Menuju konten utama

IPO Line Dibayangi Kekhawatiran Pecahnya Gelembung Unicorn

Line Corporation akhirnya akan segera mencatatkan sahamnya di Bursa Jepang dan Amerika. Line akan bergabung dengan para unicorn yang sudah terlebih dahulu IPO. Sayangnya, tidak semua unicorn sukses setelah melantai di bursa. Valuasi yang terlalu tinggi menyebabkan nilainya justru turun setelah IPO. Bagaimana nasib Line?

IPO Line Dibayangi Kekhawatiran Pecahnya Gelembung Unicorn
Seorang pejalan kaki memegang payung berjalan melewati pada papan elektronik yang menunjukkan indeks pasar saham dari berbagai negara di luar broker di Tokyo, Jepang, 18 Januari 2016. Line akan segera mencatatkan sahamnya di Bursa Jepang. Antara foto/reuters/yuya shino

tirto.id - Line secara resmi mengumumkan rencananya untuk mencatatkan saham (Initial Public Offering/IPO). Line akan segera bergabung dalam kelompok para unicorn –perusahaan teknologi dengan valuasi lebih dari 1 miliar dolar – yang telah mencatatkan sahamnya ke publik.

Line mendapatkan persetujuan untuk mencatatkan sahamnya di Tokyo Stock Exchange pada 15 Juli. IPO Line akan bernilai 112,7 miliar yen atau sekitar 1,05 miliar dolar. Nilai itu memberikan valuasi pasar sebesar 588 miliar yen atau sekitar 5,5 miliar dolar. Valuasi tersebut lebih rendah dari proyeksi ketika pertama kali mengajukan rencana IPO pada 2014. ketika itu, Line dihargai hingga 1 triliun yen.

Line juga akan mencatatkan sahamnya di New York, dengan kode LN. Pencatatan saham di New York merupakan sebuah langkah strategis Line untuk menggaet pasar Amerika Utara. Hingga akhir 2015, total pengguna Line mencapai 215 juta, dengan basis terbesar ada di Jepang, Taiwan, Thailand, dan Indonesia.

Hasil penjualan saham ini rencananya akan digunakan untuk melakukan ekspansi ke Asia dan juga Amerika Serikat. Line menawarkan 35 juta lembar saham baru, dengan harga indikatif 2.800 yen per lembar. Induk usaha, Naver Corp akan menjual setidaknya 5,25 juta lembar saham.

IPO Line akan menjadi pencatatan saham publik sektor teknologi yang terbesar sepanjang tahun ini. IPO Line juga merupakan yang terbesar sejak Alibaba yang berhasil meraup dana hingga 22 miliar dolar pada September 2014.

Kinerja Unicorn hingga Decacorn

Line yang didirikan pada 2011 berhasil mencatat penjualan hingga 1,1 miliar dolar untuk tahun keuangan yang berakhir 31 Maret 2016. Line akan segera bergabung dalam kelompok para unicorn yang melantai di pasar saham.

Jumlah unicorn di dunia saat ini memang terus meningkat sejak 2013. Menurut catatan CB Insight, hingga akhir 2015, terdapat 153 perusahaan teknologi swasta yang memiliki valuasi lebih dari 1 miliar dolar. Angka itu berarti dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Dari jumlah itu, 14 perusahaan di antaranya memiliki status “decacorn” atau valuasinya melebihi 10 miliar dolar.

Dari perusahaan teknologi dengan status unicorn yang melakukan IPO, tidak semuanya berkinerja baik. Menurut analisa dari Battery Ventures, dalam tiga atau empat tahun terakhir, kinerja mereka buruk. Lebih dari 40 persen unicorn yang IPO sejak 2011, kinerjanya flat atau bahkan di bawah valuasi pasar terakhir mereka. Beberapa unicorn yang sukses dalam IPO antara lain Linkedln, Workday, Fireeye, Facebook.

Valuasi Berlebihan Memicu Pecahnya Gelembung?

Kinerja unicorn yang tidak sesuai harapan memunculkan kekhawatiran terjadinya pecah gelembung teknologi seperti pada era 2000. Ketika itu, perusahaan-perusahaan teknologi yang sempat dihargai sangat mahal, tiba-tiba terbukti tidak menghasilkan apapun. Valuasi perusahaan pun langsung terjun menjadi nol setelah diketahui perusahaan tidak mampu menghasilkan apapun. Valuasi yang tinggi ternyata tidak didasarkan pada fakta yang sesungguhnya. Banyak yang mengingatkan akan muncul “dead unicorn” ataupun “unicorpses”

Saat ini, valuasi perusahaan teknologi memang luar biasa. Perusahaan seperti Uber bahkan kini sudah dihargai hingga 50 miliar dolar, meski bisnisnya di sejumlah negara banyak menghadapi tantangan. Demikian pula Snapchat yang dihargai 16 miliar dolar meski belum menghasilkan pendapatan apapun.

Benarkah akan terjadi pecah gelembung teknologi?

Sebuah pepatah bijak di Silicon Valley mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada startups yang disebut unicorn dengan nilai lebih dari 1 miliar dolar, benar-benar bernilai 1 miliar dolar. Nilai itu mungkin akan dimiliki oleh mereka di masa depan, tetapi tidak untuk saat ini. Bagi kebanyakan orang, hal itu memang terasa ganjil. Tapi itulah yang dilakukan oleh para capital ventures. Mereka membeli masa depan. Valuasi besar diberikan karena janji atas pertumbuhan di masa depan.

Valuasi tinggi memang diberikan pada sejumlah perusahaan teknologi pada saat ini. Namun, banyak kalangan yang meyakini booming teknologi sekarang ini tidak akan mengulangi gelembung dotcom yang terjadi di era 1990-an. Ini dikarenakan valuasi tinggi startups sekarang ini memiliki bisnis yang sesungguhnya.

Valuasi sekarang juga dinilai lebih realistis. Menurut laporan McKinsey, pada awal 1998, valuasi untuk perusahaan-perusahaan teknologi, 40 persen lebih tinggi dari pasar umum. Pada puncak gelembung pada awal 2000, valuasi bahkan lebih tinggi 165 persen dari valuasi pasar umum. Tak hanya itu, kebanyakan valuasi tinggi di era sebelum 2000, bukan berasal dari perusahaan Internet, tetapi perusahaan telekomunikasi jadul, setelah melihat nilai pertumbuhannya lebih dari 250 persen antara 1997 hingga 2000.

Pasar belajar dari episode tersebut. Masih menurut McKinsey, berdasarkan agregat, perusahaan teknologi pada 2015 hanya sedikit tanda-tanda kelebihan valuasi. Valuasi perusahaan teknologi publik pada 2015 rata-rata 20 kali pendapatan. Ini berarti hanya 10 persen di atas pasar umum.

Jika menilik dari standar, relatif rendah. Lebih dari dua dekade terakhir, perusahaan teknologi rata-rata memberikan 25 persen valuasi premium, bahkan terkadang lebih. Pada era gelembung teknologi pada 2000, valuasi bahkan memuncak sedikit di bawah 80 kali pendapatan. Angka ini 3 kali lipat valuasi untuk perusahaan non teknologi.

Intinya, valuasi sekarang dianggap lebih riil dan tidak akan memunculkan gelembung. Valuasi ini benar-benar diberikan karena para investor ingin bersuka cita memanen hasil dari perusahaan teknologi beberapa tahun ke depan. Mereka tidak membeli cek kosong tanpa harapan keuntungan di masa depan.

Line sepertinya tidak sulit mewujudkannya. Pada 2013, total pendapatan Line Corporation mencapai 39,6 miliar yen. Setahun kemudian, nilainya melonjak hingga 118 persen menjadi 86,4 miliar yen. Kenaikan pendapatan berlanjut pada 2015 tetapi dengan persentase yang mulai turun sebesar 40 persen menjadi 120,7 miliar yen.

Baca juga artikel terkait LINE CORPORATION atau tulisan lainnya dari Nurul Qomariyah Pramisti

tirto.id - Teknologi
Reporter: Nurul Qomariyah Pramisti
Penulis: Nurul Qomariyah Pramisti
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti