Menuju konten utama

Independensi Tim Gabungan Pengungkapan Kasus Novel Diragukan

Independensi tim diragukan karena sebagian besar anggotanya berasal dari unsur kepolisian.

Independensi Tim Gabungan Pengungkapan Kasus Novel Diragukan
Penyidik KPK Novel Baswedan berdiri di samping layar yang menampilkan hitung maju waktu sejak penyerangan terhadap dirinya saat diluncurkan di gedung KPK, Selasa (11/12/2018). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/ama.

tirto.id - Pembentukan tim gabungan khusus untuk menindaklanjuti kasus penyiraman air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menuai kritik. Independensi tim diragukan karena sebagian besar anggotanya berasal dari unsur kepolisian.

Tim gabungan yang dibentuk berdasarkan surat tugas yang ditandatangani Kapolri Tito Karnavian ini beranggotakan 65 orang. Tim terdiri dari 52 anggota Polri, 6 orang dari perwakilan KPK dan 7 pakar dari luar kepolisian. Tim yang diketuai Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Idham Azis itu akan bekerja selama enam bulan hingga 7 Juli mendatang.

Kuasa hukum Novel, Alghiffari Aqsa mengatakan, komposisi anggota tim gabungan tidak mencerminkan tim yang independen. Alghiffari pesimis tim gabungan dapat menuntaskan kasus penyiraman air keras terhadap Novel yang terjadi pada 11 April 2017 lalu.

“Mayoritas dari kepolisian dan diisi oleh penyidik yang sebelumnya sudah hampir dua tahun gagal menyidik kasus serangan terhadap Novel,” kata Alghiffari saat dihubungi reporter Tirto, Senin (14/01/2019).

Menurut Alghiffari, komposisi tim harus seimbang dan proporsional, bisa juga melibatkan penegak hukum yang lain seperti advokat. Rekam jejak mereka juga harus banyak mengkritisi kinerja kepolisian. Selain itu, kata Dia, mereka harus paham mekanisme penyidikan dan pro agenda pemberantasan korupsi.

"Tidak pernah ada rekan jejak berlawanan dengan kerja-kerja KPK," tambahnya.

Saat ini, anggota tim gabungan yang berasal dari berbagai lembaga di luar kepolisian ada tujuh orang. Mereka adalah bekas pelaksana tugas Wakil Ketua KPK, Indrayatno Seno Adji; akademikus, Hermawan Sulistyo; Ketua Setara Isntitute, Hendardi; bekas Direktur Eksektutif Imparsial, Poengky Indarti; Ketua Umum Ikatan Sarjana Hukum Indonesia, Amzulian rifai; serta bekas Komisioner Komnas HAM, Ifdhal Kasim dan Nur Kholis.

Sementara itu, Novel Baswedan mengatakan, pembentukan tim gabungan menunjukkan Kapolri Tito Karnavian tidak peka terhadap tuntutan publik. "Juga tidak peka terhadap saya selaku korban,” ujar Novel saat dihubungi reporter Tirto.

Novel kembali mendesak Presiden Joko Widodo untuk membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) lantaran tidak percaya dengan kinerja tim yang dibentuk kepolisian. Novel mengatakan, temuan Komnas HAM menyebutkan penyerangan terhadap dirinya merupakan kejahatan yang sistematis dan terorganisir.

"Tapi yang saya garis bawahi mestinya berorientasi untuk pengungkapan kasus, bukan hanya kepentingan formal semata. Juga tentang adanya penanganan bermasalah yang dikatakan Komnas HAM sebagai obstruction of process,” ujar Novel.

Kepentingan Politis

Alghiffari juga menduga tim gabungan sengaja dibentuk karena berdekatan dengan jadwal debat perdana Pilpres 2019 pada 17 Januari besok. Ia mempertanyakan kenapa tim tersebut baru muncul, padahal desakan pembentukan tim gabungan sudah muncul sejak lama.

“Kita menduga pembentukan tim sengaja untuk menjawab pertanyaan terkait Novel selama debat capres atau rangkaian kampanye,” ujarnya.

Namun Kepolisian Republik Indonesia membantah tudingan bahwa pembentukan tim gabungan pengusutan kasus penyerangan terhadap Novel bermuatan politis. Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Muhammad Iqbal memastikan, tim akan bekerja secara independen dan profesional. Ia mengatakan, tidak ada kepentingan apapun selain pengungkapan kasus tersebut.

“Kebetulan saja berbarengan dengan pesta demokrasi. Ada yang membingkai (terkait) debat capres-cawapres,” kata Iqbal di Mabes Polri.

Iqbal berjanji tim akan berupaya keras untuk mengungkap kasus penyerangan terhadap Novel. “Kami sangat profesional untuk menangani kasus yang ada, kasus yang kami tangani sangat berlebihan (overload). Kami sudah biasa menangani kasus apa pun,” ujarnya.

Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam mendorong percepatan untuk mengungkap kasus Novel. Mengingat, kasus ini sudah lebih dari 600 hari bergulir namun belum menemukan titik terang.

“Selain itu kepercayaan publik juga menjadi suatu yang ditunggu. Kepercayaan ini bisa ditunjukkan dengan akuntabilitas proses dan hasil,” kata Anam.

Menurut Dia, tim gabungan khusus yang dibentuk kepolisian tidak bekerja dari nol. Ia mengatakan, mereka bisa merujuk hasil dari tim terdahulu yang mengusut kasus Novel serta hasil pemantauan dari Komnas HAM.

Baca juga artikel terkait KASUS NOVEL BASWEDAN atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Gilang Ramadhan