Menuju konten utama

Indonesia Kurangi Ketergantungan pada Dolar AS

Tiga bank sentral di ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Thailand menyepakati nota kesepahaman untuk meningkatkan penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dengan mata uang lokal (local currency settlement), sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

Indonesia Kurangi Ketergantungan pada Dolar AS
Petugas menghitung pecahan dolar AS. Antara foto/Rivan Awal Lingga.

tirto.id - Tiga bank sentral di ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Thailand menyepakati nota kesepahaman untuk meningkatkan penyelesaian perdagangan bilateral dan investasi langsung dengan mata uang lokal (local currency settlement), sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS.

"Secara jangka panjang, kerja sama ini akan positif bagi perdagangan dan investasi di Asia Tenggara. Ini juga dalam rangka kita mengurangi ketergantungan terhadap dolar," kata Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara di Kantor Pusat BI di Jakarta, Jumat (23/12/2016).

Penandatanganan nota kesepahaman kerangka kerja sama tersebut dilakukan di Bangkok, Thailand oleh Gubernur Bank Indonesia, AguscMartowardojo, Gubernur Bank Negara Malaysia, Muhammad bin Ibrahim, dan Gubernur Bank of Thailand, Veerathai Santiprabhob.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan kesepakatan tersebut akan memberikan lebih banyak opsi bagi pelaku usaha dalam memilih mata uang, saat ingin bertransaksi dalam perdagangan.

Dengan begitu, penggunaan mata uang lokal di ASEAN dapat meningkat, sekaligus mengurangi risiko di tengah volatilitas pasar keuangan global.

"Hal tersebut juga akan memberikan manfaat bagi pelaku usaha melalui pengurangan biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi perdagangan dan investasi," ujarnya.

Kesepakatan ini, kata Tirta, juga akan mendorong pengembangan lebih lanjut pasar keuangan regional dalam mendukung integrasi ekonomi dan keuangan.

"Ini tonggak utama dalam kerja sama bank sentral di regional," kata dia.

Untuk mengurangi ketergantungan terhadap dollar AS, Indonesia sebelumnya menjalin kerja sama dengan kerangka lain yakni "bilateral currency swap agreement" (BCSA). Beberapa negara yang menyepakati BCSA dengan Indonesia antara lain adalah Cina dan Australia, demikian Antara.

Pemerintah Perlu Waspadai Perubahan Ketergantungan terhadap Dolar

Namun pada Rabu (7/12) anggota Komisi XI DPR Heri Gunawan mengingatkan pemerintah perlu hati-hati terhadap kebijakan yang ingin mengubah persepsi ketergantungan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Heri memberi rambu-rambu perubahan itu jangan sampai menimbulkan persepsi ketergantungan baru kepada mata uang negara lainnya.

"Permintaan Presiden Jokowi untuk mengubah persepsi ketergantungan rupiah terhadap dollar AS jangan sampai menimbulkan persepsi baru bahwa ekonomi kita sedang diarahkan untuk bergantung ke negara lain," kata Heri Gunawan dalam keterangan tertulisnya.

Politisi Fraksi Partai Gerindra itu menyebutkan nilai ekspor Indonesia yang rendah ke AS tidak harus direspons dengan mengubah persepsi tersebut. Alasannya, meski ekspor ke Amerika Serikat tidak setinggi ke sejumlah negara lainnya, tetapi neraca perdagangan dengan AS selalu mengalami surplus.

Sebaliknya neraca perdagangan Indonesia dengan mitra perdagangan utama, yaitu Cina, selalu mengalami defisit.

Heri Gunawan berpendapat bahwa upaya paling efektif untuk menghindari ketergantungan persepsi rupiah terhadap mata uang lain adalah dengan meningkatkan kemandirian ekonomi bangsa.

"Semakin kita bergantung ke suatu negara, maka naik-turunnya rupiah juga akan sangat dipengaruhi oleh dinamika ekonomi di negara tersebut," paparnya.

Dengan meningkatkan kemandirian ekonomi nasional selaras dengan nilai Pancasila serta yang ada dalam UUD 1945, maka mata uang nasional tidak lagi bergantung persepsinya kepada mata uang negara lainnya.

Sebagaimana diwartakan, ajakan Presiden Joko Widodo agar fundamental ekonomi Indonesia tidak hanya diukur dari kurs rupiah terhadap dolar AS, melainkan terhadap mata uang negara maju lainnya cukup realistis dan memungkinkan, namun membutuhkan cukup waktu dan konsensus bersama.

"Misalnya mata uang lain ingin menjadi acuan dalam transaksi perdagangan, itu memerlukan proses yang lama. Perkiraan saya, dua atau tiga dekade dan tidak mudah," kata Presiden Direktur Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Didiek J. Rachbini.

Menurut Didiek, dalam pernyataannya, Presiden ingin mengajak pelaku pasar untuk memandang kondisi ekonomi domestik secara komprehensif dan proposional, tidak melulu melalui patokan kurs dollar Amerika Serikat (AS). Hal itu karena transaksi perdagangan antara Indonesia dengan AS juga bukan yang terbesar.

Amerika Serikat, menurut Presiden (6/12) merupakan mitra dagang yang hanya berkontribusi 9-10 persen dari keseluruhan nilai perdagangan mancanegara Indonesia.

Di atas AS, masih ada Cina yang menggunakan mata uang Yen Renmimbi, dengan kontribusi 15,5 persen ke perdagangan luar negeri Indonesia, kemudian Eropa (Euro) 11,4 persen, dan Jepang (Yen) sebesar 10,7 persen.

Sumber: Antara

Baca juga artikel terkait KETERGANTUNGAN TERHADAP DOLAR atau tulisan lainnya dari Agung DH

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Agung DH
Penulis: Agung DH
Editor: Agung DH