Menuju konten utama

Industri Makanan Catat Realisasi Rp21,26 Trilun di Semester I/2019

Dari data BKPM, capaian paling tinggi berasal dari industri makanan yakni dengan nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp21,26 triliun. 
 

Industri Makanan Catat Realisasi Rp21,26 Trilun di Semester I/2019
Calon konsumen berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan di Semarang, Jawa Tengah, Senin (12/3/2018). ANTARA FOTO/R. Rekotomo.

tirto.id -

Industri makanan serta industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya mencatatkan realisasi penanaman modal sebesar Rp104,6 triliun di sektor manufaktur pada Januari hingga Juni 2019.
Merujuk data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), capaian paling tinggi berasal dari industri makanan yakni dengan nilai penanaman modal dalam negeri (PMDN) mencapai Rp21,26 triliun.
Sedangkan, dalam kelompok penanaman modal asing (PMA), industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya menyetor sebesar 1,46 miliar dolar AS.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, pengembangan industri makanan dan minuman di Indonesia masih memiliki potensi pertumbuhan signifikan karena didukung sumber daya alam melimpah dan permintaan domestik yang besar.
Karena itulah, ia mengatakan, sejumlah produsen masih optimistis untuk meningkatkan investasi dan berekspansi guna memenuhi permintaan pasar, baik di domestik maupun ekspor.
"Di tingkat ASEAN, Indonesia ekonominya cukup stabil selama 20 tahun terakhir ini. Jadi, dengan kondisi ekonomi dan sosial, plus situasi regional yang mendukung saat ini, maka sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan ekspansi," ujar Airlangga di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Airlangga juga menyampaikan bahwa Kementerian Perindustrian masih fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri di sektor logam. Salah satu implementasinya adalah pembangunan pabrik smelter di dalam negeri, terutama yang berbasis logam.
Saat ini, pengembangan industri berbasis mineral logam khususnya pengolahan bahan baku bijih nikel masih difokuskan di kawasan timur Indonesia. Misalnya, di Kawasan Industri Morowali, Sulawesi Tengah, Kawasan Industri Bantaeng, Sulawesi Selatan dan Kawasan Industri Konawe, Sulawesi Tenggara.
"Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan industri smelter berbasis logam karena termasuk dari 10 besar negara di dunia dengan cadangan bauksit, nikel, dan tembaga yang melimpah," imbuhnya.
Airlangga meyakini, kinerja industri manufaktur masih positif pada semester II-2019 seiring dengan peningkatan investasi belakangan ini. Apalagi, pemerintah baru saja menerbitkan kebijakan yang dapat memacu daya saing industri nasional.
Regulasi itu adalah Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2019, yang mengatur pemberian insentif super tax deduction sebesar 200 persen bagi perusahaan yang melakukan pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi tertentu dan 300 persen bagi perusahaan melakukan kegiatan penelitian di Indonesia.

Baca juga artikel terkait REALISASI INVESTASI atau tulisan lainnya dari Hendra Friana

tirto.id - Bisnis
Reporter: Hendra Friana
Penulis: Hendra Friana
Editor: Maya Saputri