Menuju konten utama

Intervensi BI Capai Rp18,5 Triliun untuk Stabilisasi Rupiah

"Year to date Rp18,5 triliun untuk SBN di pasar sekunder," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Nanang Hendarsah.

Intervensi BI Capai Rp18,5 Triliun untuk Stabilisasi Rupiah
Petugas teller menghitung pecahan uang dolar AS di Kantor Pusat Bank Mandiri, Kamis (28/6/2018). ANTARA FOTO/Wahyu Putro A.

tirto.id - Intervensi Bank Indonesia dengan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk perbaikan nilai tukar rupiah terhadap AS sudah sebesar Rp18,5 triliun, secara year to date, Rabu (12/7/2018).

"Year to date Rp18,5 triliun untuk SBN di pasar sekunder," ujar Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Nanang Hendarsah di Jakarta pada Rabu (12/7/2018).

Nanang mengatakan BI ke depan akan terus menggunakan SBN untuk stabilisasi nilai tukar. Selain untuk stabilisasi kurs rupiah, perlu diketahui bahwa SBN juga digunakan untuk pengelolaan likuiditas dalam operasi moneter di pasar primer.

"Sisanya Rp42 triliun sekian di pasar primer. Kalau di pasar primer bukan dalam konteks intervensi, bukan stabilisasi. BI memang bagian dari bidder (pelelang), tapi non-competitive," terangnya.

Saat ini, nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS sudah 5,3 persen atau secara konkret sebesar Rp14.385. Di bandingkan dengan beberapa negara lain di dunia, dikatakannya, pelemahan kurs rupiah jauh lebih kecil.

Contohnya, Argentina melemah 30 persen, Brasil 17 persen, Turki di atas 10 persen, India di atas 7 persen.

"Kalau pun terdepresiasi harus secara terukur. Ketidakpastian global, makanya year to date rupiah melemah 5,2 persen. Kami harap tentunya tidak terlalu melemah lagi ya," ujar Nanang.

Intervensi BI terhadap perbaikan kurs rupiah juga melalui pengeluaran cadangan devisa. Cadangan devisa tercatat hingga 30 Juni 2018 sebesar 119,839 miliar dolar AS.

"Masih mencukupi, itu memang ongkos stabilisasi kurs rupiah," ungkapnya.

Menurutnya, sekian angka cadangan devisa tersebut dapat cukup untuk 7,2 bulan. Semua negara, dikatakan Nanang, menggunakan cadangan devisa untuk melakukan stabilisasi kurs negara masing-masing.

"Thailand sudah berkurang 8 miliar dolar AS dalam 3 bulan terakhir. India mungkin sudah berkurang lebih dari 13 miliar dolar AS. Semua negara memang harus stabilisasi, sesuatu yang tak bisa dihindarkan," terangnya.

Di tengah ketidakpastian global dengan Bank Sentral AS (The Fed) naikkan suku bunga acuan AS (Fed Fund Rate) secara agresif, BI juga menaikkan suku bunga acuannya untuk dapat menahan adanya aliran dana keluar dari dalam negeri (outflow) dan untuk menarik kembali dana masuk dalam negeri (inflow).

Tujuannya juga untuk menstabilkan kurs rupiah. Nanang menyebutkan dengan kenaikan suku bunga 50 basis points (bps) terakhir dapat menarik inflow dari lelang SBN sekitar Rp6 triliun.

"Inflow 5 hari terakhir SBN ya, kami tidak melihat equity, mungkin equity belum begitu banyak," ujarnya.

Terkait inflow yang masuk, menurut Nanang, investor-investor sudah melihat gejolak ketidakpastian di Indonesia hanya sementara. Imbal hasil investasi (yield treasury) di Indonesia, menurutnya, sudah termasuk atraktif bagi para investor.

"(Yield) Selasa sempet ke 7,8 persen, Rabu 7,4 persen. Sejak di level 7,8 sudah ada yang masuk. Jadi Bank Indonesia melakukan pemilihan SBN juga memperhatikan spread antara SBN 10 tahun kita, dengan US treasury bond yang 10 tahun. Kami jaga supaya tetap menarik bagi investor asing," jelasnya.

Baca juga artikel terkait NILAI TUKAR RUPIAH atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Maya Saputri