Menuju konten utama

Indonesia Temukan Bukti Baru Terkait Kasus Montara

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengantongi bukti baru terkait dampak pencemaran perairan Laut Timor oleh tumpahan minyak Montara. Bukti itu bisa mendukung upaya Indonesia mengajukan gugatan perdata terkait kasus ini.

Indonesia Temukan Bukti Baru Terkait Kasus Montara
Ilustrasi Tumpahan Minyak, mengakibatkan pencemaran laut. Foto/Istock.

tirto.id - Pemerintah Indonesia mengantongi bukti baru terkait dampak kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan di perairan Laut Timor oleh tumpahan minyak The Montara Wellhead Platform yang terjadi 2009 lalu.

"Pencemaran ini akumulasi lama. Kita cek lagi Maret 2017, ternyata masih ada karbolnya, minyak mentah yang menggumpal," kata Direktur Penyelesaian Sengketa Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Jasmin Ragil Utomo usai media briefing yang digelar Ditjen Penegakan Hukum KLHK di Jakarta, pada Rabu (24/5/2017) seperti dikutip Antara.

Menurut Jasmin, data-data sudah terekam sejak terjadinya tumpahan minyak dari Sumur Minyak H1-ST1 di The Montara Wellhead Platform. Tumpahan minyak yang kemudian memasuki wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, yang berjarak sekitar 51 mil laut tenggara Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur (NTT), itu pernah diberitahukan oleh Pemerintah Australia.

Sampel minyak mentah di "flow out" sumur minyak Montara dan tumpahan yang ada di Indonesia sudah diambil. "Dan ternyata finger print-nya ada kecocokan. Baik dari sampel karbolnya dan air lautnya, ada unsur kesamaan antara minyak mentah di dekat Montara dengan yang ada di Laut Timor," ujar Jasmin.

Jasmin mengatakan limbah B3, yang lepas ke lingkungan sehingga masuk golongan 5, tidak ada masa kadaluarsanya. Pencemaran ini terakumulasi lama dan hingga saat ini masih merusak dan menghilangkan ekosistem terumbu karang, mangrove hingga padang lamun.

Bukti-bukti itu bisa mendukung upaya Pemerintah Indonesia yang sudah mengajukan gugatan perdata pada 3 Mei 2017 ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

KLHK bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman mendaftarkan gugatan perdata tersebut dengan Nomor Registrasi Perkara Nomor 241/PDT.G/2017/PN.JKT.PST. Proses persidangan sendiri kemungkinan baru akan digelar tiga bulan mendatang.

Gugatan itu ditujukan pada pihak tergugat I yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (Ashmore Cartier) Pty Ltd yang ada di Australia.

Kemudian, tergugat II yakni The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) dan tergugat III yakni The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) yang sama-sama ada di Thailand.

Adapun mengenai tuntutan yang menjadi pokok perkara gugatan Indonesia itu di antaranya soal sita jaminan atas harta berupa barang bergerak atau tidak bergerak milik tergugat dan pernyataan tanggung jawab mutlak (strict liability) tergugat atas kerugian penggugat.

Selain itu, penggunaan pembuktian dengan prinsip Strict Liability, tergugat membayar ganti rugi sekaligus dan tanggung renteng senilai Rp23,014 triliun, serta tergugat membayar biaya pemulihan lingkungan hidup sebesar Rp4,46 triliun secara tanggung renteng.

Jasmin menambahkan Indonesia menanti hasil proses mediasi dalam persidangan untuk menyelesaikan kasus ini bila tahap itu jadi digelar. Hal ini mengingat mediasi dan negosiasi yang sudah pernah dilakukan di luar persidangan sempat gagal.

Sementara itu, Dirjen Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani mengatakan alasan Pemerintah Indonesia baru sekarang mengajukan gugatan perdata terkait kasus pencemaran minyak Montara ini karena proses penyelesaian di luar peradilan pada tahun 2010 ternyata kemudian macet.

"Ini bentuk konsistensi kami menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara, dan harus dilakukan supaya tidak terjadi lagi di masa depan," kata dia.

Baca juga artikel terkait PENCEMARAN LINGKUNGAN atau tulisan lainnya dari Addi M Idhom

tirto.id - Hukum
Reporter: antara
Penulis: Addi M Idhom
Editor: Addi M Idhom