Menuju konten utama

Industri Manufaktur Tetap Bergairah Meski PMI Oktober Merosot

Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada Oktober 2022 tercatat sebesar 51,8 atau lebih rendah dari September sebelumnya di 53,7.

Industri Manufaktur Tetap Bergairah Meski PMI Oktober Merosot
Politisi partai Golkar yang juga mantan Menteri Sosial Agus Gumiwang melambaikan tangan saat tiba di Kompleks Istana Kepresidenan di Jakarta, Selasa (22/10/2019). ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/wsj.

tirto.id - Indeks manufaktur atau Purchasing Managers Index (PMI) Indonesia pada Oktober 2022 tercatat sebesar 51,8 atau lebih rendah dari September sebelumnya di 53,7. Meski turun, industri manufaktur di Indonesia diklaim masih menunjukkan geliat positif di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu akibat krisis dan resesi.

“Selama 14 bulan berturut-turut, PMI manufaktur Indonesia konsisten tetap di jalur ekspansif atau masih bergeliat di tengah tekanan ekonomi global,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

PMI manufaktur Indonesia pada Oktober masih lebih baik dibandingkan PMI manufaktur dunia (49,8), dan beberapa negara manufaktur global seperti China (49,2), Jerman (45,7), Jepang (50,7), dan Korea Selatan (47,3). Bahkan, di sejumlah negara ASEAN, PMI manufatur Indonesia juga unggul daripada PMI manufaktur Vietnam (50,6), Malaysia (48,7), dan Thailand (51,6).

Agus menegaskan, pihaknya terus menjaga kepercayaan diri para pelaku industri dalam menjalankan usahanya di tanah air, terutama di tengah kondisi ekonomi global yang tengah mengalami perlambatan.

"PMI manufaktur di seluruh dunia turun, bahkan di negara-negara industri yang besar angkanya di bawah 50 atau tidak ekspansif,” ujarnya.

Menurut Agus tantangan yang dihadapi sektor industri dalam negeri adalah pasar tujuan ekspor yang mengalami pelemahan ekonomi, seperti China, Amerika Serikat, dan Eropa. Hal ini berdampak pada penyerapan beberapa produk ekspor unggulan, seperti tekstil dan pakaian jadi, alas kaki, dan furnitur.

Selanjutnya, industri juga dibayangi harga input tinggi yang dapat menurunkan daya saing produknya. “Selain bahan baku yang semakin mahal, pasokannya juga masih belum lancar,” katanya.

Untuk menjaga optimisme sektor industri, Agus menyebutkan perlunya upaya antisipasi terhadap kondisi ekonomi global yang sedang lesu. Salah satunya melalui kemitraan antara industri skala besar dengan Industri Kecil dan Menengah (IKM).

“Upaya ini dapat meningkatkan kemandirian rantai pasok di dalam negeri, mendukung Program Substitusi Impor, serta menjaga agar industri masih bisa tumbuh sehat untuk berproduksi,” jelasnya.

Terkait produk ekspor yang mulai terdampak kondisi ekonomi negara tujuan, perlu penguatan pasar dalam negeri yang mampu menyerap produk-produk tersebut, termasuk dengan cara pengoptimalan belanja pemerintah melalui Program Peningkatan Produk Dalam Negeri (P3DN).

Agus menambahkan, untuk mengurangi harga input, pemerintah juga perlu berkoordinasi dan mengambil kebijakan-kebijakan yang mendukung. Selain itu, demi menjaga demand atau permintaan terhadap produk dalam negeri, pemerintah perlu memberikan dukungan dalam bentuk pemberian insentif maupun stimulus, seperti yang pernah dilakukan pada awal pandemi COVID-19.

"Hal ini perlu dipelajari dan dikaji agar sektor industri tidak mengalami perlambatan,” tegas Agus.

Namun demikian, dia tetap optimistis di tengah bayang-bayang inflasi, industri manufaktur akan tetap menjadi kontributor paling besar dalam menopang kinerja perekonomian nasional.

“Berdasarkan laporan S&P Global, pertumbuhan berkelanjutan di keseluruhan aspek permintaan pada sektor manufaktur Indonesia, mendorong kenaikan produksi manufaktur pada bulan Oktober,” sebutnya.

Merujuk data BPS, industri pengolahan mencatatkan nilai ekspor sepanjang Januari-September 2022 sebesar 156,17 miliar dolar AS, atau naik 22,23 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sektor industri tetap memberikan kontribusi paling besar, dengan sumbangsihnya hingga 71,2 persen terhadap total nilai ekspor nasional yang sebesar 219,35 miliar dolar AS.

S&P Global menyampaikan, sentimen secara keseluruhan pada sektor manufaktur di Indonesia bertahan positif dengan tingkat kepercayaan diri bisnis menguat sejak bulan Maret. Selain itu, industri manufaktur Indonesia secara umum berharap penuh bahwa penjualan akan membaik sejalan dengan kondisi ekonomi yang lebih baik.

Sementara itu, Economics Associate Director S&P Global Market Intelligence, Jingyi Pan mengemukakan, data PMI manufaktur Indonesia pada Oktober menunjukkan konsistensi terhadap kondisi perbaikan sektor manufaktur Indonesia sejak bulan Januari.

“Kondisi permintaan yang lebih baik membantu mendorong kenaikan tajam pada permintaan hampir selama satu tahun,” jelasnya.

Di samping itu, perbaikan kondisi permintaan juga mengarah pada kenaikan produksi yang lebih kuat, termasuk ketenagakerjaan dan aktivitas pembelian selama September.

"Berita menggembirakan lain terkait data bulan September adalah tekanan inflasi yang terus berkurang. Inflasi biaya input dan harga jual berkurang masing-masing hingga di posisi terendah dalam 20 bulan dan 15 bulan,” tandasnya.

Baca juga artikel terkait INDUSTRI MANUFAKTUR atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang