Menuju konten utama

Inovasi yang Dipercaya Akan Mengubah Dunia

Dalam pertemuan World Economic Forum di Cina, berbagai inovasi dipamerkan. Beberapa di antaranya dipercaya akan mengubah dunia.

Inovasi yang Dipercaya Akan Mengubah Dunia
Theresa May, perdana menteri Inggris, berbicara dalam sebuah rapat pleno pada pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF) di Davos, Swiss, pada hari Kamis, 19 Januari 2017. Foto/Bloomberg via Getty Images/Jason Alden.

tirto.id - Selama tiga hari, 27-29 Juni 2017, sekitar 2.000 orang berkumpul di Dalian, Cina, dalam rangka pertemuan tahunan World Economic Forum (WEF). Para pengusaha, akademisi, ilmuwan, hingga politikus ikut berpartisipasi. Pertemuan itu bertujuan menemukan cara menyelesaikan berbagai persoalan di dunia dengan memanfaatkan teknologi.

Dalam pertemuan di Tianjin tahun lalu, Dann Roosegaarde mencuri perhatian banyak orang dengan “Smog-Free Project”, sebuah menara setinggi tujuh meter yang mampu membersihkan udara di sekitarnya. Tahun ini, ia hadir kembali di pertemuan tahunan itu. WEF menyebut karya seniman asal Belanda itu sebagai salah satu inovasi yang akan mengubah dunia.

Ide tentang menara itu ditemukan Roosegaarde saat sedang menikmati kota Beijing lewat jendela kamar hotelnya. Pada hari Sabtu, ia bisa melihat dengan jelas sekelilingnya, mobil, pepohonan, orang-orang berjalan. Akan tetapi, pada hari Rabu, pemandangan di jendelanya buram, tertutup asap.

Dengan bantuan dana dari pemerintah Beijing, Roosegaarde membangun menara yang menyedot udara tercemar, membersihkanya, dan mengeluarkannya kembali ke taman.

Roosegaarde bukan hanya seniman, ia juga inovator. Dalam karyanya, ia kerap menghubungkan bahan-bahan alami dengan hubungan antar manusia, teknologi, dan luar angkasa. Karyanya bukan hanya indah sebagai karya seni, tetapi juga bermanfaat.

Di pertemuan tahun ini, Roosegaarde membawa kabar terbaru tentang karyanya. “Kami telah membuktikan itu berhasil,” ujarnya seperti dikutip laman resmi WEF. Sebuah tim di Eindhoven University of Technology membuktikan bahwa orang-orang di sekitar menara itu bisa menikmati udara bersih.

Para peneliti menemukan bahwa dalam radius 20 meter dari menara, PM10—partikel polusi berukuran kurang dari 10 mikron—yang terhirup manusia telah berkurang 45 persen. Menara itu seperti air purifier raksasa.

Karbon yang diserap menara itu juga bisa diubah menjadi berlian. Iya, berlian. Sebesar 32 persen dari asap di Beijing adalah karbon yang bisa berubah menjadi berlian setelah 30 menit dalam tekanan. Berlian dari asap itu dijual dalam bentuk perhiasan. Uang yang dihasilkan dari penjualan digunakan untuk membangun lebih banyak menara. Semoga Roosegaarde mau membangunnya di Jakarta.

Selain karya Roosegaarde yang fenomenal, inovasi lain yang dianggap bisa mengubah dunia adalah daun buatan yang bisa mengubah karbon dioksida menjadi energi.

Tanaman sungguhan menggunakan sinar matahari untuk membuat karbohidrat dari air (H20) dan karbondioksida (CO2). Proses ini bisa ditiru secara artifisial untuk menghasilkan bahan bakar dan bahan kimia yang kaya energi. Di masa depan, daun-daun artifisial ini diharapkan dapat membantu manusia memecahkan problem ketergantungan pada bahan bakar fosil.

Salah satu tantangan terbesar membuat fotosintesis buatan secara komersial adalah efisiensi saat konversi input terjadi. Fotosintesis alami hanya mengubah sekitar 1 persen energi matahari ke dalam karbohidrat yang digunakan oleh tanaman. Itu angka yang tingkat efisiensinya terlalu rendah untuk dapat diperdagangkan secara komersial.

Sebelumnya, para peneliti telah menaikkan tingkat efisiensi menjadi lebih dari 10 persen. Namun, para ahli yang bekerja di Monash University di Melbourne, Australia, telah mendorong ke batas konversi yang lebih besar, yakni 22 persen. Prosesnya melibatkan arus listrik bertenaga surya yang dilewati melalui air untuk memisahkan hidrogen.

“Hidrogen bisa digunakan untuk menghasilkan listrik secara langsung di dalam sel bahan bakar,” ujar Profesor Doug MacFarlane, Ketua Program Energi di ARC Centre of Excellence for Electromaterials Science, Monash.

Inovasi lainnya yang dibahas dalam WEF di Dalian adalah mesin yang bisa mengubah udara menjadi air siap minum. Perusahaan Israel bernama Water-Gen telah menciptakan mesin yang dirancang khusus untuk memanen sebanyak mungkin uap air yang ada di atmosfer.

Mesin itu menyedot uap dari udara dan mengubahnya menjadi air siap minum. Generator air skala besar ini bisa menghasilkan lebih dari 3.000 liter air bersih setiap hari. Sistem tersebut dirancang digunakan di tempat yang tidak memiliki air dan berada di lokasi yang hangat dan lembab.

Pada akhir 2017, produk perusahaan ditargetkan sudah tersedia secara komersial. Generator air ini diharapkan bisa menyelamatkan lebih dari 1,8 juta nyawa setiap tahun dengan menyediakan air bermutu untuk fasilitas kesehatan di Afrika. Ia juga bisa menjadi sumber air bagi pertanian untuk meningkatkan produksi pangan.

Beberapa inovasi lain yang menurut WEF akan mengubah dunia adalah self flying drone yang bisa mengangkut satu orang beserta barang bawaannya. Inovasi ini dinilai akan mengubah transportasi manusia. Lalu ada jendela transparan yang bisa mengubah cahaya menjadi listrik.

infografik inovasi pengubah dunia

Ilmu Pengetahuan dalam Ancaman

Pertemuan di WEF tak hanya membahas inovasi apa yang bisa dilakukan sebagai solusi persoalan di dunia, tetapi juga membahas ancaman-ancaman terhadap ilmu pengetahuan. Salah satunya, penolakan sekelompok besar orang terhadap ilmu pengetahuan. Seperti penolakan atas vaksin dan argumentasi tentang bumi datar.

Dalam sesi diskusi Science Under Attack para ilmuwan memeriksa kembali, mengapa bukti ilmiah sering diserang, mengapa pula kepercayaan publik terhadap teori ilmiah mulai terkikis, lalu apa dampaknya pada masyarakat.

“Kecepatan komunikasi melalui internet dan kemampuan untuk meneruskan informasi ke teman Anda telah membantu penyebaran cepat sentimen anti-ilmiah,” kata Lu Bai dari Universitas Tsinghua dalam diskusi yang disiarkan langsung pada Rabu (28/6).

Lu Bai menyoroti tiga kelompok berbeda yang sering menjadi ancaman terhadap ilmu pengetahuan. Kelompok pertama adalah orang awam yang tak percaya pada sains. “Mereka ini tak sedikit, jumlahnya banyak sekali, dan mereka bisa semakin banyak kalau kita tak melakukan apa-apa,” katanya.

Kelompok kedua adalah media yang kerap membesar-besarkan penelitian. Dan kelompok terakhir adalah para politikus yang ingin untuk melindungi posisi mereka atau memilih untuk mengabaikan kebenaran.

Para ilmuwan sedang memikirkan cara untuk mengatasi keresahan ini. Sebab jika terus dibiarkan, dan sains semakin tak dipercaya, akan ada banyak sekali penelitian yang sia-sia.

Baca juga artikel terkait INOVASI atau tulisan lainnya dari Wan Ulfa Nur Zuhra

tirto.id - Teknologi
Reporter: Wan Ulfa Nur Zuhra
Penulis: Wan Ulfa Nur Zuhra
Editor: Zen RS