Menuju konten utama

Indonesia Disebut Masih Bermuka Dua Soal Eksekusi Mati TKI Tuti

Indonesia harus menyudahi posisi mendua dalam memandang perlu atau tidaknya hukuman mati.

Indonesia Disebut Masih Bermuka Dua Soal Eksekusi Mati TKI Tuti
Tuti Tursilawati (kanan) saat pertemuan terakhir dengan ibundanya di Arab Saudi, April 2018. FOTO/Dokumentasi Kementerian Luar Negeri RI.

tirto.id - Lembaga Amnesty International menganggap Indonesia masih bermuka dua menanggapi eksekusi mati yang menimpa WNI Tuti Tursilawaty di Arab Saudi, Senin (29/10/2018) lalu.

Manager kampanye Amnesty International Indonesia Puri Kencana Putri mengatakan eksekusi yang menimpa Tuti di Arab Saudi membawa tantangan baru bagi Indonesia. Menurutnya, Indonesia harus menyudahi posisi mendua dalam memandang perlu atau tidaknya hukuman mati.

"Hukuman mati masih jadi hukum positif di Indonesia, tapi [negara] punya kewajiban absolut untuk melindungi setiap WNI termasuk TKI di luar yang rentan tervonis mati," kata Puri kepada Tirto, Rabu (31/10/2018).

Puri menganggap retorika kecaman terhadap Arab Saudi karena mengeksekusi mati Tuti menjadi tak efektif. Sebabnya, Indonesia masih menerapkan hukuman yang sama bagi siapapun yang ketahuan melanggar sejumlah ketentuan.

Hukuman mati di Indonesia diatur dalam sejumlah aturan. Pada Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) ada penyebutan jenis-jenis sanksi yang bisa diberikan kepada seseorang, termasuk hukuman mati.

Kemudian, sejumlah aturan juga menyebut adanya ancaman hukuman mati bagi pelanggar. Salah satunya yakni Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Retorika kecam Saudi menjadi melelahkan karena sepertinya kita tidak memegang prinsip teguh bahwa hak hidup sesuai standar universal."

Menurut Puri, masih berlakunya hukuman mati di Indonesia dapat berdampak pada tidak optimalnya negara melindungi WNI dari ancaman sanksi serupa di luar negeri. Selain itu, Indonesia juga jadi terlihat gamang dalam memandang hukuman mati.

Amnesty Internasional menganggap pemerintah harus memperlakukan sama proses eksekusi mati di dalam dan luar negeri. Dia menganggap eksekusi mati Tuti di Arab harus ditanggapi produktif oleh pemerintah.

"Mulai dengan mendukung langkah moratorium aktif di amandemen RKUHP, mendukung hukuman mati untuk tidak jadi hukum positif utama, sambil mengevaluasi sifat vonis peradilan dan penyidikan. Evaluasi vonis mati dari hulu ke hilir," kata Puri.

Amnesty Internasional juga mendorong pemerintah tegas menyatakan penolakan eksekusi mati dalam Sidang Umum PBB Desember mendatang.

"Kalau presiden kita yang gayanya hipster ini mau open minded untuk anti hukuman mati enggak ada yang enggak mungkin, bisa kok," katanya.

Tuti adalah WNI terpidana kasus pembunuhan berencana terhadap ayah majikannya warga negara Arab Saudi, atas nama Suud Mulhak Al Utaibi pada 2010. Karena kasus itu Tuti pun menjalankan pengadilan Thaif.

Kasus Tuti telah inkracht atau ditetapkan pengadilan pada 2011. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk meringankan hukuman yang bersangkutan namun tak membuahkan hasil.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia (PWNI-BHI) Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, pemerintah kecewa dengan sikap Arab Saudi yang mengeksekusi Tuti tanpa ada notifikasi resmi kekonsuleran dari otoritas Arab Saudi kepada KBRI Riyadh atau KJRI Jeddah.

"Menlu RI telah menelepon Menlu Arab Saudi pada 29 Oktober menyampaikan protesnya," ujar Iqbal di kantornya, Selasa (30/10/2018).

Baca juga artikel terkait EKSEKUSI MATI TKI atau tulisan lainnya dari Lalu Rahadian

tirto.id - Politik
Reporter: Lalu Rahadian
Penulis: Lalu Rahadian
Editor: Maya Saputri