Menuju konten utama

Irjen Napoleon Bonaparte Terima Rp6,3 M dari Djoko Tjandra

Djoko Tjandra menyuap Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte agar namanya dihapus dari daftar pencarian orang.

Irjen Napoleon Bonaparte Terima Rp6,3 M dari Djoko Tjandra
Mantan Kadiv Hubungan Internasional Polri Irjen Pol Napoleon Bonaparte (tengah) mengenakan baju tahanan saat pelimpahan tahap II kasus dugaan pencabutan red notice atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra di Kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Jumat (16/10/2020). ANTARA FOTO/Rommy S/wpa/wsj.

tirto.id - Eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Divhubinter) Polri Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte didakwa menerima uang dari Djoko Tjandra terkait penghapusan namanya dari daftar pencarian orang di Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham.

Tim Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam surat dakwaannya menyatakan, perbuatan Napoleon bertentangan dengan kewajiban sebagai anggota kepoliaian yang seharusnya menangkap Djoko jika masuk ke Indonesia.

"Telah menerima pemberian atau janji yaitu terdakwa Irjen Pol Napoleon Bonaparte menerima uang sejumlah SGD 200 ribu dan USD 270 ribu," tulis JPU Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dalam surat dakwaan yang dibacakan dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (2/11/2020).

Jika dikonversikan rupiah saat penyerahan uang pada April-Mei 2020 dari Djoko Tjandra ke Napoleon total mencapai Rp6,3 miliar.

Pemberian uang dari Djoko ke Napoleon agar ia masuk ke Indonesia secara sah dan mengajukan gugatan peninjauan kembali (PK) atas kasus cessie atau hak penagihan Bank Bali.

Perbuatan Napoleon membuat nama Djoko terhapus dari sistem Enhanced Cekal System (ECS) dalam Sistim Informasi Keimigrasian (SIMKIM) Ditjen Imigrasi.

Napoleon menerima uang dari tangan kanan Djoko, Tommy Sumardi. Tommy kali pertama meminta bantuan kepada terdakwa Brigjen Prasetijo Utomo, pihak yang memperkenalkannya kepada Napoleon.

Napoleon Bonaparte didakwa melanggar sejumlah pasal yakni Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat (1) huruf a UU 31/1999 yang diubah dengan UU 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Djoko merupakan terpidana kasus korupsi hak penagihan (cessie) Bank Bali berdasarkan Putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung Nomor 12PK/Pid.Sus/2009 tanggal 11 Juni 2009. Ia dipidana penjara selama 2 tahun dan pidana denda sebesar Rp15 juta subsidair 3 bulan.

Putusan PK Mahkamah Agung belum dapat dieksekusi karena Djoko kabur sehari menjelang pembacaan putusan. Dalam perburuan Djoko, Kejaksaan Agung bersurat kepada Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor R-319/F/Fu.1/06/2009 tanggal 17 Juni 2009 Perihal Bantuan Pencarian/Penangkapan. Divisi Hubungan Intemasional Polri menindaklanjuti dengan menerbitkan Interpol Red NoticeControl atas nama Joko Soegiarto TjandraNo.: A-1897/7-2009 tanggal 10 Juli 2009.

Djoko Tjandra akhirnya ditangkap oleh aparat kepolisian Malaysia dan dibawa ke Indonesia pada 30 Juli 2020 untuk menjalani putusan kasus Bank Bali selain tiga kasus yang berjalan. Ketiganya muncul dari tindakannya yang pulang ke Indonesia selama diburu. Kasusnya yakni suap penghapusan daftar pencarian orang, pemalsuan surat jalan dan suap di kejaksaan.

Baca juga artikel terkait KASUS DJOKO TJANDRA atau tulisan lainnya dari Alfian Putra Abdi

tirto.id - Hukum
Reporter: Alfian Putra Abdi
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Zakki Amali