Menuju konten utama

Indonesia-Norwegia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama HAM

Pemerintah Indonesia bersama dengan Pemerintah Norwegia sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam upaya promosi dan perlindungan Hak Asasi Manusia. Pembahasan mengenai peningkatan kerja sama itu terjadi di tengah-tengah tidak jelasnya kelanjutan dari Simposium Tragedi 1965 yang diinisiasi Pemerintah Indonesia pada bulan lalu.

Indonesia-Norwegia Sepakat Tingkatkan Kerja Sama HAM
(Dari kiri) Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, dan Ketua Panitia pengarah Simposium Tragedi 1965 Letjen TNI Purn. Agus Widjojo menghadiri simposium nasional yang bertema "membedah tragedi 1965, pendekatan kesejarahan" di Jakarta. Antara Foto.

tirto.id - Di tengah simpang siur dan tidak jelasnya kelanjutan langkah aksi mengenai Simposium Tragedi 1965, Pemerintah Indonesia bersama dengan Pemerintah Norwegia dalam Dialog Hak Asasi Manusia (HAM) RI-Norwegia ke-12 sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam upaya promosi dan perlindungan HAM.

"Dialog dan kerja sama Indonesia-Norwegia adalah salah satu bagian dari upaya Indonesia untuk mempromosikan dan melindungi HAM. Di bawah pemerintahan Presiden Jokowi [Joko Widodo], Indonesia terus menunjukkan komitmen kuat dalam promosi dan perlindungan HAM," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di Jakarta, Senin (30/5/2016).

Menurut Retno, dialog HAM tersebut terakhir kali dilaksanakan di Jakarta pada 2012, dan terus dilaksanakan sampai sekarang karena merupakan hal yang penting dan menghasilkan kerja sama menguntungkan bagi kedua negara. Dia menilai bahwa satu negara saja tentu tidak bisa mengatasi semua tantangan dan masalah HAM, maka diperlukan kerja sama internasional.

"Kedua negara berkomitmen kuat untuk meningkatkan kerja sama untuk mempromosikan dan melindungi HAM. Ini adalah elemen lain yang membuat dialog terus berjalan hingga saat ini," ujar dia.

Retno berpendapat bahwa kedua negara perlu menyesuaikan agenda dialog HAM RI-Norwegia dengan isu-isu HAM terkini agar dapat lebih fokus menghadapi tantangan HAM spesifik yang sama-sama dialami kedua negara.

"Konflik dan perang banyak terjadi di dunia hingga menciptakan krisis kemanusiaan, bahkan HAM yang dasar saja tidak bisa dipenuhi. Demokrasi tidak berlaku di banyak negara. Nilai-nilai pluralisme, toleransi dan moderasi dibiarkan begitu saja. Hal ini menumbuhkan tidak adanya toleransi, kekerasan dan radikalisme," kata dia.

Untuk itu, lanjut Retno, Indonesia terus berupaya untuk mempromosikan toleransi dan moderasi, serta demokrasi dan penerapannya dalam menjawab tantangan-tantangan terkait isu HAM.

"Namun, tidak bisa hanya pemerintah seorang diri yang melakukannya, karena itu kami melakukan pendekatan yang melibatkan banyak pemangku kepentingan, termasuk pemuka agama, academia, pemuda, media, pihak swasta dan masyarakat sipil," tambah dia.

Pada kesempatan itu, Menteri Luar Negeri Norwegia Borge Brende mengatakan bahwa kedua negara memang sangat berbeda jauh dalam hal geografis, sejarah dan budaya, namun Indonesia dan Norwegia tetap dapat bekerja sama dengan baik.

"Indonesia sekarang ini sangat berbeda. Situasi politik di negara ini sangat baik. Indonesia merupakan pemain kunci di kawasan ASEAN," ujar Brende.

Sebagai catatan, Pemerintah Indonesia telah menginisiasi Simposium Tragedi 1965 pada bulan lalu. Simposium itu diharapkan dapat menghasilkan sebuah rekomendasi bagi pemerintah untuk menyelesaikan secara komprehensif kasus pelanggaran HAM berat dalam Tragedi Kemanusiaan 1965.

Namun demikian, hingga saat ini belum jelas apa hasil konkrit dari simposium tersebut, yang berarti para korban pelanggaran HAM dalam tragedi 1965 masih belum bisa menarik napas lega.

Baca juga artikel terkait HAK ASASI MANUSIA

tirto.id - Sosial budaya
Sumber: Antara
Penulis: Ign. L. Adhi Bhaskara
Editor: Ign. L. Adhi Bhaskara