Danis tidak menyebutkan frekuensi pengecekan rutin yang dilakukan Kementerian PUPR dalam setahun. Hanya saja, kata dia, apabila mengacu pada sistem manajemen jembatan, setidaknya ada lima klasifikasi yang harus diperhatikan.

“Terutama kalau jembatan itu berdasarkan frekuensi getaran. Katakanlah jembatan goyang, kami naikkan klasifikasi jadi lebih (intens)” ucap Danis.

Tidak hanya aspek getaran, kata dia, Kementerian PUPR mengklaim pengecekan dan perawatan turut meliputi struktur bagian bawah jembatan. Kementerian PUPR sampai harus melakukan skoring hingga memeriksa faktor-faktor yang berada di bawah permukaan air.

Di tempat terpisah, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi memastikan masalah kelebihan muatan akan menjadi catatan bersama. Oleh karena itu, Budi Karya menekankan pentingnya sinergi antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR untuk meminimalisir permasalahan tersebut.

“Kami sudah siapkan aturan-aturan di mana jembatan timbang itu dikelola bersama, sehingga kita bisa mengaturnya lebih intensif,” kata Budi Karya.

Infografik Current issue rajin membangun alpa merawat

Pakar konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Ir. Chomaedhi, menilai tiga truk bermuatan besar yang lewat secara bersamaan di Jembatan Widang dapat meningkatkan beban hingga sebanyak 2 persen.

Dari fakta itu, Chomaedhi menganalisis penyebab robohnya jembatan dari posisinya. Menurutnya, patahan hanya terjadi pada satu bentang jembatan, sedangkan pondasi masih berfungsi dengan baik.

“Kalau truk itu lewat secara bergantian, mungkin jembatan masih aman. Tapi kalau lewat secara bersamaan, otomatis jembatan akan collapse,” kata Chomaedhi dalam rilis yang diterima Tirto.

Berdasarkan perhitungan Chomaedhi, beban total yang mampu ditahan Jembatan Widang hanya 45 ton dengan rasio toleransi keamanan 1,5. Sehingga beban maksimumnya adalah 70 ton. Adapun pada area tersebut memang tidak ada jembatan timbang yang berguna sebagai kontrol jumlah muatan yang diizinkan.

“Satu dump truck dan dua tronton bisa jadi peningkatan bebannya mencapai dua persen, dugaan utamanya kelebihan muatan,” kata Chomaedhi.

Argumen Chomaedhi juga dikuatkan dengan posisi robohnya jembatan. Patahan hanya terjadi pada satu bentang jembatan, sedangkan pondasi masih berfungsi dengan baik. Chomaedhi mengimbau agar Jembatan Widang dapat dibekali dengan alat yang mampu mendeteksi beban berat.

“Saat ini sudah ada teknologi berupa sensor yang bisa dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang bentang dan mampu mendeteksi kondisi jembatan,” kata Chomaedhi memberikan saran.

Baca juga artikel terkait JEMBATAN AMBRUK atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Abdul Aziz